"Bang Nael balik!" teriak Cello heboh begitu Nael muncul di pintu asrama.
Lengkap dengan kresek belanjaan di kedua tangannya. Disusul Harsa yang juga membawa lebih banyak kresek lain.
"Busettt ... banyak bener," gumam Renjana sambil mengambil alih kresek di tangan Nael.
Mengabaikan Harsa yang kesusahan membawa barang di tangannya. Cello dan Jidan kontan menyerbu kresek yang sudah diletakkan di atas meja bak anak kecil.
"Ini nggak ada yang mau bantuin gue?!" tanya Harsa tidak habis pikir.
"Lemah, segitu doang minta dibantuin," ejek Renjana santai.
Matheo yang pengertian tentu saja mengambil alih bawaan Harsa. Nael memandangi sekeliling ruang tengah dan tidak mendapati kehadiran Jeano.
"Mana si Jean?" tanya Nael heran.
"Tuh di kamar, kayaknya kurang enak badan tuh anak." Renjana menjawab sedikit sebal.
Meski sudah mengomeli Jeano saat cowok itu pulang tadi, tetap saja Renjana merasa belum puas. Lagipula, mana ada manusia yang begadang hingga pagi, lalu besoknya sekolah dan latihan basket hingga menjelang maghrib. Sepulangnya ke asrama, bukannya istirahat malah memandikan Leo kemudian belajar hingga larut.
Seharusnya memang tidak ada yang heran jika melihat Jeano sakit sekarang.
Nael mendelik. Pantas saja tadi cowok itu pulang duluan. Padahal dia sudah berniat marah karena ditinggalkan.
"Wah ... semangga!" takjub Matheo begitu menemukan buah favoritnya juga dibelikan oleh Nael.
Pantas saja Harsa keberatan tadi. Rupanya ada dua semangka berukuran besar yang dibawanya.
"Semangka, bule bego!" maki Renjana gemas. Matheo hanya menyengir tanpa dosa.
Sudah setahun lebih, tapi bahasa Indonesia-nya memang masih belepotan.
"Wait ... it's look different," gumam Matheo begitu melihat satu semangka lainnya berbentuk lonjong dan kulitnya berwarna hijau gelap.
"Yang ini emang beda, isinya kuning. Coba aja dibelah, siapa tau lo suka juga makanya gue beli," sahut Nael.
"Mie yang biasa gue makan itu mana, Bang?" tanya Jidan begitu tidak menemukan makanan favoritnya.
Biasanya, Nael tidak mungkin lupa membeli mie tersebut untuk Jidan.
"Itu ... tadi sisa satu, tapi diambil temennya Harsa. Jadi gue nggak bisa beli," sahut Nael yang seketika membuat wajah penghuni termuda di lantai 2 itu murung.
"Terus gue makan apa ntar malem?" gumam Jidan nelangsa.
"Gausah sok miris ya, bocah! Itu tandanya lo disuruh tobat makan mie dulu." Renjana mengomel sambil menoel kepala Jidan.
Jidan yang baperan tentu saja ngambek. Bocah itu pun bangkit dan berlalu menuju kamarnya. Nael memandangi kepergian Jidan tidak enak hati.
"Udah, biarin aja! Kayak nggak tau Jidan aja," tegur Harsa begitu melihat Nael.
Dia sangat tahu Nael begitu menyayangi Jidan. Maksudnya, Nael memang menyayangi mereka semua, tapi pada Jidan ... cowok itu menunjukkannya secara terang-terangan.
Nael bahkan memperlakukan Jidan lebih hati-hati daripada Leo. Cowok itu bahkan tidak ngambek meski Jidan sering memberantaki kamarnya, sering makan di atas kasurnya, bahkan menggunakan barang-barang miliknya yang tidak boleh disentuh orang lain.
Intinya, selama hampir dua tahun ini, Nael merawat Jidan seperti anak sendiri. Tidak tahu karena apa, mungkin karena bocah itu paling muda di antara mereka bertujuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
7llin' in Our Youth
Teen FictionDi asrama Neo High School, Nael tinggal bersama 6 makhluk ajaib. Matheo si bule Kanada yang belum lancar berbahasa Indonesia. Renjana si cowok keturunan China yang hampir setiap saat mengomel. Harsa si bocah tengil yang hampir setiap hari menjadik...