• 7iOY || 10. Matheo 'Semangka' Alathas •

200 19 2
                                    

"Siapa yang ambil semangka gue di kulkas?" Matheo bertanya pada keenam rekan seasramanya yang duduk menonton TV di ruang tengah.

"Leo yang makan kemarin, dia nggak mau makan yang lain, padahal udah dijajanin Nael." Renjana menyahut cepat.

"Terus lo kasih?!" tanya Matheo tidak santai.

Renjana mengangguk. "Ya iyalah! Yakali gue nontonin dia tantrum," sahut cowok yang paling sering dititipi adik Harsa tersebut.

Matheo tidak menyahut lagi. Wajahnya berubah suntuk dalam sekejap. Tapi bule Kanada itu tidak mengatakan apa pun.

"Lo nggak marah kan, Bang?" tanya Cello ragu.

"Enggak." Matheo menjawab singkat kemudian berjalan menuju kamarnya dengan langkah terhentak keras.

BRAK!

Cowok itu bahkan membanting pintu.

Penghuni lain saling melirik. Sudah jelas saat ini penghuni tertua di antara mereka itu sedang merajuk. Begitulah Matheo saat marah. Dia hanya akan diam, tapi kaki dan tangannya menunjukkan kekesalan.

"Lo sih, Re! Udah tau si bule nggak suka semangkanya disentuh," cerca Jean menyalahkan Renjana.

"Iya, mana semangkanya udah dipotong-potong lagi, Bang." Cello mengompori.

"Lah, kok jadi gue njir?! Salahin dia lah! Siapa suruh adeknya tantrum minta makan semangka!" tunjuk Renjana pada Harsa tidak terima.

"Kok jadi gue? Itumah emang salahnya di elo! Coba kalau Leo gue titipin ke Jean atau Nael, anteng aja kok anaknya. Nggak pernah minta aneh-aneh," sanggah Harsa tidak mau kalah.

"Kalau gitu kenapa lo titipin dia---"

"DIEM NGGAK KALIAN?!" teriak Nael tiba-tiba membuat ruangan seketika senyap.

"Mending kalian ngalah deh, sana beliin si Matheo semangka buat ganti!" sambung cowok itu jengah.

"Kalau gitu siapa yang harus ganti?" tanya Jidan bingung.

"Jelas Renjana lah, dia yang ngasih Leo makan semangkanya Matheo." Harsa menjawab yakin.

"Dia adek lo ya, kalau lo lupa." Renjana membela diri.

"Kalau gitu gini aja ... ada yang keluarin duit, ada yang pergi beli. Biar adil." Jidan memberikan solusi terbaiknya.

"Kalau gitu Harsa aja yang pergi beli, gue ngeluarin uang." Renjana menawarkan cepat.

"Ogah! Lo aja yang pergi beli, pake uang gue." Harsa menolak malas.

"Ngalah kek lo sesekali. Biasanya juga lo pergi---"

"DIEM LO SEMUA! GUE AJA YANG BELI!" teriak Nael emosi sambil bangkit berdiri.

Cowok itu pun segera ke kamarnya dan mengambil jaket. Setelahnya, ia ke kamar Jeano dan mengambil kunci motor.

"Je ... pinjem, ya?" ucap cowok itu sebelum kemudian berlalu keluar asrama.

Inilah situasi yang sebenarnya paling tidak disukai Nael saat di asrama. Saat ada yang bertengkar atau berdebat, lalu tidak ada yang mau mengalah. Saat ada masalah, dan tidak ada yang memberi solusi.

Terutama, saat Nael akhirnya turun tangan.

***

"Nael mana?" Matheo bertanya begitu keluar kamar.

"Lagi beli semangka, Bang." Jidan menjawab takut.

Sebenarnya dia masih kesal karena semangkanya dihabiskan. Tapi, sekarang dia lapar dan belum makan malam.

Matheo sebenarnya tidak akan sekesal ini jika itu makanan atau barang lain. Tapi ... ini semangka!

Sudah jadi kewajiban bagi Matheo untuk memakannya  setiap malam. Jika tidak memakan semangka, Matheo juga tidak bisa menulis dengan lancar.

Iya, dia juga seorang penulis. Penulis fiksi, terutama novel online.

"Nael beli semangka kemana? Kok belum balik?" tanya Matheo lagi.

Sekarang dia sudah tidak terlalu marah. Malah, dia merasa bersalah. Karena Nael pasti rela keluar malam-malam hanya untuk membelikannya semangka.

Nael selalu begitu.

"Kita nggak tau, Bang. Tadi Nael langsung pergi aja, nggak ngasih tau mau beli dimana." Cello menjawab jujur.

"Tapi ini udah jam 11 lebih." Matheo menggumam cemas.

Renjana yang daritadi juga berpikir sama, segera menyenggol Jeano.

"Je ... telpon deh! Tanyain dia udah dimana," ucap Renjana membuat Jeano segera menelepon sahabatnya.

Namun, panggilannya tidak tersambung. Mungkin ponsel Nael mati.

"Gimana nih?" tanya Jeano mulai ikut cemas.

Tidak biasanya Nael masih berkeliaran sampai jam 11. Biasanya, jam 10 saja, cowok itu sudah tidur di kamarnya.

Drrrt ... Drrrt ....

Kali ini, malah ponsel Harsa yang bergetar. Begitu nama Arabella terpampang di sana, pemuda itu pun mengerjap terkejut.

Kenapa dia menelepon? Bukankah Ara ... tidak bisa bicara?

Namun, dengan cepat, Harsa mengangkat panggilan tersebut. Hal pertama yang ditangkap telinganya, adalah suara kendaraan yang berlalu-lalang, kerumunan orang-orang, serta sirine ambulance yang mendekat.

"Ra ... kamu lagi dimana? Kamu nggak pa-pa, kan? Kok ribut banget di sana?" tanya Harsa beruntun.

Mendengar kepanikan Harsa, sahabatnya yang lain pun menoleh.

"Halo ... Nak Harsa? Ini Bu Lila." Ibu Panti tempat Arabella tinggal mengambil alih telepon.

"Iya, Bu? Itu ada apa ya? Kok kayak ada suara ambulance? Ada yang sakit?" tanya Harsa lagi.

"Begini, Nak ... tadi ada yang kecelakaan di simpang deket pasar buah. Pas kami lihat, kata Ara itu temen kamu." Bu Lila menjelaskan yang seketika membuat Harsa terpaku.

"Temen saya yang mana, Bu? N-nael?" tanya Harsa gugup.

"Siapa namanya, Ra?" tanya Bu Lila di seberang sana pada Ara.

"Iya, Nak. Kata Ara namanya Nael," sambung Bu Lila beberapa saat kemudian.

Harsa yang terkejut, menatap para sahabatnya yang kini memandang Harsa penuh tanya.

"Guys ... Nael kecelakaan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

7llin' in Our YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang