XVI. This Christmas

446 44 16
                                    

Donghyuck tengah melamun sambil berbaring di ranjang ketika Jaemin menelepon. Ia baru saja selesai makan siang bersama keluarganya dan mencuci piring.

Jaemin meminta Donghyuck untuk menemani lelaki itu di apartemennya, sebab Jeno kembali ke rumah orangtua untuk menghabiskan natal bersama.

Dia sampai mengirim pesan beberapa kali, sementara Donghyuck menunda-nunda pergi ke sana hingga matahari hampir terbenam. Dia benar-benar ingin menikmati waktu sendiri.

Sampai di apartemen temannya, Jaemin menyambut dengan pelukan erat. "Chocoball, menginap di sini sampai tanggal 23, ya?"

Donghyuck mendorong tubuh Jaemin, melepaskan pelukan di antara mereka. "Memangnya aku tidak punya keluarga?!"

Sambil membuatkan teh, si pemilik apartemen bercerita soal orangtuanya yang terjebak di Tokyo. Sehingga dia harus menghabiskan natal juga tahun baru sendirian. Donghyuck merasa sedikit bersalah, lupa bahwa Jaemin anak tunggal dari keluarga super sibuk.

"Sekarang aku hanya bawa pakaian tidur. Kalau kau mau, menginap di rumahku saja sampai orangtuamu kembali. Mama tidak akan keberatan, apalagi adik-adikku."

Jaemin mengecup pipinya berterima kasih; tidak menerima pun menolak penawaran Donghyuck.

"Aku ada kimchi dan nasi. Atau mau pesan makanan lain?"

"Ayam! Aku sejak kemarin terpikir ayam madu," Donghyuck berseru penuh semangat.

Jaemin mematikan semua lampu kecuali satu yang berada di dekat kitchen island, membuka tirai balkon, membiarkan cahaya-cahaya kota masuk ke dalam apartemennya. Mereka menikmati film dengan segelas bir dan ayam hasil pesan online.

Donghyuck bersandar di pundak temannya, perlahan tanpa sadar sepasang mata terpejam.

...

Sekitar jam enam pagi, Donghyuck bisa mendengar suara bel berdering nyaring. Dia terbangun dalam pelukan Jaemin, di bawah selimut. Perlahan melepaskan lengan temannya yang merangkul pundak, ia bangkit dari sofa untuk melihat siapa yang mengganggu di pagi hari.

Saat menerima panggilan intercom, tampak wajah lelaki asing yang penuh air mata. Dia mencoba memanggil-manggil nama Jaemin.

"Hyung? Jaemin hyung? Maaf mengganggu. Tapi, aku butuh pertolonganmu."

Donghyuck menjawab ragu, "Ehm, sebentar. Biar kubangunkan Jaemin."

"Ah, ini Jeno hyung? Tolong aku, hyung."

Dia segera mengguncang-guncang tubuh Jaemin, membuat anak itu menggeram kesal. Merasa aneh untuk bangun sepagi ini di hari libur.

"Ada yang menangis di depan pintu apartemenmu."

"Hah? Siapa?" Jaemin, dengan wajah kusam dan air liur di dagu, bangun menghampiri mesin intercom.

"Sungchan?" katanya terkejut.

"Hyung! Juju muntah berkali-kali! T-tolong aku! Aku, aku tidak tahu bagaimana."

Jaemin berlari, membuka pintu apartemen. "Juju!" seru lelaki itu.

Donghyuck mengamati lewat jarak pandang yang aman, bagaimana lelaki bernama 'Sungchan' ini ternyata memiliki tubuh seperti raksasa, masih terisak.

"Bagaimana, hyung?"

Jaemin menoleh ke belakang, menatap tepat pada sepasang mata Donghyuck. Meminta bantuan tanpa kata.

"Aku akan turun ke bawah memanggil taksi. Kalian siapkan saja keperluan yang harus dibawa ke dokter."

Bye My FirstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang