09

17 2 0
                                    

"Assalamualaikum... Masya Allah temennya Wildan yaa, kenalkan aku Rossa" sapa seorang perempuan berjilbab panjang yang langsung menjabat tanganku dan memelukku hangat.

Dia memang cantik. Perempuan tercantik yang pernah ku lihat. Aku penasaran, mungkin jika aku melihat rambutnya aku bisa menilai kecantikannya lebih banyak.

Wajah yang putih bersinar, tidak ada jerawat dan jelas sekali belum tersentuh skin care itu menatapku sambil tersenyum terus. Saat berjabat tangan, aku merasakan kelembutan tangan yang sepertinya tidak pernah melakukan hal berat. Beda dengan tanganku yang sudah kekar karena sering jatuh dari sepeda.

Aku membalas senyumnya.

"Waalaikumsalam, iya.. Aku Wardah" sapaku berlagak normal.

"Ayo kita duduk disana" ujarnya lagi sambil memegangi tanganku.

Dia menunjuk ke sofa di loby gedung tempat kami berlomba olimpiade.
Aku mengangguk.
Jalannya yang santai, kata-katanya yang lembut serta duduknya yang anggun lengkap dengan setelan sederhana bernuansa biru muda membuat aku dapat langsung menyimpulkan bahwa dia kandidat berat yang harus kusaingi.

Kami duduk bersampingan di sofa loby.
"Aku pernah dengar kamu dari Wildan" ujarnya menepuk pundakku.

"Oh iyaa, mengapa kamu langsung mengenaliku?" tanyaku pensaran.

"Tentu saja. Kamu kan pakai baju seragam sekolahnya Wildan. Dan kamu juga sesuai dengan ciri-ciri yang Wildan deskripsikan" katanya sambil meneguk air dari botol minumnya.

"Wildan deskripsikan? "tanyaku terkekeh sok ramah.

"Iyaa, dia bilang kamu manis" kata Rossa sambil menatap hapenya sebentar.

Aku tersentak dan langsung memandangnya. Jantungku berdetak kencang, aku menyimpulkan terlalu cepat.

"Hahaha Wildan memang gitu ya, semua orang dia bilang manis. Kau tahu, dia dulu pas SD pernah bilang punya penyakit diabetes karena terlalu banyak lihat yang manis-manis, hahaha bayangin saja, anak SD sudah tau diabetes ahaha" tawanya lepas seperti tak ada beban dan tak ada niat menyakiti.

Namun aku tersenyum patah. Lagi-lagi patah. Sepertinya aku patah bukan karena orang yang menyakitiku, namun karen ekspektasiku terlalu tinggi. Sepertinya Wildan memang melihat banyak orang seperti gula.

"Wildan bilang wardah itu kulitnya putih berlesung pipit. Ada tahi lalat dipipinya, tepat seperti yang ku bayangkan. Wardah memang cantik masyaAllah" ujarnya menghiburku saat tatapanku mulai jatuh ke lantai.

Terlihat Wildan dari kejauhan melihat kami dan menghampiri kami.
"Assalamualaikum" Wildan menghampiri dan langsung duduk di depan kami.

"Waalaikumussalam.. Aku langsung mengenali Wardah loh" jawab Rossa dengan santainya.

"Hahahha.. Gampang kan? Kan ciri-cirinya lengkap" ujar Wildan sambil memperhatikan botol minum Rossa.

Mereka terlihat asyik. Aku hanya mengikuti suasana. Saat mereka tertawa, aku pun tertawa. Walau tanda tanya besar bergantung dipikiranku.

"Masih disimpan ternyata" ujar Wildan meletakkan botol minumnya.

Oh, itu dari kamu Wildan? Baik banget kamu ngasih botol cantik itu ke Rossa..

"Haha.. Iya. Untuk apa beli lagi kalo yang ada masih bagus. Mubazir" jawab Rossa tak sungkan.

Kamu memang ingin menyimpannya, tidak ingin dia rusakkan? Kamu suka pemberian Wildan kan?

"Eh Wardah, mukamu kok bingung gitu? Aku ngomongin ni botol minum. Dulunya aku beliin untuk Rossa"

Aku sudah tahu. Bisakah botolnya kuremukkan sekarang?

PaguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang