Gelap malam cepat merayap digantikan pagi hari yang sedikit mendung. Netraku terpaku pada sebuah apel di genggaman. Apel yang diberi Yasa kemarin, aku belum mengigitnya sedikit pun. Sepertinya buah ini akan tetap utuh, aku sedang tak ingin memakannya.
Semalam aku kembali bermimpi, mimpi yang mungkin hanya berdurasi sekian detik. Aku memeluk Kemal, seolah kami sudah saling mengenal lama. Tak ada mimpi yang aneh seperti kemarin. Namun, bukankah ini juga aneh? Bagaimanapun aku baru bertemu dengannya sekali. Kuharap malam nanti tak ada bunga tidur yang aneh lagi.
Aku melangkah keluar menuju kediaman keluarga Warman. Di sana keempatnya sudah menunggu, kami berangkat dengan berjalan. Tak ada obrolan yang terjadi, suasana teramat canggung. Sebenarnya aku tak begitu mempermasalahkan pengusiran yang terjadi kemarin.
"Hey, katakan sesuatu! Kenapa semuanya diam? Ayolah!" Kemal mencoba memecah keheningan yang menggelayut.
"Niana kau sudah sarapan sebelum ke sini?" Yusa juga mungkin bermaksud sama.
"Tentu. Bagaimana denganmu?"
"Sudah juga," balasnya.
"Ah, Niana! Kulihat kau suka berlari cukup cepat. Kau tertarik jika mengikuti lomba?" Semua mata menatap Yasa.
"Jika berkesempatan aku ikut. Tapi di desa ini tak pernah diadakan lomba seperti itu," jawabku.
"Wah ... di kota sering diadakan, biasanya seminggu sekali. Bagaimana jika kita ke sana? Kami berempat akan ikut berlomba bersama."
Aku menyetujui saran Yasa. Namun, untuk pergi ke kota tentu akan menggunakan kendaraan. Sementara telingaku begitu sensitif pada suara berfrekuensi tinggi seperti suara benda itu.
"Maaf. Aku tidak bisa." Aku menjadi tidak bersemangat.
"Kenapa? Ada masalah? Katakanlah." Kemal buka suara.
Melihatnya aku jadi ingat pada mimpi semalam, mimpi yang aneh. "Untuk pergi ke sana tentu kita akan menggunakan kendaraan, sedangkan aku tidak bisa. Telingaku sangat sensitif pada suara-suara nyaring."
Yusa dan Yasa manggut-manggut. Sedangkan Kemal terus menatapku dengan senyum yang selalu ia tunjukkan. Berbeda dengan Rival, lelaki itu memilih memalingkan muka.
"Itu masalah mudah, Kemal ahli dalam hal itu," ujar Yusa.
"Ya, aku sering melatih pendengaran orang-orang sepertimu. Biasanya hanya butuh waktu hitungan menit," imbuh Kemal bersemangat.
"Baiklah, semoga berhasil juga untukku." Tak begitu yakin, tapi tak ada salahnya untuk mencoba. Kuletakkan termos air di bawah salah satu pohon, kami sudah tiba. "Lanjutkan nanti, saatnya kita bekerja."
Waktu bergulir begitu cepat, guratan senja mulai hilang ditelan gelapnya malam. Pekerjaan terbilang cepat terselesaikan, sebab dibantu dua puluhan pekerja tetap di sini. Dengan semua orang itu kurasa mereka sudah lebih dari cukup untuk membantu memanen, tak perlu ada aku.
Jam tanganku telah menunjukkan pukul 6.12, di luar sana sudah gelap. Kami berempat duduk melingkar dengan api unggun kecil sebagai penerang, sedang beristirahat. Para pekerja sudah pulang lebih dulu. Aku dan Kemal sibuk sendiri. Lelaki itu tengah menuntunku untuk mengontrol pendengaran, memang bukan waktu yang tepat. Namun, Kemal memaksa, aku terima saja.
"Ayolah, kau hanya perlu konsentrasi dan lakukan apa yang kusuruh tadi. Kau Pasti bisa." Ia menyemangatiku.
"Kuusahakan." Kelopak mata perlahan menutup netra, mencoba berkonsentrasi. Ibu jariku mengusap bagian belakang telinga, sedikit sulit. Suasana sekitar terasa begitu sunyi, tubuhku pun seakan melayang dan kembali memijak bumi. Mencoba terus fokus meski suhu lingkungan menjadi lebih dingin dari biasanya.
"Niana," bisik Kemal. Suaranya terdengar sangat jauh, jauh sekali. Ketakutan menyeruak masuk, mataku terbuka. Cahaya putih sangat menusuk mata, lenganku sigap melindungi. Perlahan cahaya itu menghilang. Netra menjelajahi sekitar, mencari keberadaan keempat lelaki yang sejak pagi bersamaku. Namun, nihil. Aku berada di sebuah hutan, tak ada seorang pun. Sunyi. Hanya kicauan burung dan aliran air yang terdengar. Aku di mana?
Aku duduk sejenak pada sebuah pohon tumbang, mencoba mengingat-ingat kembali apa yang kulakukan sebelum ini. Namun, tak ada apa pun yang melintas. Kosong.
