"Hari ini lo nggak bawa Leo, kan?" Nael bertanya pada Harsa yang minggu pagi ini masih bergelung di selimutnya.
"Enggak." Bocah yang biasanya sudah pergi kencan itu menyahut serak, khas bangun tidur.
"Kalau gitu gue mau pergi, mungkin pulangnya sore atau malem. Kalian jangan nungguin gue, masak sendiri terus makan." Nael memperingatkan cerewet sambil memakai jaket cokelatnya.
"Hmmm ... gampang, banyak roti di kulkas." Harsa menyahut malas.
"Jangan! Itu buat Jidan, lo masak aja yang lain. Ada nugget, mie instan juga bisa." Nael mencegah panik.
Harsa yang tidak berniat berdebat tapi juga tidak terima, segera bangkit duduk. Matanya menatap Nael penuh cela.
"Pilih kasih lo! Anak lo mau ditinggal disimpenin bekal dulu! Gimana sama yang lain? Lo pikir kami juga nggak laper?!" cerca Harsa yang entah kenapa hari ini terdengar begitu sensi.
"Kalian kan seenggaknya bisa masak sedikit-dikit, si Jidan nyalain kompor aja kalian udah ketar-ketir. Jadi kalau mau aman, ya ngalah dulu. Kalau Cello kan nggak suka roti, tapi ada telur. Dia kan suka bikin telur tomat. Kalau kalian berempat kan udah gede. Bang Matheo suruh nyemil semangka aja sampe kembung," jelas Nael panjang lebar, sangat tahu apa yang disukai dan tidak disukai sahabatnya.
"Yaudah deh sana! Pergi lo dari kamar gue! Gue mau lanjut galau," usir Harsa ngegas.
Nael mengerjap terkejut. Makhluk ini terlihat tidak beres.
"Lo kenapa?" tanya Nael heran.
"Dibilang gue galau juga! Makin kesel setelah liat muka lo!" maki Harsa menggebu-gebu.
Nael semakin mengernyit bingung. Tapi, karena tidak punya cukup waktu untuk berdebat dengan pemuda berdarah Bandung itu, Nael segera pamit dan keluar.
"Harga diri gue sebagai playboy NHS terluka," gumam Harsa sambil menatap tajam punggung Nael yang sudah menghilang di ambang pintu.
Matanya kembali menatap roomchat-nya dengan Ara. Orang yang ia tidak sengaja temui bersama Nael di supermarket beberapa hari lalu.
"YAKALI DIA SUKA SAMA NAEL, ANJEEERRR!!!"
****
"Kalian semua ... kenalin, ini Nathanael Lazuardi. Panggil aja Nael. Dia volunteer perwakilan NHS, kayak Arabella." Sergio memperkenalkan begitu mereka berkumpul di sebuah rumah makan.
Nael tersenyum manis pada beberapa orang di depannya. Namun, pandangan pemuda itu sejenak terhenti pada seorang gadis yang memandangnya dengan mata melotot terkejut.
Nael sepertinya pernah bertemu dengannya. Tapi, karena dia memang tipe orang yang susah mengingat nama, Nael tidak terlalu ambil pusing.
"Ara sama Nael udah saling kenal kayaknya, ya? Kan satu sekolah, sama-sama sering jadi relawan juga," komentar Sera, salah satu rekan volunteer dari sekolah lain.
Nael mengingat nama gadis itu akhir-akhir ini. Karena dialah yang paling sering mengajaknya bicara selama sekitar 2 tahun bertemu di acara seperti ini.
Ara menggeleng pelan. Gadis itu kemudian menggerakkan jarinya membentuk pola-pola yang Nael bisa pahami. Karena dia memang sudah belajar bahasa isyarat sejak SD.
"Kami nggak saling kenal. Cuma pernah nggak sengaja ketemu."
Setidaknya, itulah yang Nael tangkap dari gerak tangan gadis itu. Hal yang selanjutnya membuat Nael sadar bahwa dia sahabat Harsa di supermarket waktu itu.
Gadis bisu bernama Arabella.
"Kayak rencana awal di GC, hari ini kita bakal ke 3 panti asuhan. Salah satunya panti asuhan yang khusus nampung penyandang disabilitas yang direkomendasiin Ara, sama panti asuhan biasa tempat Ara tinggal juga. Kalau nggak kemaleman, kita lanjut ke tempat selanjutnya." Sergio, ketua dari komunitas volunteer pelajar seluruh Indonesia itu menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
7llin' in Our Youth
Teen FictionDi asrama Neo High School, Nael tinggal bersama 6 makhluk ajaib. Matheo si bule Kanada yang belum lancar berbahasa Indonesia. Renjana si cowok keturunan China yang hampir setiap saat mengomel. Harsa si bocah tengil yang hampir setiap hari menjadik...