07

19 2 2
                                    

01 Januari 2017

Setelah pulang dari luar kota mengunjungi ayah bunda dalam sepekan, akhirnya aku dan kedua abangku pulang ke rumah. Ternyata menyenangkan sekali berkumpul dengan keluarga. Seluruh kekuatan dari alam bawah sadar mengapung di atas permukaan  mata yang berbinar.

Saling menatap, saling memeluk, saling bercanda dan saling memahami ternyata konsep keluarga seutuhnya. Menceritakan pengalaman menyetir pertamaku menjadi hal yang terus diulang-ulang. Ayah bunda bersyukur aku baik-baik saja. Namun aku membuat janji dengan ayah untuk tidak mengulangi hal yang membahayakan diri lagi.

Bunda bilang tak bisa ikut pulang, namun tepat di hari lombaku, bunda dan ayah akan meluangkan waktu menyusul ke Puri. Aku berbaring menatap atap kamarku, bergumam panjang. Mengulang setiap kenangan saat berkumpul dengan bunda dan ayah. That is true, all we have is now. Bahkan sekarang yang kupunya hanya kenangan masa lalu. Namun kenangan itu pernah ada bukan sekedar khayalan belaka, aku benar-benar  mensyukurinya.

Sebuah notif WA membuyarkan pikiranku.

081xxxxxxx21 : Assalamualaikum wardah

Wardah: Waalaikumsalam.

081xxxxxxx21: Maaf mengganggu, ini Wildan, dah.

Read.

Jantungku tiba-tiba berdegup lebih kencang. Hiruk pikuknya suara musik yang di stel bang Hilal di ruang tengah serasa terhenti. Aku hanya mendengar detakan jantungku sendiri. Aku menyimpan kontaknya dan berusaha melanjutkan percakapan senormal mungkin.

Wardah : Oh iya Wildan, kamu ganti no ya?

Wildan : Enggak kok. Aku cuman pakek nomor ini dari dulu.

Wardah: Lalu ini nomor siapa 081xxxxxxx44 ?

Wildan : kamu dapat dari mana? Itu nomor ayahku.

Hah? Aku kaget luar biasa. Untung saja tidak pernah kuhubungi selama ini. Hampir saja ya Allah...  Namun Aku benar-benar penasaran kenapa nama tersebut ada di mading ruang olimpiade atas nama dia.

Wardah : Nomor itu dipajang di mading ruang olimpiade loh..

Wildan : Hahaha iyaa, aku yang nulis. Jadi kalo telat datang mereka langsung telpon ayahku.

Wardah: serius? Pernah memangnya?

Wildan: Pernah, pernah sekali aku males banget ke sekolah. Akhirnya tentornya nelponin nomor yang tertera disitu. Ayahku di telpon dong, tapi ayahku kan di kantor. Tentornya akhirnya minta maaf sudah mengganggu. Ahahahaha.

Aku terkekeh. Ada-ada saja. Aku sekarang lebih mengenalnya sebagai orang yang suka nge-jailin orang.

Wardah : untung kamunya gak kena hukum

Wildan: Iya aku belum sempat ganti, tapi buat apa diganti. Aku udah gak di olimpiade lagi.

Aku pura-pura tidak tahu.

Wardah : Serius? Kenapa?

Wildan: Serius. Aku gak semangat lagi. Gak ada teman yang seru juga kayak kamu.

Wardah: Hahaha,, apa sih maksudnya? Aku kan tetap di olimpiade.

Wildan: Aku dengar kamu jadian sama Adi. Aku doain kamu cepat putus.

Aku mendengar jantungku berdetak lagi. Tak ada suara yang kudengar selain itu. Otakku sepertinya sedang sukarela memproduksi hormon endorfin, sang hormon cinta. Badai endorfin dan serotonin di otakku membuat aku benar-benar bersayap dan siap terbang ke angkasa.

PaguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang