X. Last Christmas (Two Years Ago)

895 107 17
                                    

Donghyuck mengamati kuku-kuku jemarinya yang kini dilapisi warna krim dengan aksen hijau. Merasakan hangat tiap kali tangannya dan milik Renjun bersentuhan. Dia menaruh dagu di atas lutut, kaki yang lain terjulur di atas permadani bulu sintetis, di kamarnya.

"Benar bisa dilepas, 'kan?"

"Bisa," Renjun segera menjawab, kepala masih tertunduk, fokus pada karyanya yang ia kerjakan sejak satu jam lalu. Donghyuck mendesah, kaki yang menjadi tumpuan kini ikut terjulur. Mungkin tiap sepuluh menit, dia bertanya pada diri sendiri bagaimana bisa menyetujui tawaran Renjun untuk membantu anak itu mengeksplor hobi barunya.

"Kenapa bukan Jaemin atau Jeno, sih?"

Renjun mengangkat kepala, menghentikan kegiatan menghias kuku-kuku Donghyuck untuk memberi temannya tatapan memelas.

"Kau sudah setuju tadi saat kita sarapan, lho, juga kemarin malam lewat telepon."

Donghyuck meringis, mana dia tahu kalau menghias kuku menghabiskan waktu selama ini.

"Kemarin malam kau cuma bilang ingin menumpang sarapan di rumahku."

"Ya, ini untuk mengisi waktu luang. Lagipula, aku tahu seberapa lama kau bermain game sejak liburan di mulai."

Dia mendengus, melihat sekali lagi kesepuluh jemarinya yang terasa asing.

"Aneh sekali, Jun."

Renjun menunggu Donghyuck, membiarkan anak lelaki itu mengamati hasil karyanya.

"Tapi, manis."

"Tentu saja! Huang Renjun itu serba bisa. Kau ini pelanggan pertamaku."

Setelah selesai menghias kuku-kuku Donghyuck dengan tema natal, mereka menonton ulang beberapa film Studio Ghibli sambil berpelukan di bawah selimut yang hangat.

"Kau jadi datang ke acara makan malam tanggal 26 nanti?" Donghyuck mengalihkan perhatian dari layar laptop yang tengah menampilkan credit roll.

"Ya, tapi aku sepertinya harus membawa sepupuku." Renjun menghela napas, membayangkan saudaranya dari Shanghai.

"Oh? Yang orangtuamu sedang jemput sekarang?" Pertanyaan Donghyuck dijawab oleh sebuah anggukan lemah. Dia tidak mengerti kenapa Renjun memasang wajah lelah begitu.

"Kenapa?"

"Aku sayang saudaraku, sungguh. Waktu masih di Cina, kami tinggal bersama untuk waktu yang cukup lama. Tapi, aduh, aku tidak bisa membayangkan kalau dia bertemu denganmu."

Donghyuck mengerutkan dahi. "Itu sebuah kekhawatiran atau ejekan?"

Renjun menoleh, wajahnya masih terlihat serius. "Tentu saja aku khawatir. Kasihan sekali keluarga Mark kalau harus menampung dua setan kecil di hari Natal."

"Yaaa!" Refleks tangannya mendorong pundak Renjun jauh-jauh.

Donghyuck memeluk boneka beruang hadiah dari Johnny, menyembunyikan mulut yang kini tengah mengatakan sesuatu. Tidak yakin kalau Renjun harus mendengarnya.

"Apa?" Renjun mendekat, meminta agar Donghyuck mengulang kalimat tadi.

"Aku tidak ikut."

"Ikut- makan malam?" Renjun tidak mengerti. Mengingat beberapa hari lalu Donghyuck membahas seru mengenai acara makan keluarga Lee dengan ibu Mark lewat telepon. Dia melipat tangan di depan dada, bersandar pada dinding kamar yang agak dingin.

"Kenapa? Ada masalah dengan Mark Hyung?"

Donghyuck seperti tersadar akan sesuatu, dia mengangkat wajah dari bantal, lalu menghela napas keras-keras.

Bye My FirstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang