Seorang cewek terlihat mondar mandir dengan raut wajah yang tampak sekali kalau dia sedang cemas. Dia juga menggigit kecil kuku tangannya yang dipoles kutek berwarna tosca.
"Lo kemana sih, Selin..." lagi-lagi Venus memandang kesal ke layar ponselnya yang beberapa kali gagal menghubungi sahabatnya.
Setelah urusannya selesai, Venus kembali ke lantai dasar untuk menemani Axelin. Tapi sesampainya di sana, Venus tidak menemukan Axelin di tempat saat Venus meninggalkannya. Dan setelah mendengar cerita Henry tentang Axelin yang di bawa oleh seorang pria yang mengaku sebagai teman sekolahnya, Venus langsung khawatir. Apalagi kata Henry, Axelin sedang mabuk berat. Venus takut kalau orang itu hanya modus dan mencari kesempatan dalam kesempitan pada sahabatnya.
Di samping Venus ada Henry dengan perasaan bersalahnya, " Gue minta maaf, Ve. Gue seharusnya gak percaya gitu aja ke orang yang baru gue lihat,"
Venus menggeleng pelan, "ini bukan salah lo. Ini salah gue," cewek itu menghela nafasnya sebelum melanjutkan perkataannya "harusnya gue temenin dia saat dunianya hancur. Gue merasa gak berguna sebagai teman." Venus terisak. Dia benar-benar tidak akan memaafkan dirinya sendiri apabila Axelin kenapa-napa.
"Loh, kamu kenapa? Kok nangis?"
Niko, yang awalnya ingin mencari Axel yang tidak kunjung kembali setelah pergi memesan minuman, dikagetkan dengan pacar barunya yang sedang menangis di dekat meja bar.
"Temenku dibawa orang," isakan Venus tambah kencang, reflek, Niko langsung mendekap pundak kekasihnya.
"Kamu tenangin diri kamu dulu, trus habis itu coba ceritain. Kali aja aku bisa bantu," ucap Niko lembut. Cowok itu dengan sabar menunggu Venus kembali tenang sambil mengusap lengan Venus.
Setelah perasaannya lebih tenang, perlahan Venus menceritakan kembali seperti yang Henry ceritakan padanya.
"Bro, lo inget gak cowok yang bawa Axelin pake baju atau jaket warna apa?" tanya Niko pada Henry yang sedari tadi diam.
Henry mengernyitkan keningnya, berpikir "yang gue inget cowok itu pake jaket denim dalemnya baju putih kalo gak salah,"
"Pake celana jeans hitam?"
Henry mengangguk.
"Tinggi? mukanya bule?"
Henry mengangguk lagi. Dia masih ingat betul wajah serta perawakan cowok tadi.
Venus menatap kekasihnya heran, "kamu kenal orangnya?"
"Ngga salah lagi, itu pasti Axel." jawab Niko sangat yakin.
Mendengar itu, belum membuat Venus merasa senang ataupun lega. Dia masih resah apabila belum melihatnya sendiri.
"Yaudah ayok anterin aku ke rumahnya Axel," pinta Venus tidak sabaran pada Niko.
"Kamu tenang aja, Axelin bakalan aman kalau sama Axel." Niko masih terus mencoba membuat Venus tenang dan tidak berpikiran yang aneh-aneh "Axel emang nakal tapi dia pasti jagain temen kamu itu."
Venus menggeleng lelah, "Aku belum percaya kalau belum liat langsung keadaan Axelin sekarang."
Niko berpikir cepat, memutar otaknya agar mendapatkan jalan keluar selain mendatangi apartemen Axel. Jarak dari Kelab ke apartemen temannya itu menempuh perjalanan yang lumayan jauh, dan waktu yang tersita pun juga lama. Itu yang membuat Niko berpikir dua kali.
"Kita video call Axel sekarang," Niko menjentikkan jarinya kemudian mengeluarkan ponsel dari kantong celananya.
Di sana, Axel mengangkatnya pada dering ke lima. Wajah ngantuk Axel terpampang di layar ponsel Niko.
KAMU SEDANG MEMBACA
AXELIO
Teen FictionAwalnya, Axelin mengenal Axelo hanya sebatas teman satu angkatan yang kerjaannya selalu membuat onar di sekolah. Axelin tidak pernah menyapa Axelo, lain seperti kebanyakan murid perempuan yang selalu mencari perhatian cowok itu. Namun sepertinya, t...