18 :: Keras kepala

119 7 1
                                    

Keesokkan harinya, semua siswa dan siswi Mandala sudah berbaris rapi untuk segera melaksanakan upacara bendera.
Namun di gerbang masih saja terdengar kegaduhan. Biasanya itu karena siswa yang baru saja datang terlambat tapi memaksa Mang Ujang untuk membuka gerbang. Dan itu membuat kebanyakan mata memperhatikan dengan wajah penasaran.

Ada hampir sepuluh orang yang berbaris dengan tangan di bahu temannya yang berada di depannya. Berjalanan memasuki lapangan dan berhasil menyita semua perhatian. Mereka persis seperti buronan yang tertangkap basah dan di paksa masuk ke penjara.

Dari sekian banyak siswa yang bermasalah karena alasan terlambat, atribut tidak lengkap, ada Saga dan ke tiga temannya. Dia berdiri di barisan tengah. Walau pun wajahnya tertunduk, Angel tau kalau itu Saga.

Mereka baris di dekat tiang bendera dan menghadap ke siswa yang lain. Mungkin jika masih memiliki rasa malu, pasti malu banget. Sepertinya itu tidak berlaku pada Saga. Dia malah asik bercanda dengan ke tiga temannya. Aneh, tapi nyata.

"Saga, Radit, Alden, Adit diam! Kalau kalian masih tidak bisa diam ibu akan tambah hukumannya!" peringatan Bu Sri yang berbicara menggunakan mic. Saga dengan santainya menjawab.

"Siap komandan!" seraya tangan yang di taruh di dahi sebagai tanda hormat. Yang lain mendengarnya lantas tertawa.
Bu Sri hanya menggelengkan kepala melihat tingkah siswanya yang ajaib.

Upacara bendera berlangsung lama. Rasanya seperti masih di situ-situ saja. Matahari pagi sudah terasa menyengat kulit. Sudah banyak yang pingsan. Upacara yang seharusnya hening dan penuh keseriusan kini malah terdengar ramai dari celetukan dan dengusan siswa yang merasa kepanasan dan pegal.

"Akhirnyaaa gue bisa gerak juga. Badan berasa remuk semua. Ngga lagi-lagi deh baris di belakang, Bu Siska melototin gue terus!" ujar Dita menggebu-gebu mengeluarkan kekesalan yang selama upacara ia pendam.

"Ha.. ha.. ha.. Lagian siapa suruh di belakang. Gue bilang ayo ke depan malah gak mau, terima deh resikonya." Sahut Elsa menertawakan Dita yang kini memberenggut kesal.

"Dasar temen, ngeliat temennya kesusahan seneng banget!" celetuk Dita mulai dengan intonasi ketus.

"Emang!" sahut Elsa tidak mau kalah ketusnya.

Angel yang berdiri di tengah-tengah hanya bisa menghela napas pelan. Ini sudah sering terjadi. Bahkan hampir setiap hari. Angel yang kadang sedang badmood atau pusing memilih menjauh dari pada keceplosan mengomeli mereka.

"Udah deh, jangan mulai," Angel menengahi. "Sebelum ke kelas, ke kantin dulu yuk."

Elsa dan Dita mengangguk. Mereka bertiga berjalan menuju kantin. Berjalan bersebelahan seperti kembar tiga. Dan itu tidak asing di mata murid Mandala. Karena mereka memang selalu begitu sejak kelas sepuluh.

Upacara yang menyita tenaga membuat kantin tiba-tiba saja ramai. Angel sebenarnya tidak suka berdesakan seperti ini, tapi tidak ada pilihan lain. Tidak mungkin ia menahan haus sampai pelajaran pertama selesai, dia bisa dehidrasi.

Hanya ingin membeli minuman saja mereka perlu mengantre. Suara yang sahut menyahut membuat Angel pusing. Mereka seperti berteriak di depan telinganya. Membuat gendang telinga serasa akan pecah.

Butuh beberapa menit sampai akhirnya mereka berada di antrean terakhir. Setelah memesan mereka pun memilih minggat untuk mencari tempat duduk.

"Ada pr nggak sih hari ini?" tanya Dita yang duduk di sebelah Angel.

"Tumben! Lo sakit?" Elsa menaruh telapak tangannya di dahi Dita untuk mengecek.

Dita menepak tangan Elsa. Dia memberenggut, "Gue ngga sakit!"

My Cutie Angel [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang