Aku menggenggam erat tangan Uwais ketika kaki perlahan melangkah memasuki gerbang yang dibiarkan terbuka itu. Mataku menyapu setiap sudut halaman yang begitu luas. Terlihat dua mobil keluaran terbaru terparkir sempurna di bagasi. Di depannya ada sebuah sepeda motor besar yang harganya sungguh fantastis. Sepeda motor yang pernah Ilham idamkan sewaktu kuliah dulu. Aku tersenyum kecut mengingatnya.
Tak terasa aku pun sampai di di depan pintu berukuran besar itu. Ragu untuk menekan bel yang terdapat di sisi kanan. Kutatap Uwais sejenak, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk menekan benda kecil berwarna putih itu. Tak prlu menunggu lama, seorang wanita paruh baya muncul. Pakaiannya sempurna menutup aurat. Wajahnya ayu dan menenangkan meski tanpa polesan make up. Sungguh jauh berbeda dengan ibu-ibu konglomerat yang sering kutemui di Jakarta.
"Assalaamu'alaykum," sapaku gugup.
Wanita itu tersenyum ramah. "Wa'alaykumussalaam. Maaf, cari siapa ya?"
"Emm, saya ... saya ... kenalkan Bu, saya Tania." Kuulurkan tangan dan disambut tanpa ragu oleh wanita itu. "Ini anak saya Uwais." Aku juga mengenalkan Uwais padanya. "Uwais, salam Sayang!" titahku.Segera saja putraku ikut mengulurkan tangan dan mencium punggung tangannya. Ia mengusap kepala Uwais.
"Saya ingin bertemu dengan orang tua Uda Ilham, Bu," ujarku kemudian.
Raut wajahnya tiba-tiba berubah. "Ya, saya Ibunya. Ada apa ya?"
"Oh, iya maaf Bu, ada yang harus saya sampaikan, bolehkah kita bicara di dalam? Atau kalau Ibu keberatan kita bisa bicara di luar kok!"
Wanita itu memandangku dari atas sampai ke bawah sebelum akhirnya mengajakku masuk ke rumahnya. Lalu membawaku ke sebuah ruangan, di mana seorang pria yang kutaksir adalah Ayah Ilham tengah duduk sambil berkutat dengan sebuah buku tebal. Wajahnya sangat mirip dengan Ilham.
"Uda, ada tamu. Katanya mau menyampaikan hal penting."
"Oh, ya?" Lelaki itu memandangku sebentar dan melempar senyum tipis.
Mereka mempersilahkanku duduk. Uwais pun dengan patuh duduk manis di sampingku. Segera lelaki itu menutup buku yang ia baca dan menaruhnya di meja.
"Kenalkan, saya Tania, dan ini ... anak saya, Pak," ucapku mengawali.
"Ada keperluan apa kamu datang ke sini?" tanya pria itu datar.
Aku menunduk, memilin ujung jilbab dengan jemari. Menggigit bibir bawah dengan perasaan yang begitu campur aduk. Akan tetapi, aku segera menyadari, apa tujuanku datang ke sini. Segera kukeluarkan surat bukti pernikahanku dengan Ilham berikut foto-fotonya, dan menaruhnya di meja. Kedua suami istri itu berpandangan, lalu wanita itu mengambilnya. Matanya terbelalak, raut wajahnya pun langsung berubah. Tampaknya ia begitu terkejut demi melihat apa isi kertas tersebut. Satu persatu ia amati foto-foto kami.
"Uda ...." lirihnya sembari menyodorkan surat itu pada suaminya. Lantas ia memandangku tajam dengan dahi berkerut. Aku tak peduli apa yang akan mereka katakan, karena yang penting aku sudah memberitahu tentang kebenaran ini.
Tampak lelaki itu terdiam setelah mengamati surat itu dengan seksama. Ia lalu menatapku dan Uwais secara bergantian. Tatapannya sedikit lama di wajah Uwais, mungkin karena ia menyadari betapa miripnya Uwais dengan Ilham. Namun tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
"Ilham tidak pernah cerita apa-apa, bahkan saat kami menjodohkannya dengan Khadijah." Wanita itu berkata dengan nada sedikit dingin.
Kuhela napas sejenak, sebelum mulai berkisah tentang awal mula kenapa kami memutuskan menikah. Mereka mendengarkan tanpa menyela sepatah kata pun.
"Saya juga tidak menyangka, kenapa Uda Ilham tega melakukan semua ini. Padahal, dia sudah berjanji pada saya, untuk memberitahu orang tuanya sesegera mungkin. Bodohnya saya percaya saja waktu itu." Entah keberanian dari mana kulontarkan kata-kata itu. "Maaf sebelumnya, Pak, Bu. Sebenarnya ... kedatangan saya ke sini, hanya untuk memberitahu, bahwa Uda Ilham memiliki anak atas pernikahannya dengan saya. Bukan dengan niat apa-apa, karena menuntut pun saya tidak akan bisa, hanya ingin memberitahu jika Uwais ...." Kupandangi wajah anakku dan merangkulnya dalam pelukan, "adalah darah daging Uda Ilham, dan kewajiban saya untuk mengatakannya pada Bapak dan Ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENCOBA SETIA
RomanceKisah seorang wanita bernama Tania yang masa mudanya menikah siri dengan Ilham. Sampai akhirnya saat hamil Ilham pergi melanjutkan pendidikannya dan seakan melupakan Tania. Sampai suatu hari, setelah sekian tahun mereka kembali bertemu dalam suasana...