Aku melangkah ke arah datangnya suara aliran air, mungkin saja ada seseorang yang bisa kutanyai di sana. Tak begitu jauh berjalan, aku menemukan sebuah sungai yang cukup lebar dan seseorang yang memakai jubah hitam bertudung, dia wanita.
"Permisi." Aku melangkah, mendekat dengan waspada.
Dia menoleh, lantas menghadap sepenuhnya padaku. Tatapannya begitu tajam, tapi ada sesuatu yang membuat tatapan itu malah meneduhkan bukannya menakutkan bagiku. Ia mengernyit, ekspresinya seperti orang yang kebingungan.
"Siapa?" tanyanya.
"Aku ... aku Niana," ucapku terbata.
Ia diam sejenak, sembari netranya menjelajahi tubuhku. Pandangannya terlihat gelisah.
"Niana Greyn?""Da ... dari mana kautahu namaku?" Ya, pertanyaan itu meluncur begitu saja. Bagaimanapun kami baru bertemu sejak beberapa menit yang lalu, dan dia mengetahui keseluruhan namaku tanpa kuberitahu lebih dulu? Aneh!
"Itu tidak penting. Kita harus menemui seseorang," ujarnya dingin. Ia menarik lenganku, memaksa agar aku mengikutinya.
"Hey! Kau mau bawa aku ke mana?" Aku berusaha lepas dari cengkramannya. Namun, semakin kuat aku berusaha, cengkraman tangannya semakin kuat pula. "Lepaskan aku!" teriakku.
"Sttt ... diamlah, Nona. Aku tidak akan melakukan apa pun padamu. Diam dan ikuti saja!" serunya, lensa coklatnya menatapku. Walaupun suaranya menghadirkan aura dingin, tetapi tatap matanya tetap meneduhkan. Membuatku percaya, dan menuruti perkataannya.
Cengkraman yang menyakitkan telah hilang, wanita aneh ini membiarkanku berjalan sendiri untuk mengikutinya. Celana selutut yang kukenakan membuat ranting-ranting kering leluasa menggores kulitku, beberapa goresan menghadirkan darah beserta rasa perih.
Lama berjalan, sebuah perkampungan tampak dari kejauhan. Syukurlah, kukira wanita ini akan membawaku ke mana. Kami terus berjalan, menuruni bukit yang di bawahnya terdapat sungai kecil, airnya tidak terlalu dalam. Terdapat batu-batu yang disusun berjejeran, mungkin sebagai tempat untuk menyeberang. Aku meminta berhenti sejenak, lumayan lelah. Kubasuh wajahku, air di sini begitu segar. Aku duduk di sebuah batu dengan kedua kaki berselenjor pada batu yang lain. Goresan serta darah yang sudah hampir kering memenuhi kakiku, kaki yang malang.
"Jangan dibasuh, nanti darahnya akan kembali mengalir. Ayo, nanti kuobati jika sudah sampai." Ia berbalik setelah mengatakan itu, dan berjalan meninggalkanku.
Aku berdiri, bermaksud menyusulnya. Namun, segerombolan burung berbagai jenis mendatangi sungai dan minum di depanku. Aku terpukau, rasanya tak ingin melewatkan kesempatan langka ini.
"Nona! Cepatlah!" Wanita itu kembali meneriakiku. Kukira dia benar-benar sudah meninggalkanku.
Aku menyusulnya, sebentar lagi kami akan tiba di perkampungan. Suara percakapan orang-orang sudah terdengar walau jaraknya terbilang sedikit jauh.
Wanita itu memintaku untuk menunggu di bawah pohon, sedang ia pergi memasuki perkampungan. Tak lama, ia kembali dengan sebuah jubah hitam bertudung persis seperti yang ia kenakan.
"Gunakan ini, agar kau tampak seperti orang-orang di sini." Ia memberikan jubah itu padaku. "Cepatlah! Sebelum ada yang melihatmu."
Jubah ini begitu cocok di tubuh tinggiku, aku menyukainya. Kami mulai berjalan memasuki perkampungan, begitu ramai. Benar, semua orang memakai jubah sepertiku dan wanita ini. Namun, yang membedakan mereka semua memakai sebuah benda seperti lencana di sisi kanan jubah.
"Mereka adalah clan Hepsin, kalian biasa menyebut mereka landak," terangnya sembari tetap berjalan.
Aku terkekeh, membuat orang-orang yang berlalu lalang melirik padaku. Tatapan mereka tajam, membuatku sedikit takut. Wanita itu menarikku ke tubuhnya, dan membisikkan, "Usahakan agar tidak menarik perhatian siapa pun. Aku tidak bercanda. Mereka benar landak, hanya saja mereka bisa merubah wujud layaknya kalian, manusia."
"Layaknya kalian manusia? Memangnya kau bukan manusia apa?" Aku balik berbisik padanya. Suhu tubuhku terasa dingin, ketakutan mulai menyerangku.
"Bukan."
![](https://img.wattpad.com/cover/208066364-288-k916350.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Beta & Omega (On Going)
RandomTidak ada penjabaran. Langsung cek aja, pasti kepincut sama cerita ini :" Best cover karya @seaaddison 💕 221219