Donghyuck melihat pantulan dirinya di cermin, menyentuh gelisah jas abu-abu yang kemarin ia beli bersama sang ibu. Ini kali pertama dia ikut sebuah acara resmi. Dia menoleh, melihat jarum jam dinding menunjukkan pukul delapan.
Di musim libur seperti sekarang, dengan cuaca dingin, seorang Lee Donghyuck sudah mandi dan membuatkan sarapan untuk keluarganya. Aksi luar biasa ini terjadi karena dia berencana untuk membawa kotak makan ke acara kelulusan nanti.
Adik-adiknya tentu saja protes ketika melihat kakak mereka tengah mengeluarkan bahan makanan dari tas ke kulkas.
"Enak sekali jadi Minhyung Hyung!" kedua adik lelakinya berseru secara bersamaan.
Sementara adik perempuan yang lebih muda beberapa menit mendengus, dia duduk di kursi bar. "Padahal memasak untuk keluarga sendiri saja hampir tidak pernah," begitu katanya. Melupakan fakta bahwa liburan musim dingin kemarin Donghyuck merawat sang adik yang demam tinggi.
"Besok aku akan buatkan sarapan." Donghyuck mengalah. Mereka berteriak senang, segera berlari mencari sang ibu untuk menceritakan keajaiban yang baru saja terjadi.
Lee Donghyuck terlalu gugup untuk mempermasalahkan hal tersebut.
Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskan perlahan. Setelah memastikan penampilannya sekali lagi, Donghyuck keluar dari kamar. Keadaan masih sepi, hanya ada suara mesin cuci yang tengah bekerja.
Ya, Donghyuck juga sudah mencuci pakaian keluarganya sejak jam setengah lima pagi tadi. Dia berencana untuk menginap di rumah sang kekasih setelah acara kelulusan nanti.
Tidak disangka, bahwa mereka sampai pada titik sekarang. Donghyuck tersenyum samar, mengencangkan ikatan tali sepatu.
Menggenggam buket bunga dan tas berisi kotak makan, dia berangkat ke sekolah dengan langkah pasti.
...
Usai memberikan pidato singkat lalu menerima riuh tepukan tangan, Mark turun dari podium. Dia berdiri sejajar bersama teman-teman seangkatannya. Tidak hanya keluarga Lee dan fotografer dari sekolah, murid-murid yang berada di acara kelulusan ikut mengambil gambar Mark tengah tersenyum lebar. Beberapa meneriakkan nama lelaki itu.
Kira-kira begitulah gambaran yang diberikan Johnny pada Donghyuck mengenai betapa populernya sang adik beberapa menit lalu. Mendengarnya tidak membuat kekasih Mark terkejut sedikit pun. Saat Donghyuck pindah ke sekolah ini, fakta betapa terkenalnya seorang Mark Lee adalah hal pertama yang ia pelajari.
Kepopuleran itu berlanjut ketika para siswi tingkat tiga sibuk berdiskusi siapa yang lebih dahulu berfoto dengan Mark. Seolah objek yang dibicarakan akan setuju pada keputusan sepihak mereka.
Donghyuck hanya tertawa geli melihat wajah pasrah sang kekasih, sesekali ia melemparkan pandangan minta tolong padanya. Tapi daripada melarang kakak-kakak kelasnya, Donghyuck hanya duduk mengamati bersama Johnny.
"Kau hebat ya?" Johnny menaruh pandangan pada bekal di atas pangkuan Donghyuck.
"Kenapa?"
Balasan dalam gestur mengangkat pundak dari Johnny menimbulkan kerutan pada dahi. Kakak dari kekasihnya ini sering kali mengatakan hal-hal ambigu yang membuat Donghyuck pusing.
"Kalau aku, seusia kau, melihat kekasihku di sana, mungkin berakhir dalam pikiran-pikiran buruk dan cemburu."
Mereka kini bersamaan mengamati bagaimana Mark dirangkul teman-teman sekelasnya. Beberapa memberikan surat dan bunga, meski si lelaki itu sendiri sudah membawa buket dari keluarganya dan Donghyuck..
Donghyuck sendiri semakin tidak mengerti. "Cemburu karena...?"
"Ah, adikku begitu beruntung."
Terdiam lagi, keduanya kini berdiri, bersandar di sisi pilar gedung sekolah. Mereka mengamati anak-anak kelas tiga yang sudah resmi lulus mengisi lapangan sekolah. Angin berhembus nyaman, membuat Donghyuck mengantuk. Namun, begitu saja rasa kantuknya hilang ketika sepasang mata menangkap dua sosok yang ia kenal tengah berpelukan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bye My First
Teen FictionDonghyuck benci Mark Lee. Dia punya senyum yang aneh, suka menyendiri di kamar dengan Max--pomeranian kesayangan keluarga Lee--, dan kadang bisa menjadi sangat jahat. Seperti saat dia menghancurkan natal terakhir Donghyuck sebagai murid SMA. Biar be...