Chapter 06

47 3 0
                                    

Aku terpukau pada kupu-kupu yang terbang berkoloni di seberang sana, sangat indah. Sedikit jauh kususuri, hingga seketika aku tertegun. Sungai ini menumpahkan airnya ke bawah, menciptakan sebuah air terjun. Suara aliran air lebih kuat di sekitar sini.

Aku berdiri di tepian lereng, di sisi kananku adalah sungai. Di sini, sinar mentari leluasa mengenai tubuhku, anginnya pun bertiup sedikit kencang. Bisa kulihat hamparan hutan yang teramat luas di bawah sana begitu indah, seakan tak berujung. Oh tidak! Aku baru menyadari sesuatu, aku tersesat! Aku berbalik cepat, bermaksud untuk memutar balik. Namun, kakiku terpeleset. Aku merasakan tubuhku melayang sekarang.

"Tidakkk!"

Teriakanku menggema, memantul pada lereng curam. Tubuhku terasa begitu ringan, perutku seperti diaduk-aduk. Aku ingin muntah. Namun, keadaan tak mendukung, tubuhku sedang melayang semakin lama semakin cepat. Kuyakin tubuhku akan membentur permukaan air tak lama lagi.

"Tolong akuuu!" teriakku putus asa. Aku sesenggukan, air mata telah membanjir. Aku begitu ketakutan saat ini! Tubuhku melayang jatuh begitu cepat, daratan tempatku terpeleset tadi sudah tampak sangat tinggi. Aku mencoba tenang, kupejamkan mata. Mungkin di sini memang akhir dari perjalanan hidupku.

Deru air yang membentur batuan mulai terdengar jelas, yang artinya daratan tak lagi jauh. Aku tak bisa membayangkan bagaimana tubuhku setelah membentur bebatuan yang mungkin berukuran besar di bawah sana.

Tak lama, tubuhku membentur sesuatu, bukan air, bukan! Tubuhku seakan kembali naik ke atas, kuraba permukaan yang ada di bawahku, lembut tapi juga kasar. Entahlah aku bingung. Kucoba membuka mata perlahan, aku terperangah. Bulu hitam memenuhi pandanganku, kuteliti lagi dan netraku bertemu dengan kepala. Tanganku terulur mengusap jejak air mata yang masih begitu basah.

Kukedipkan mata bekali-kali, memastikan apa yang tengah ditangkap oleh indra penglihatannku. Sulit dipercaya. Aku sedang menunggangi seekor elang hitam berukuran sangat besar yang sangat mirip dengan yang ada pada mimpiku. Jantungku berdegub tak karuan, rasa kagum, takut, dan lega karena selamat dari air terjun bercampur menjadi satu. Namun, aku tidak sepenuhnya lega, kemana tujuan hewan ini bahkan aku tak tahu-menahu.

Lama aku di bawanya terbang, meski hanya berputar di daerah itu saja. Ini adalah kali ke dua belas elang ini membawaku berputar, kuakui ini cukup menyenangkan. Rambut panjangku yang memang kuurai begitu saja disapa oleh angin membuatnya menari bebas. Perlahan, hewan itu menukik tajam ke daratan yang kurang ditumbuhi pohon hanya ada semak belukar saja, aku bersyukur karena kecepatannya tidak membahayakan. Aku diam, berusaha untuk tetap tenang, meski rasa waswas menghantui. Namun, kurasa hewan besar ini tidak berniat untuk memcelakaiku, semoga saja.

Lama kami dalam posisi tak beranjak sama sekali, aku masih menunggu apa lagi yang akan dilakukan oleh hewan besar ini. Aku menopang dagu dan duduk bersila pada punggungnya, hewan itu masih bergeming. Kulirik ke bawah, sedikit ngeri. Aku sedang berada diketinggian sekitar lima belas meter dari permukaan tanah, merupakan hal bodoh jika aku memaksa melompat untuk pergi menjauh dari burung besar ini.

Tiba-tiba tubuh besar hewan itu merendah, mungkin dia baru saja menekuk kakinya. Meski begitu, tetap saja masih terbilang sangat tinggi. Sayap lebarnya terulur menyentuh tanah. Aku mengerti maksudnya, meski ragu, kuluncurkan tubuh pada sebelah sayap miliknya.

"Au!" Tubuhku membentur tanah, dan terguling beberapa meter. Buruknya sikut bagian kananku membentur batu berukuran dua kali kepalan tangan orang dewasa. Darah mengalir dari sana. Rasa sakit beserta keram yang mendominasi sangat menyiksa.

Aku bangkit, lalu mendudukkan diri dengan lengan kiri sebagai penopang dan lengan kanan yang selalu aku luruskan. Saat ini menekuknya merupakan hal bodoh, karena rasa keram dan nyeri masih begitu menyiksa.

Sesekali aku meringis, di hutan seperti ini aku harus meminta tolong pada siapa? Di sini hanya ada aku dan elang besar yang kini sedang berdiri kokoh dan sangat tinggi di hadapanku. Matahari sama sekali tak menjamah tubuh sebab sinarnya terlindung oleh tubuh tinggi hewan itu.

Perlahan, debu-debu di sekitaran berterbangan akibat angin yang disebabkan oleh kepakakan sayap hewan itu. Tak lama, ia pergi, terbang meninggalkan aku sendiri dengan luka dan nyeri pada seluruh tubuhku.

Netra menjelajahi sekitaran, suara air terjun samar-samar terdengar. Kukira tadi elang itu akan mendarat di dekat air terjun, tapi kenyataannya buruk sekali. Aku berada di tempat yang tidak aku lewati saat ke sini. Namun, aku percaya tempat ini tak begitu jauh dari tempat air terjun itu berada.

Aku berdiri, berdiam diri di tempat bukanlah hal yang tepat untuk sekarang. Aku akan kembali ke tempat air terjun dan mencari jalan pulang. Ide menaburkan potongan kecil ranting pada jalan yang kulewati rupanya memang berguna, meski aku masih harus ke tepian sungai tempat terakhir aku menaburi potongan ranting.

Beta & Omega (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang