4. Heart Beating

111K 5.9K 164
                                    

Sekalipun harus mengubur mimpinya meraih gelar master, Kierra tetap rajin membaca diktat dan buku-buku. Dia tak mau otaknya menjadi tumpul, Kierra menemukan kebahagian tersendiri membaca buku di perpustakaan pribadi rumah itu. Dibandingkan membaca melalui smartphone, membaca buku lebih menarik.

Kierra tenggelam dalam keheningan ruang itu, sambil sesekali di sesap kopi yang dia buat sendiri dengan sedikit memaksa. Kopi buatannya selalu lebih enak dan pas. Oh...sudah beberapa bulan meninggalkan kampus, kompetisi enterpreuner yang tak pernah dia ikuti. Kierra mengeluh, bagaimana kehidupan seseorang bisa berubah menjadi begitu berbeda hanya dalam waktu sekejap.

Begitu terhanyutnya Kierra sampai tidak mengetahui seseorang memperhatikannya dari pintu.

"Apa buku itu sangat menarik?" Suaranya terdengar berat dan dalam.

Jantung Kierra berdetak cepat, nafasnya terasa sesak. Dengan sangat pelan dia menoleh ke arah pintu.

"Aku mencoba untuk tidak terkejut melihatmu di sini. Tapi, bisa jelaskan?"

Kierra berdiri, "Pak Ray." Kata Kierra lirih.

Empat bulan tidak melihat wajah tampannya yang selalu menghiasi lamunan Kierra. Tubuhnya yang tinggi dan atletis berbalut kemeja lengan pendek bermotif kotak. Celana jeans membuat kaki panjangnya semakin sexy semakin panas.

Pria itu masih memandangnya dari pintu dengan tatapan tajam. Kierra meremas tangannya, dia mengenakan setelan piyama yang membuat penampilannya bagai bumi dan langit dengan pria itu.

Hiks...Kierra menangis.

"Hei."

Mereka duduk berhadapan di meja perpustakaan.

"M..maaf." kata Kierra lirih. Dia menyesap kopinya yang sudah dingin. Mengusap pipinya yang basah dengan punggung tangan.

"Aku menakutkan ya?"

Kierra menggeleng. "Bukan begitu, saya hanya..." Kierra kehabisan nafas.
"Saya tadinya bekerja menjadi aspri Tante Camilla, kemudian dia berkata butuh orang untuk mengawasi rumah."

Pria itu diam, suara nafasnya terdengar menggelitik lembut telinga Kierra. Berduaan di ruangan ini dengan pria yang dia sukai, Kierra merinding.

"Jadi?"

"Tante Camilla meminta saya tinggal di sini. Karena rumah ini sering kosong."

"Hmm."

Kierra menekuri lantai ruang perpustakaan itu.

"Apa kamu tau aku adalah anaknya?"

Kierra mengangkat wajahnya pelan, melihat pria di hadapannya.

"Itu..." Kierra mengangguk.

"Terus?"

Pertanyaannya yang satu-satu membuat Kierra semakin gundah.

"Tapi katanya bapak jarang pulang, jadi saya..."

"Kamu berharap tidak bertemu denganku, di rumahku sendiri?"

"Bukan begitu..." Kierra mendesah. Dia bingung harus berkata apa. "Bisa tidak, jangan tanya-tanya lagi?" Kata Kierra pelan.

"Wah...wah..."

"Bapak marah? Kalau bapak tidak suka saya di sini, saya bersedia pergi."

"Kamu yakin?"

"I..itu.."

"Sepertinya tidak."

"Saya akan membuat diri saya tidak terlihat."

Blame The Silence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang