0.4

244 38 35
                                    

Pagi ini—Junlin sedikit bangun lebih pagi.
Dan dengan rajinnya dia langsung rapih dengan setelan seragam sekolahnya. Hari ini, dia mau jadi murid teladan.

Tolong catet ya, seorang Junlin ingin menjadi murid teladan.

"Selamat pagi, ma. Hari ini sarapan apa?"

Junlin meluk mamanya dari belakang. Sedikit ngerecokin mamanya yang lagi nata beberapa piring berisi lauk diatas meja.

"Tumben anak mama udah rapih? Biasanya jam segini masih ileran."

"Hehe, gak tau kenapa hari ini lagi semangat aja."

Mama sedikit terkekeh, "Dasar. Udah buru sarapan dulu. Hari ini berangkat bareng ya. Kebetulan mama ada acara kantor."

Junlin ngangguk mengiyakan.
Lumayan juga dia ngirit tenaga.

"Ma, semalam cowok tampan itu kok gak keliatan ya? Cuma ada orangtuanya doang."

"Kata ibunya, anaknya itu lagi keluar. Mungkin lain waktu bisa ketemu."

Junlin mendesah kecewa.
Semalam, dia main kerumah cowok tampan itu. Namun sayangnya, cowok itu gak ada dirumahnya. Kata ibunya sih lagi pergi keluar. Padahal Junlin udah mempercantik penampilannya.

Huh, sangat di sesalkan.

"Sudah selesai makannya? Ayo, berangkat."





;





Jam istirahat—Junlin memutuskan untuk menghabiskan waktu di halaman belakang. Entah kenapa, dia suka dengan tenangnya aliran danau disana. Rasanya bisa menenangkan.

Duduk di kursi biasa, Junlin memanjakan kedua netranya dengan pemadangan hamparan luasnya danau dengan hembusan angin yang membuat suasana semakin teduh.

"Hai, ketemu lagi."

Junlin noleh dan dalam sekejap senyum manisnya mengembang.

"Aku tebak, kamu bolos lagi?"

Cowok itu mengedikkan kedua bahunya.
Sedikit terkekeh dengan seringai dibibirnya.

"Gak bolos. Cuma lagi malas masuk kelas." Ujarnya.

Junlin ngedecih.
Jatohnya kan sama aja, bukan?

"Oh ya, nama aku Junlin. Ka—"

"Zhenyuan."

Junlin senyum manis.
Akhirnya dia bisa tau siapa nama cowok tampannya.

"Kenapa suka kesini?—maksudnya,"

"Tempat ini bisa menenangkan."

Apa hobinya suka memotong pembicaraan seseorang? Kenapa hobi banget motong pembicaraan, fikir Junlin.

"Zhen, aku mau nanya. Boleh?

"Tanyakan apa yang ingin kamu ketahui."

"Telinga ka—"

"Kiri rusak total dan kanan sedkit normal, hanya sedikit. Aku masih bisa dengar kamu walau terdengar samar. Dan itu sebabnya aku selalu minta kamu bicara perlahan." Jelasnya.

Tanpa ragu, Junlin nyentuh telinga kanan Zhenyuan. Dielusnya lembut seraya natap sendu.

"Seenggaknya kamu bisa kenal suara aku."

"Kamu manis, Lin"

Wánměile [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang