A Mark on History (Part 1)

306 22 6
                                    

Aku merasakan pemakaman, di dalam kepalaku,
Dan para pelayat ke sana dan kemari
Terus melangkah - melangkah - sampai seolah
Perasaan tersebut menyeruak -

—Emily Dickinson

...

tw! homofobia, trauma and mental health discussion, family issue

...

Ingatan pertama Mark setelah lahir adalah mimpi buruk di mana ia tersesat di pusat perbelanjaan yang tidak dikenal. Toko-toko asing, ketidak hadiran sang ibu di dalam mimpi, dan bagaimana ia berlari begitu lambat.

Mark berlari dan berlari. Namun sampai terbangun dari tidur, dia tidak dapat menemukan jalan pulang.

Mark kecil tidak mengerti. Tidak pernah bertanya-tanya kenapa ada jurang membentang di dalam dirinya. Kenapa mimpi buruk tersebut hadir dalam berbagai latar, namun dengan cerita yang sama.

Ingatan kedua Mark, yang bukanlah sebuah mimpi, adalah perjalanan di dalam mobil bersama sang ibu. Jendela diturunkan, angin menerbangkan anak-anak rambut, juga senyum riang wanita yang ada di belakang setir.

Kemudian Mark, memeluk erat buku Matilda-nya, keluar dari mobil untuk menyambut rumah baru mereka.

Sang ibu berlutut di samping anak tunggalnya, memegang tangan yang jauh lebih kecil.

"Sekarang Mark dan Mama tinggal bersama, kita akan menghabiskan waktu banyak berdua dengan bersenang-senang. Oke?"

Mark mengangguk bersemangat, ikut menampilkan senyum yang sama lebarnya.

Begitu saja dengan mudah bagi Mark di usia lima tahun memahami bahwa tinggal berdua bersama ibu adalah hal normal.

...

Terkadang Mark merasa bersalah pada sang ibu.

Terkadang saat sepulang sekolah dan menemukan ibunya duduk di meja komputer tengah bekerja—atau menyiapkan makan malam—, memandangi punggung sempitnya, dia merasa nyeri di dada.

Ibunya yang penuh kasih sayang, ibunya yang begitu ia banggakan, yang tidak pernah sekali pun menuntut—selain kamar bersih, piring sehabis makan dicuci, dan PR segera dikerjakan. Wanita yang selalu menyambut Mark menggunakan nada riang.

"Mark-ku! Sudah pulang?"

"Hm, masak apa, 'Ma?"

Ibunya mengelap tangan menggunakan celemek, kemudian merentangkan sepasang lengannya, meminta pelukan yang biasa mereka bagi.

Mark memeluk tubuh sang ibu erat-erat, menghirup aroma susu dan rempah-rempah dari sana. Dia menghela napas, merasa nyaman melingkupi.

"Mashed potato dan ayam panggang."

"Oke, aku ke atas dulu."

"Mandi, Mark." Meski begitu, sang ibu tetap mengecup berkali-kali kening dan puncak kepalanya.

"Oke."

Sang ibu kembali memasak, memunggunginya. Dia menelan ludah, berusaha memberanikan diri. Mencoba mengingat kalimat yang ia ulang berkali-kali di dalam kamar, sendiri dalam hening.

"'Ma," panggil Mark pelan, hampir seperti berbisik.

"Ya?"

"Aku suka David, kok."

Tangan ibunya berhenti menumbuk kentang rebus, terdiam, membiarkan hening merebak.

"Mama tahu kan, aku sudah besar. Kalau..., kalau Mama mau kencan sama David, atau— menikah, haha, Mama hanya perlu bilang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bye My FirstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang