11

22 1 0
                                    

April 2017

Sudah hampir sebulan Ryan tinggal di rumahku. Ayah dan bunda sudah tidak pernah pergi keluar kota lagi. Bunda sepertinya sedang beralih peran menjadi ibu rumah tangga. Hari-harinya terus mempelajari bagaimana kebiasaan mamanya Ryan.

Setelah kepergian kedua orang tuanya, Ryan telah melakukan terapi psikologi di rumah sakit. Mungkin hanya dua atau tiga pertemuan saja, sepertinya Ryan sudah bisa menyesuaikan diri dengan semuanya lagi.

Ayah mengantar Ryan kembali ke Puri. Semua kebutuhan Ryan benar-benar di tanggulangi oleh ayah. Namun satu bulan setelah itu Ryan menelpon ayah dan mengatakan sulit tidur terus. Ryan sekarang sudah jauh lebih kurus dari dulu. Ayah bunda mulai khawatir dan menyarankan Ryan untuk pindah ke sekolahku.

Awalnya Ryan tidak mau, memaksakan diri menjadi anak yang membanggakan orang tuanya karena sekolah di Puri. Namun, Ryan menyerah setelah dilarikan ke rumah sakit setempat karena pingsan di tengah jalan. Saat itu ayah bunda benar-benar panik dan langsung menjemput Ryan ke Puri.

Hari ini Ryan adalah hari pertama sekolah bagi Ryan. Kami berdua diantar ayah menuju sekolah. Sesampainya di sekolah, aku langsung menuju kelas namun ayah dan Ryan menuju ruang guru.

Seperti biasa, Adi masih menjadi Adi. Terus saja mengikutiku dan menggangguku dengan tatapannya yang penuh perasaan. Aku juga sudah sulit berteman di kelas karena cewek-cewek di kelas rata-rata menyukai Adi. Bahkan Ria, walaupun dia tidak bilang namun aku tau dia juga sedikit tertarik dengan Adi yang rupawan dan cerdas.

Dua hari lalu aku dilabrak oleh geng yang diketuai Calista, murid paling cantik di kelas sebelah. Mereka memarahiku seolah dunia ini berputar untuk mereka. Aku bisa saja mengikuti permainan mereka dan ikut adu kekuatan tangan menarik rambut, namun aku tidak melakukannya. Aku takut membuat masalah besar di saat keluargaku sedang memusingkan keadaan Ryan. Namun aku berjanji akan membalas mereka.

Aku duduk di samping Ria. Memutar-mutar pulpenku menunggu Ria selesai menyontek PR ku. Tiba-tiba bu Ana masuk,

"Assalamualaikum anak-anak" sapa bu Ana diikuti Ryan di belakangnya.

"Waalaikumsalam" jawab kami nyaris serentak.

"Hari ini kalian punya kawan baru" ujar bu Ana sambil tersenyum.

Teman-temanku mulai berbisik. Adi menatap Ryan tidak senang dan aku benar-benar melihat itu. Beberapa perempuan mulai mengedipkan sebelah mata pada Ryan. Melihat reaksi perempuan di kelasku aku berpikir beribu kali apakah Ryan ganteng?

"Hai, aku Aryan Wijaya. Aku pindahan dari SMA N 1 Puri" ujar Ryan sambil tersenyum.

"Wahh senyumnyaaa manis bangett. Aku bisa mati kalau dia senyum terus" bisik Ella pada temannya yang di belakangku.

Aku tertawa mendengarnya.

Kelas kembali riuh karena kegiatan saling bisik. Bu Ana menenangkan kelas dan memberi perintah Ryan duduk mencari kursi kosong. Ryan duduk di pojokan kiri. Dia duduk dan bersalaman dengan teman-teman di sekitarnya. Bu Ana meninggalkan kelas dan digantikan dengan Bu Ayu, guru Matematika.

"Hey Ria, jangan bengong aja. Bu ayu bentar lagi nyuruh kita kumpul PR" kataku sambil mengagetkan Ria.

Ria terkejut dan menatapku tajam.
"Kita harus segera kenalan sama anak baru itu Dah, Eye catching banget" ujarnya masih menatap ke arah Ryan.

"Bodo amat. Eye catching dari mana? Hitam gitu orangnya" ujarku tak hirau sambil menunggu bu Ayu mengabsen namaku.

"Hitam apanya. Itu namanya kekar" ujarnya masih menatap.

PaguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang