7. First Date

109K 5K 79
                                    

Tubuh Adrian kaku dan tegang, dia rela terbakar kalau memandang wanita di depannya adalah dosa. Selama ini dia telah membayangkan lekuk tubuh di balik pakaiannya yang longgar, sekarang pakaiannya pas ditubuhnya. Blouse berbahan satin jatuh, mencuatkan dadanya yang indah. Juga pinggulnya yang padat, dibalut rok pensil. Adrian harus menusuk dirinya agar tersadar dari lamunan gila.

"Mau makan di mana?" Kalimat tanya itu meluncur indah dari bibirnya dipulas lipstik bewarna campuran merah dan pink. Apa rasanya berbeda hari ini? Adrian akan mencuri ciuman lagi nanti. Diam-diam.

Matanya masih terbalut kabut, sulit untuk kembali. Bibir itu mengulum-ngulum, berdiri di dekatnya. Rambutnya panjang terurai, sedangkan lengannya yang indah terlihat berayun.

Adrian membalikkan tubuh, melangkah cepat menuju mobil. Kierra mengikuti cepat. Supir pribadi Adrian membukakan pintu untuk Kierra. Hemm ... Kierra segera masuk. Mereka duduk bersebelahan. Kierra menahan nafas canggung, duduk bersebelahan dengan Adrian.

Dia melirik Adrian yang sedang serius menatap layar smartphone. Kemudian Kierra melayangkan pandangannya keluar.

Adrian menarik tangan Kierra, memasuki restoran prancis. Mereka disambut oleh waiter dan diantar ke meja yang tampaknya telah di reservasi sebelumnya. Kierra duduk, kemudian meletakkan tas mungilnya di atas meja. Restoran bergaya vintage modern, lilin kecil di setiap meja membuat suasana restoran menjadi romantis.

"Pernah ke sini?" tanya Adrian. Kierra menggeleng. Kierra menekuni buku menu, kemudian memutuskan untuk memesan scallops dan wine.

Musik lembut mengalun, membuat makan malam mereka menjadi sangat romantis.

Kencan yang hebat, pikir Kierra.

Kierra memandangi Ray saat memakan steak-nya, bibirnya terlihat lembut dan basah, astaga Kierra pikiranmu ke mana-mana. Menyebalkan.

"Ray," panggil Kierra.

Adrian menatapnya, "Kenapa? Tidak suka menunya?"

Kierra menggeleng. Kenapa kamu mengajakku makan malam di tempat ini? keluh Kierra.

"Kalau tidak menginap di rumah, kamu menginap di mana?" Apa di tempat kekasihnya? Mustahil pria macam Ray tidak memiliki pacar.

"Kenapa ingin tau?" Adrian balik bertanya.

"Basa basi," sahut Kierra.

Adrian mengangguk, "Teruskan pertanyaan lainnya."

"Apa kamu gay?"

Adrian nyaris tersedak dengan pertanyaan itu.

"Aku cabut lagi pertanyaannya," kata Kierra, takut melihat wajah Adrian yang mengegang. Lagian kenapa sih dia menanyakan itu? Itu spontanitas.

"Sekarang giliranku bertanya," kata Adrian.

Hiii, menyeramkan. Kierra meneguk winenya sedikit.

"Mau jadi kekasihku?"

Kierra tertegun. Sebentar? Sebentar? Dia mencoba mencerna pertanyaan itu.

"Apa itu pertanyaan basa basi?" tanya Kierra.

"Tidak. Itu serius," jawab Adrian, dia berhenti makan untuk menatap Kierra.

"Nggak mau," sahut Kierra.

"Kenapa?" Adrian terkikik geli di dalam hatinya.

"Belum terlalu kenal," kata Kierra. Apa yang dia lakukan? Kierra mengeluh. Bukankah harusnya dia menjawab, iya.

"Karena itu saja? Bukan karena kamu tidak menyukai aku?"

Kierra mengalihkan pandangan. "Aku mau pulang," katanya pelan.

Blame The Silence (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang