02. Menikah

52K 1.6K 24
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya, Gisela Fatasya Permana binti Alm. Lukman Permana dengan mas kawin tersebut, tunai." Aldo mengucapkan ijab qobul dengan sekali tarikan nafas, di ruangan lain Gisel sedang harap-harap cemas menunggu prosesi ijab qobul selesai.

Namun saat teriakan kata 'Sah!' menggema di seluruh ruangan, hatinya terasa begitu lega. Sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman. Dia menggenggam tangan Hana begitu erat.

"Mah."

"Selamat ya dek. Sekarang Gisel udah jadi istri, harus lebih mandiri apalagi sebentar lagi bakal jadi mama, gak boleh manja-manja lagi. Harus nurut apa kata suami." Hana menghapus sudut mata Gisel yang berair, kemudian memeluk putrinya.

"Kita turun yuk, Aldo udah nungguin kamu."

Gisel tiba di tempat prosesi ijab qobul dengan diapit oleh Hana dan Sekar, dia tampak anggun dengan balutan kebaya berwarna putih dengan hiasan payet dan menik-manik lainnya. Setelah acara tukar cincin, Gisel mencium tangan Aldo sebagai bentuk rasa hormatnya. Begitupun Aldo, dia mencium sekitas kening Gisel walau dengan terpaksa, merasa tidak enak dengan keluarga sahabatnya dan juga tamu undangan.

"Titip adek gue Do, walaupun gue tau saat ini lo sama sekali gak cinta sama dia. Gue cuma minta lo berusaha buat mencintai Gisel, tapi jika suatu saat lo nyerah, tolong bilang langsung ke gue. Biar gue yang jemput Gisel pulang." Bayu tersenyum tipis namun matanya terlihat memerah.

"Gue--."

"Jangan merasa gak enak karena lo adalah sahabat gue Do, gue tau persis kalau perasaan seseorang itu gak bisa dipaksa." Bayu menepuk bahu Aldo.

"Oh iya, jangan bentak Gisel ya." Aldo mengangguk, setelah itu Bayu pergi meninggalkan Aldo yang masih mematung di tempatnya.

"Aldo."





***



"Do, kamu udah janji buat lamar aku secepatnya. Tapi apa? Kamu malah nikah sama perempuan lain, adiknya Bayu pula. Kamu mikirin perasaan aku gak sih? Umur aku udah cukup matang buat menikah Do, bahkan temen-teman usiaku udah pada gendong anak. Sedangkan aku? Aku cuma kamu jadiin korban harapan palsu kamu!" Perempuan itu menangis histeris di taman, mereka sengaja menjauh dari keramaian.

"Kania, dengerin aku." Aldo mencoba membujuk Kania untuk tenang, namun perempuan itu terus saja menangis dengan kencang.

"Kamu tenang dulu, dengerin aku bicara." Saat Kania mulai tenang, Aldo segera menceritakan semua yang terjadi.

"Kamu janji ya, orang tua aku udah minta aku cepet nikah Do."

"Iya sayang, aku janji. Setelah anak Gisel lahir, aku akan segera menceraikan dia dan menikah sama kamu." Aldo menghapus air mata yang mengalir di pipi Kania, tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang mengamati gerak-gerik keduanya.

"Aldo."

"Eh, mama."

"Masuk, inikan acara kamu." Ucap Vania, kemudian dia melirik ke arah Kania sebentar.

"Kania."

"Ya tente?"

"Lupaka Aldo, kamu berhak mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari dia. Kamu cantik, banyak laki-laki yang tertarik sama kamu."

"Mah?"

"Ayo masuk." Vania menggandeng Aldo untuk masuk ke dalam, meninggalkan Kania dengan perasaanya yang hancur. Dia menatap tidak suka ke arah dua orang itu, tangannya mengepal.

"Aku akan rebut kamu Do."



***

Aldo menghempaskan tubuhnya ke ranjang, badannya terasa pegal setelah seharian menjamu tamu dari keluarga dan rekan bisnisnya.

"Hah."

Suara pintu yang di buka dari dalam kamar mandi mencuri perhatiannya, Gisel lah yang keluar dari dalam. Dia menggunakan gaun tidur berbahan satin, dengan handuk yang membungkus kepalanya. Sepertinya dia belum menyadari akan kehadiran Aldo di dalam.

"Ka-Kak Aldo."

"Siapin baju, aku mau mandi."

Aldo langsung masuk ke dalam kamar mandi, kemudian Gisel segera menyiapkan pakaian untuk Aldo. Sejujurnya dia merasa sedikit canggung dan tidak enak karena membuka almari milik Aldo, tapi apa boleh buat Aldo sendiri yang memintanya untuk menyiapkan baju ganti.

Sekitar 15 menit, Aldo keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit pinggangnya. Rambut basah itu menetes tak beraturan ke arah dada telanjang Aldo menambah kesan sexy tersendiri. Aldo memiliki badan yang proposional dengan otot yang terbentuk dengan sempurna dibagian-bagian tertentu.

"Aku gak tau kak Aldo suka pake baju yang gimana kalau tidur." Gisel menyerahkan kaos polos berwarna putih dan celana boxer berwarna hitam untuk Aldo.

"Hem."

Setelah selesai berpakaian, Aldo duduk di sofa. Lebih tepatnya di samping Gisel yang sedang menikmati acara Tv. Namun pandangannya terlihat kosong.

"Keringin rambutku." Aldo menyerahkan handuk ke arah Gisel.

"Kak Aldo capek ya? mau aku pijit biar lebih enakan?" Tanya Gisel.

"Emangnya bisa?"

"Sedikit."

Aldo mengannguk kemudian memposisikan dirinya untuk berbari di pangkuan Gisel, mungkin baginya ini adalah tindakan biasa. Namun bagi Gisel ini bisa mengancap kesehatan jantungnya.

"Kepalaku pusing." Gumam Aldo.

"Aku sayang kak Aldo." Ucap Gisel dengan lirih, dia menatap ke arah Aldo yang sudah memejamkan matanya beberapa menit yang lalu.

"Maaf kalau aku belum memiliki perasaan itu untuk kamu Sel." Gisel terkesiap, tubuhnya menegang. Ia kira Aldo sudah tertidur.

"Kak Aldo belum tidur?" Aldo bangun dari pangkuan Gisel, dia menatap Gisel dan tersenyum.

"Tidur sana, biar aku yang tidur di sofa." Gisel menggeleng.

"Inikan rumah kak Aldo, jadi biar aku yang tidur di sofa."

"Kamu lagi hamil, nanti badan kamu sakit." Aldo berjalan ke arah ranjang untuk mengambil bantal.

"Tidur, gak baik ibu hamil tidur malem-malem."

Dalam hati Gisel menangis, bukan ini yang dia mau.

"Kak Aldo."

"Ada apa?"

"Setelah anak kita lahir, kak Aldo boleh menceraikan aku."

"Maksud kamu?" Tanya Aldo bingung.

"Kita akan pisah saat anak kita udah lahir, ini mau kak Aldo kan?" Gisel menggenggam kedua tangan Aldo.

"Dengan syarat, selama kita berstatus suami istri kak Aldo gak boleh berhubungan dengan perempuan lainnya. Kak Aldo harus bersikap selayaknya suami kepada istrinya, bisa?"







to be continue..

Gimana sama cerita ini?? Vote skuy

Marriage by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang