Axelo: Enam

310 15 3
                                    

HAPPY READING, GUYS🐣🐣💕
.
.
.
.
.


"Mama sama Papa mau pisah"

Sebulan berlalu dengan cepat. Malam ini, setelah makan bertiga dengan santai di rumah, dan akhirnya Papanya pulang setelah berminggu-minggu entah kemana, Axelin kira keadaan keluarganya akan membaik. Tapi nyatanya tidak. Di ruang keluarga yang dulunya hangat, kini berubah tidak nyaman bagi Axelin.

"Sebegitu parahnya ya sampai Mama sama Papa ngga bisa sama-sama lagi kaya dulu?" tanya Axelin parau. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.

Ardhan menghembuskan nafas kasar, "Maafkan kami, nak. Papa harap kamu bisa mengerti dengan keputusan yang udah Papa sama Mama kamu ambil"

"Kenapa harus Selin yang terus diminta buat mengerti kalian? Sedangkan kalian pun ngga bisa ngertiin perasaan Selin, anak kalian sendiri" cukup sudah, Tangis Axelin pecah saat itu juga. Axelin sudah muak berakting seolah dia baik-baik saja di depan orangtuanya.

"Selin udah cukup sabar saat kalian lebih memprioritaskan pekerjaan kalian tanpa mengingat Selin yang kesepian di rumah," Axelin menatap mamanya yang menunduk di kursi sebelahnya, "Ma, Selin tau kenapa mama memilih menyibukan diri di butik dengan pekerjaan"

Sella mendongak, menatap anaknya dengan penasaran.

"Mama sedih kan saat tau papa ternyata punya istri lagi tanpa sepengetahuan mama? Itu kenapa mama jadi lebih menghabiskan waktu di butik atau pergi ngehadirin acara fashion week yang ada di belahan dunia. Itu karna mama coba ngalihin rasa sakit hati dan kecewa sama papa, iya kan Ma?" suara Axelin meninggi beberapa oktaf. Dia sudah menjadi anak durhaka karna berani menyentak Mamanya sendiri.

"Selin..."

"Selin ngerti kalo mama kecewa dan sakit hati, tapi mama ngga sadar, mama lupa kalo mama punya anak yang sama sakit hatinya saat mengetahui papa yang selama ini selalu dia banggakan itu ngga lebih dari seorang pengkhianat--"

"Axelin!"

"Kenapa pa? Papa ngga terima karena Selin bilang PENGKHIA--"

Plak!

Tamparan keras telak mengenai pipi Axelin yang basah. Di hadapannya, ada papanya yang berdiri kaku dengan nafas yang tidak teratur.

Sella menjerit saat kejadian yang tak pernah terbayang dipikirannya terjadi.

Axelin tertawa sumbang, sambil memegang pipinya yang berdenyut nyeri, yang tidak apa-apanya jika dibandingkan dengan nyeri di hatinya.

"Kemarin, papa nyakitin perasaan Selin dan juga mama. Hari ini papa lukai fisik Selin. Terus besok-besok apa, pa?! Apa papa bakal bunuh Selin juga?!"

Ardhan diam. Ia menatap anaknya dengan perasaal sesal luar biasa. Seharusnya, dia tidak main tangan pada Axelin, putrinya.

"Selin sayang.. Maafkan papa, nak"

Axelin bergelang, kemudian pergi ke kamarnya dengan terus menangis. Setelah mengambil kunci mobil, Axelin pergi dari rumah tanpa berpamitan pada orangtuanya yang sedang saling menyalahkan.

***

Setelah berjam-jam mengelilingi kota tanpa tujuan yang jelas, Axelin menghentikan mobilnya di parkiran sebuah kelab malam. Dia ingin minum sekalian bertemu seseorang.

Setelah menunjukkan kartu tanda pelanggan, Axelin diperbolehkan masuk oleh dua orang penjaga yang ada disana.

"Vodka or tequilla?" tanya Henry, bartender yang sudah lumayan sering menyiapkan minuman pada Axelin.

AXELIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang