Day 2 : Jobless

244 28 13
                                    

"Berani bertaruh. Sebentar lagi pasti Seungsik akan punya adik."

Itulah celetuk Kim Jiyeon, wanita berwajah dan bermata bulat yang sedang menghabiskan makan siang bersama Seunghee di sebuah restoran terdekat dari kantor Haneul Publishing - tempat kerja terdahulunya.

Sudah tiga kali Seunghee kedapatan menguap saat hendak menyuapkan hidangan pastanya, pasti semalam kekurangan tidur gara-gara suaminya, begitulah kesimpulan mantan rekan kerjanya itu. Seunghee hanya meringis pelan, tidak ada bantahan.

Sementara anak lelaki berumur dua setengah tahun yang sedang sibuk menguyel sepiring kecil pasta tampak acuh meski namanya baru saja di sebut oleh ajumma. Lim Seungsik. Dari rupa hingga perilaku, ia tampak seperti miniatur Ayahnya. Matanya yang kecil, wajahnya yang bulat, senyuman manis dan lucu, bahkan hingga kecintaannya pada makanan. Dari sekian ciri fisik dan perilakunya, mungkin ia hanya mewarisi kulit putih pucat saja dari sang Ibu.

Seunghee mengusap surai halus buah hatinya itu dengan lembut.

"Kuharap tidak sekarang. Seungsik masih membutuhkan perhatian penuh dariku. Bahkan aku rela menjadi seorang pengangguran demi dirinya."

Seketika Jiyeon berdecak heran. "Aish, lagipula menjadi pengangguran seharusnya bukanlah kekhawatiran yang berarti bagimu. Heh, kau ini istri seorang selebriti! Tidak ada yang perlu kau khawatirkan tentang biaya hidup."

Seunghee tertawa miris.

Semua orang di sekitarnya selalu menarik satu kesimpulan yang sama; ia istri dari seorang penyanyi terkenal, hidupnya tentram dan terjamin, dan pasti bisa selalu tidur nyenyak tanpa sedikitpun kekhawatiran yang terbawa ke peraduan di setiap malamnya.

Dugaan yang tak sepenuhnya salah, namun tak juga sepenuhnya benar.

"Sok tahu. Selebriti bukan profesi yang menjamin masa depan, Jiyeon-a. Tapi bukan itu yang sebenarnya kupikirkan. Hanya saja.."

Ucapannya menggantung disana.

Jiyeon tertegun, menghela napas panjang. Diam-diam kepalanya menarik kesimpulan dari ucapan Seunghee yang menggantung dalam kegamangan. Sebagai seseorang yang telah lama berteman dengan Seunghee dan meniti karir dari nol di bidang serupa, Jiyeon tahu betul tentang apa saja hal-hal sulit yang telah dilalui temannya itu untuk meraih mimpinya, yang kini terhenti begitu saja karena terenggut sebuah kehidupan baru.

"Mengapa menatapku begitu? Ada yang kau pikirkan?" tanya Seunghee dengan dahi berkerut.

Jiyeon tersentak dan menggeleng pelan.

"Bukan apa-apa. Hanya saja.. Seunghee, apa kau.. tertarik untuk sesuatu semacam.. meraup sejumlah won dengan tanganmu sendiri, lewat freelance?" tanya Jiyeon lamat-lamat. Pertanyaan yang membuat Seunghee mematung beberapa saat.

"Freelance?"

Jiyeon mengangguk. "Ada seorang pengusaha yang ingin menulis otobiografi dan mencari seorang co-writer. Tapi semua staff Haneul sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Mungkin kau tertarik, ini kan freelance. Kau tidak terikat apapun selain kontrak proyek, dan Haneul hanya akan menjembatanimu dengan klien saja."

Seunghee manggut-manggut. Memang, ia tidak pernah berambisi menjadi seorang penulis buku, namun bukankah membanggakan jika bisa memiliki hak cipta atas sebuah karya?

Sejurus kemudian pandangannya beralih pada Seungsik yang masih saja sibuk menguyel pasta di hadapannya, dan seketika wajahnya membentuk sebuah ekspresi yang sulit dimengerti Jiyeon.

"Akan kupertimbangkan," ucapnya setelah beberapa lama termenung.

*

"Sudah puas melepas rindu dengan istrimu, hah?"

SAY YOU LOVE ME, ONCE AGAINWhere stories live. Discover now