Day 3 : Throwback

239 28 22
                                    

Pagi yang sedikit lebih sibuk daripada biasanya. Seungsik yang aktif tengah berlari-lari dari kamar mandi menuju kamarnya hanya dengan selembar handuk putih di tubuhnya, diikuti langkah cepat sang Ibu yang was-was karena takut ia tergelincir di lantai.

"Tertangkap!"

Pelarian kaki-kaki kecil Seungsik terhenti seketika karena sepasang tangan kekar sang Ayah menangkap tubuhnya dengan sigap. Bocah laki-laki bermata kecil itu seketika tertawa renyah di gendongan Ayahnya.

Seunghee akhirnya dapat tersenyum lega melihat sang buah hati telah aman berada di tangan Hyunsik, lalu segera memberi isyarat untuk menggendongnya ke kamar.

"Ayo jagoaaan, pakai baju dulu!"

Akhirnya Seungsik berdiri tegak di hadapan sang Ibu yang sudah duduk berjongkok dan siap meriasnya setampan mungkin. Setelah mengeringkan tubuhnya dengan handuk, dioleskan sejumlah baby cream dengan lembut, diikuti paparan baby talk beraroma khas sebelum mulai membalut tubuh mungil itu dengan pakaian.

"Eomma, disana ada dlum?" tanyanya, mengerjapkan mata kecilnya antusias.

Seunghee mengangguk cepat di sela kesibukannya memakaikan satu persatu pakaian ke tubuh kecil anaknya. "Ya. drum-nya juga banyak. Bunyinya juga macam-macam. Seungsik-i sangat suka drum, ya?"

"Ya, Seungsik-i sangat suka dlum!" sahut Seungsik dengan semangat.

"Kalau piano, bagaimana?"

Bocah itu tampak berpikir sejenak. "Tidak mau!"

"Kenapa? Appa suka piano, Eomma juga suka piano."

"Tidak mau, Seungsik-i tidak mau," bocah itu menggelengkan kepalanya, tiba-tiba memasang raut serius. "Piano itu tidak selu. Seungsik ingin dlum saja."

Sontak sang Ibu yang sedang menautkan satu persatu kancing kemeja si kecil itu terkikik pelan. Sejenak, melirik sang suami yang sedang bersandar di dekat pintu kamar, ternyata ikut tersenyum geli menyaksikan cengkrama anak dan istrinya.

"Eomma, kalau Seungsik-i sudah segini," ia membuka sebelah telapak tangannya lebar-lebar ke hadapan Ibunya, "nanti Appa akan kasih dlum."

"Lima? Lima tahun.." gumam Seunghee, lalu kembali melempar pandang ke arah Hyunsik, kini dengan kening berkerut. "Kenapa lima? Kemarin Oppa bilang tujuh tahun."

Hyunsik tertawa kecil. "Lebih cepat lebih baik. Siapa tahu bakat musiknya berkembang cepat jika dikenalkan di usia emas, kan? Tak apa, drum yang kecil dulu saja."

Seunghee berdecak pelan. Sulit sekali mendebat suaminya jika itu perihal musik. Ayah Seungsik tampak memiliki pengharapan besar pada putra sulungnya agar bisa mewarisi bakat musik yang turun-temurun didapatkan dari Kakek Seungsik yang legendaris, Lim Jihoon.

Seungsik telah tampil rapi dengan kemeja biru muda berpadu celana katun selutut dengan warna lebih gelap, lengkap dengan sebuah dasi kupu-kupu yang menggemaskan di kerah kemejanya. Setelah selesai menata rambut Seungsik yang halus dengan rapi, Seunghee menatap sekali lagi putra sulungnya itu dengan senyum lebar penuh kebanggaan.

"Astagaaa. Tampan sekali jagoanku!" Seunghee menunjuk pipi kirinya. "Ayo sini, cium eomma!"

Tanpa ragu, Seungsik meluncurkan sebuah kecupan di pipi kiri sang Ibu dengan bibir mungilnya, kemudian di pipi kanan, dan terakhir di bibirnya. Setelah 'bebas' dari cengkraman sang Ibu yang susah payah meriasnya hingga sedemikian tampan, Seungsik kembali berlari aktif menuju ruang televisi untuk menonton tayangan kartun pagi kesayangannya.

SAY YOU LOVE ME, ONCE AGAINWhere stories live. Discover now