02

29 4 2
                                    

Oktober, 2016

"Wardah, kamu dipanggil bu Ana ke ruangannya" ujar Ria berwajah simpati.

"Sekarang?"

"Iya dah" balas Ria masih dengan ekspresi sama.

Aku beranjak menuju bu Ana.
" Ibu memanggilku?"

"Iya dah, silahkan duduk. Kamu tau ibu panggil kamu karena apa bukan?" tanya bu Ana lembut.

"Masalah dengan Adi kemarin ya bu?" aku memastikan.

"Iya nak. Kamu ada apa dengan Adi? Selama ini ibu lihat kalian seperti kucing dan tikus terus. Padahal diawal-awal, kalian cocok sekali. Apa harus ibu pindahkan salah satu dari kalian ke kelas lain?" Nada bu Ana semakin serius.

Aku menundukkan kepala. Aku bingung mulai dari mana. Aku pun tak mengerti mengapa semua ini menjadi serumit ini.

Kisah Adi yang menembakku di bawah pohon rindang sudah jauh berlalu. Bahkan seperti tidak ada kisah sama sekali setelah aku menolaknya. Bukan karena aku tidak menyukainya, hanya saja aku rasa belum tepat untuk menjalin sesuatu yang baru di tempat yang masih baru.

Di sekolah yang baru, aku butuh lebih banyak teman. Jika aku berpacaran dengannya, maka waktuku dan pergaulanku tentu saja akan terbatas karena statusku. Aku sudah ungkapkan itu namun dia tak mengerti.

Hari terus berlalu, Adi mulai tidak menyukaiku di kelas. Dia terus menempatkan aku di posisi yang serba salah dan akhirnya sering bermasalah dengan teman sekelas. Ria, berusaha netral selama ini. Ria tidak tau kisah pohon rindang itu. Namun melihat Adi yang berubah drastis, aku yakin Ria bisa membaca apa yang terjadi.

Aku keluar dari pramuka, karena lelah menghadapi Adi. Aku beralasan karena ingin fokus di tim olimpiade.
Aku benar-benar fokus di tim olimpiade. Selain itu satu-satunya jalan menghindari Adi, olimpiade adalah tempat aku bertukar pendapat dan cerita. Aku benar-benar diterima dengan baik disana. Terutama diterima oleh Wildan.

"Ayo ngomong dong Wardah, jelaskan pada ibu" kata bu Ana memecahkan lamunanku.

"Iya bu, maaf. Saya yang salah kemarin, harusnya saya meminta maaf pada Adi karena mengeluarkannya dari grup kelas" ujarku seolah merasa bersalah.

Sebenarnya aku memang berniat mengeluarkannya dari grup WA kelas. Aku kesal karena dia terus memojokkanku.
"Yasudah, kamu jangan ulangi lagi ya. Dan yang penting, kamu minta maaf dengan tulus pada Adi sekarang!" balas bu Ana.

"Baik bu" kata terakhir yang kuucapkan dan lantas undur diri.

Aku menemui Adi langsung ke kantin. Dia sedang duduk bersama yang lainnya termasuk Ria. Aku bediri tepat di sampingnya.
"Adi, aku minta maaf yaa" kataku menepati janji dengan bu Ana.
"Untuk apa?" tanyanya tanpa menoleh namun mengenali suaraku.

"Aku sebenarnya kesal malam itu karena kamu terus salah-salahin aku. Jadi aku marah. Jadi aku gak sengaja..." kugantungkan kalimatku yang aku yakin dia mengerti.

"itu ya fungsinya saat kamu minta jadi admin grup?" tanyanya menatap sinis.

Aduhh... Bikin kesal aja ni si Adi. Untuk apa membahas yang udah jauh berlalu yang dia tau persis jawabannya pasti tidak. Mana mungkin kita minta dijadikan admin untuk mengeluarkan orang yang menjadikan kita admin. Ada ada saja.

"Enggak gitu di, duhh... Aku minta maaf pokoknya ya, tidak dimaafkan juga gak apa apa, jangan ajak debat" kataku mulai kesal.

"Enggak ikhlas banget minta maaf" katanya lagi sambil menyantap bakso di depannya. Aku berlalu begitu saja tanpa menghiraukannya lagi. Aku menuju ibu yang jual bakso dan membayar pesanan Adi. Selanjutnya aku berjalan menuju kelas dengan muka tidak santai.

PaguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang