01 - Memori Masa Lalu

918 47 0
                                    


"Memori masa lalu masih terputar dalam otak ini. Namun, kamu seakan sudah melupakan, dan menyataannya aku sangat berharap jika kepingan memori itu kembali dan mengingatkanmu padaku."

~ Fandy Syauqi Ardavan

Happy Reading🍒

***

Hari Senin yang sedikit cerah saat ini, dengan awan putih yang bebas berkeliaran di langit ditambah sejuknya hembusan angin yang menyejukkan kulit. Namun, keindahan itu harus sedikit hilang karena seorang perempuan berkulit putih dengan wajah manis di kamarnya kini mencari-cari sesuatu pada lemari berwarna biru langit yang dipunya.

"Astaghfirullah, Ya Allah, ke mana sih? Perasaan aku simpen disini deh!" gerutu kesal perempuan itu. Dia Adinda.

Saat ini, ia tengah mencari buku novel miliknyanyang entah disimpan di mana. Padahal, baru semalam dia menemukan novel itu tergeletak begitu saja di lantai, tepatnya di samping meja belajarnya.

Kini? Novel itu seakan hilang ditelan Bumi.

"DORR!"

"Astaghfirullah, Ummi!" pekik Adinda dan spontan memutar tubuh, menatap orang yang mengagetkannya yang justru malah tertawa terbahak-bahak tanpa merasa berdosa di sana.

"Ish! Kakak apa-apaan, sih?! Kalau masuk kamar orang itu pake salam! Bukan malah ngagetin kayak gini!" omel Adinda sambil mengelus-ngelus dada nya sedang raut wajah menunjukkan kekesalan yang mendalam.

Orang tadi balas dengan menyengir, lagi raut wajahnyamasih menyebalkan di mata Adinda. "Hehe maaf. Lagian kamu nyari apa sih? Kok lemari diberantakin gini." Dia menatap tak percaya pada lemari yang kini terlihat seperti kapal pecah. Dia Andi, Kakak pertama Adinda.

Adinda itu mempunyai Kakak kembar. Satu bernama Muhammad Andi Anggara Wijaya, Kakak pertamanya, dan Muhammad Andan Anggara Wijaya, Kakak keduanya. Sementara dia sendiri adalah anak ketiga, Kakak dari adik perempuan yang baru lahir ke bumi dua tahun yang lalu. Namanya Ayesha.

"Lagi cari buku novel, liat gak?" Adinda bertanya akhirnya, tentu setelah meredam amarah.

"Jadi dari tadi cuma cari novel?" Andi balik bertanya, membuat Adinda menanggapi dengan anggukan. "Ya Allah, kamar udah kayak kapal pecah gini," lanjutnya menatap miris kamar Adinda. Andi sedikit heran sebenarnya dengan Adiknya yang begitu menyukai aktivitas membaca buku sastra. Namun, dia pun selama ini tidak mau ambil pusing.

Menghela sesaat, Andi lantas menarik kursi dekat meja belajar Adinda dan mendudukinya, mengamati Adinda yang notanene masih belum menemukan novel kesayangannya.

"Kakak itu ke sini mau numpang duduk aja ya?" Adinda beralih lagi, menatap Andi. "Bantu cari kek!"

Andi menggeleng kuat. "Nggak dulu, Dek. Kakak capeeekkk bangettt." Dia mendramatiskan. Membuat Adinda mendengus kesal.

Baru saja akan kembali fokus. Namun...

"Permisi, ini kamar ada orangnya gak? Mau ganggu soalnya."

Sebuah suara bariton itu langsung menyambar terdengar. Suara yang Adinda sangat kenali. Namun, sangat tidak disukai untuk didengar setiap hari. Bukan, bukan karena tidak menyayangi saudaranya, tapi jika suara itu sudah terdengar, pasti kekesalannya akan bertambah.

Kau, Imam Terbaik (re-published)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang