08

41 3 0
                                    

Sore ini hari keberangkatan menuju Puri. Aku sudah siap berada di dalam bus bersama teman-teman dari sekolahku dan ditambah beberapa guru. Tempat duduk sudah diatur oleh guru sedemikan rupa. Aku duduk ditengah-tengah menghadap jendela.

Bus Pemda yang kami gunakan ternyata tidak lebih nyaman dari bus wisata kelasku. Namun semuanya relatif baik-baik saja. Perjalanan ini membutuhkan waktu lebih dari 8 jam hingga sampai di Puri. Malam ini akan menjadi malam yang panjang di bus. Suasana hati yang biasa-biasa saja dengan kadar sedikit sakit hati mengenai gelang kemarin membuat aku memutuskan untuk tidak terlalu ekspresif.

Kulihat teman-teman dari olimpiade matematika mulai mengeluarkan kamera dan mulai berfoto dengan sesamanya. Beberapa dari tim ekonomi juga melakukan hal yang sama, menggunakan hape untuk berfoto dan mengupdate status.

Aku memandangi timku. Semuanya kutu buku, tak ada yang suka berfoto. Semuanya hanya duduk melipat tangan menunggu mobil melaju. Aku mencari-cari Wildan. Ketemu. Dia duduk di paling belakang bersama teman-teman yang lain yang rata-rata laki-laki. Sebagian dari mereka mengeluarkan harmonika dan mulai bernyanyi sambil bercanda. Guru tidak melarang, malah guru menganjurkan kami melakukan apapun yang menyenangkan tidak stress dan gugup.

Kupandangi Wildan sekali lagi. Yup, dia paling ganteng diantara teman-temannya yang lain. Dia paling bersinar dan paling teduh diantara manusia lainnya di bumi ini.

Lamunanku terhenti saat seorang perempuan duduk disampingku.

"Aku duduk disini ya Wardah..."  sapanya ramah sambil menunjuk kursi kosong disebelahku.

"Iya Mel, duduk aja" jawabku pada Imelda yang sudah lama kuketahui namanya namun tak pernah saling menyapa. 

"Mel, aku lupa. Kamu tim mana?" tanyaku memulai percakapan.

"Astronomi dah, kamu kimia kan" jawab Imel sambil menyusun tas dibawah kakinya.

Aku mengangguk. Imelda duduk santai sambil berselancar di hapenya. Membalas banyak chat yang sudah bertengger lama di media sosialnya. Aku melirik sedikit, namun tidak tertarik. Tak lama kemudian, mobil melaju.

Aku memeluk bantal strawberry yang ku bawa untuk sandaran kepala. Memandang alam yang semakin gelap. Kami sudah berhenti dua kali untuk makan dan shalat isya. Beberapa dari temanku mulai terlelap. Beberapa dari mereka masih saling ngobrol tapi sudah tidak intens. Imelda masih memegang hapenya membalas chat entah dari siapa.

Kulirik belakang ke arah Wildan, dia belum tidur. Masih menikmati musik dengan earphonenya.

"Kamu gak bisa tidur?" tanya Imelda.
Aku menggeleng.

"Jangan dipaksa jika tidak bisa. Kita ngobrol saja" katanya.

"Tentang apa?" tanyaku heran.

"Tentang apa saja" kata Imelda.

Lagu lawas bus yang mulai mengalun lebih kencang mendukung teman-temanku tidur lebih nyenyak.
Aku belum tau ingin ngobrol apa dengan Imelda. Aku memandang keluar jendela mendapati bintang yang berhamburan di angkasa.

" Semua bintang-bintang itu punya nama" ujar Imelda lagi saat melihatku tak berhenti menatap bintang.

"Benarkah?" tanyaku memandang Imelda.

"Nah yang itu namanya altair, dia bintang tercerah di rasi Aquila, bintang tercerah kedua belas di langit malam. Kamu tahu Altair berputar sangat cepat kira-kira kecepatan 286 km / detik" ujarnya mantap.

"Wahh hebat sekalii. Aku tak pernah mendengarnya, jika memang dia kedua belas, lalu siapa yang lebih cerah darinya?" tanyaku penasaran.

"Banyak, matahari juga salah satu bintang ya. Selain matahari, ada sirrius,  canopus, arcturus, vega, rigel, hadar..." jawabnya mulai mengabsen.

PaguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang