Part 9

581 29 0
                                    

POV Balqis

Pagi yang cerah. Kami menghabiskan sarapan bersama. Danish memintaku duduk disampinya dengan merengek manja. Aku bisa apa selain meng-iyakan ajakan anak yang sudah aku anggap putraku sendiri.

Suasana kali ini benar-benar canggung. Aku harus terus menunduk menghindari tatapan tuan Mario yang tak lepas dari pandangannya. Entah apa yang dia pikirkan sekarang. Apa cara makanku yang aneh. Orang yang tak biasa melihatku seperti ini pasti akan merasakan hal itu. Namun aku sudah tak merasa minder atau merasa tak percaya diri.

Aku, Namira Aisyah Balqis sangat percaya dengan apa yang kulakukan sekarang. Meski di luar sana atau tuan Mario sekalipun memandangku dengan perasaan aneh. Ya, aku sadar itu. Itulah resiko menjadi wanita bercadar. Makan saja harus menggunakan cadar kalau sedang ada di luar atau bersama keluarga majikanku sendiri.

Untungnya Danish rusak rewel melihat penampilanku ini yang dikata orang mirip NINJA. Namun aku lebih suka dikata ninja ketimbang karna cara berpakaianku. Ketimbang wanita di luar sana yang memakai kurang bahan. Wanita bercadar engkau bilang NINJA. Lalu wanita yang kurang bahan engkau bilang apa? TRENDI, GAYA, atau MODE ANAK GAUL? Namun menurutku wanita yang memakai pakian kurang bahan lebih pantas dikata TARZAN. Karena pakaiannya mirip seperti tarzan yang ada di film-film.

Aku berfikir, baju yang kalau dipakian cuma sebatas lutut itu berharga 5 juta keatas kalau dalam tanda kutip BRANDED itu jauh lebih mahal ketimbang pakian yang menutup aurat. Bahan memang menjamin. Kadang tipis kadang tebal. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku dengan harga segitu.

***

Setelah sarapan tuan Mario mengajak Danish dan aku pergi berjalan-jalan ke taman. Sebenarnya aku enggan.  Namun Danish terus merengek meminta aku ikut. Tuan Mario pun tak mau kalah dengan anaknya itu.

Sepanjang jalan, tetangga kompleks kami yang tengah berjalan pagi menghentikan aktivitasnya dan menatap kami dengan tatapan aneh. Bisik-Bisik mulai membanjiri kami.

Mereka mengatakan kalau aku istrinya tuan Mario, temannya, kakak, hingga adiknya. Namun tuan Mario sama sekali tidak mendengarkan hal itu. Dia memilih bungkam dan menggap mereka angin lalu.

Padahal dalam islam, kita harus berbaik hati terhadap tetangga kita. Ketika kita sakit, orang yang pertama kali akan menolong kita bukan lain adalah tetangga. Kita wajib memuliakan tetangga sebagaimana yang telah di ajarkan Rasulullah kepada kita.
Kita di larang untuk tidak bertutur sapa selama 3 hari maka kita akan dijatuhkan hukum.

Aku hanya bisa memberikan mereka senyuman di balik cadarku pada para ibu-ibu itu. Kecuali untuk kaum ada. Aku tidak mau mengundang perkara pada mereka. Memakai pakaian seperti ini saja sudah membuat mereka heboh saja. Memang wanita itu kodratnya di rumah dalam tanda kutip agar tidak berpergian jauh atau kemana. Rasulullah pun memberikan pahala istimewa bagi wanita yang berdiam diri di rumah.

Namun apalah dunia ini. Para wanita sangat sukar keluar rumah dengan berbagai alasan yang membuat para suami atau orang tuan mengizinkan. Misalnya, tugas kelompok di rumah teman yang padahal pergi ngeluyur bareng pacar, belanja bulanan yang gak taunya malah pergi ngegosib di rumah teman lama dan masih banyak lagi.

Dan inilah yang membuatku malas kelur rumah. Banyak tetangga kompleks tuan Mario yang menggunjingkan kami tanpa henti. Aku sangat membenci hal itu walaupun pahala aku terima dan mereka mendapat dosaku. 

Kamipun sampai di taman. Danish berlarian hingga aku dan tuan Mario kewalahan. Kami memilih duduk dengan posisi berjauhan. Kalau berdekatan takut dosa pikirku. Danish terus bergerak aktif tanpa henti. Aku ingin sekali mengejarnya. Namun apalah dayaku. Tubuhku letih sekali.

"Danish, pulang yuk. Sebentar lagi mau dzuhur," tegurku. Dia berlari kearahku dan menubrukkan tubuhnya padaku. Gelak tawanya membuatku bahagia. Danish terus menciumku tanpa henti sedangkan aku turus mengelak darinya.

"Danish ... udah. Bener kata Umi. Sebentar lagi mau dzuhur. Kasian itu Umi kecapean itu. Kapan-kapan kita main lagi."  Danish menunduk. Wajahnya begitu sedih. Tapi mau bagimana lagi. Ini memang sudah waktunya pulang.

"Baiklah. Tapi janji yah ... kalau Papa mau main sama Danish lagi? Danish takut kalau Papa ingkar janji lagi kayak kemarin ...!" Tuan Mario mengangguk dan berlutut di hadapannya Danish. Kecupan kecil mendarat mulus di tangan mungilnya. Bagikan sang terkasih mencup tangan si gadis yang di cinta. Tuan Mario meyakinkan Danish begitupun denganku.

***

Azan berkumandang memanggil umatnya tuk melaksanakan salat. Aku menyuruh tuan Mario dan Danish ke masjid tuk melaksanakan salat di sana. Awalnya tuan Mario menolak dengan dalih berkata dia malu karna tidak pernah menginjakkan kakinya kesana.

"Lalu, anda mau sampai kapan begini, Tuan? Seorang pria seharusnya melaksanakan salat di masjid. Hukumnya wajib. Anda mau dibilang pria sholehah?" Dia mendesah panjang lalu pergi begitu saja.

'Mengajak kejalan kebaikan ternyata gak semudah yang aku bayangkan.'

Namun 5 menit kemudian tuan Mario keluar dari kamarnya melangkah mendekat padaku dan Danish yang sudah berpakaian rapih. Tangannya meraih tangan mungil Danish dan menatapku sekilas.

"Kami berangkat dulu." ucapnya memecahkan lamunanku. Danish melepaskan tangannya yang di genggaman tuan Mario dan menggapai tanganku dan menciumnya. Kubalas dengan mengecup keningnya.

"Assalamu'alaikum," Tuan Mario dan Danish pergi meninggalkan rumah menuju masjid.

B E R S A M B U N G

NIQOB-Pembantu Bergelar sarjana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang