Sebuah amplop berisikan lembaran uang berpindah ke tanganku, upah atas pekerjaan kemarin. Ketiga putra Pak Warman dan Kemal mengunjungiku.
"Ngomong-ngomong, terima kasih sudah membawaku pulang semalam." Aku menatap keempat pemuda di hadapan. Senyum selalu menghiasi mereka, kecuali Rival tentunya.
"Santai saja. Maaf sudah membuatmu kelelahan kemarin. Lain kali kami tidak akan merepotkanmu lagi," balas Yasa. Ada semacam penyesalan di wajahnya.
"Ah, tidak. Mungkin aku yang memang terlalu lemah, bukan kesalahan kalian," elakku cepat.
Hening. Semuanya diam, kehabisan topik pembahasan lebih tepatnya.
"Niana, kau bermimpi sesuatu semalam? Mm ... aku tahu ini privasimu, tapi semalam kau mengigau. Kami bingung, sebenarnya kau pingsan atau tidur," tanya Yusa setelah sebelumnya berbatuk kecil. Ia terlihat tampan dengan jaket biru lautnya.
"Ah? Benarkah? Aku mengatakan apa saja semalam?" cerocosku, meski sedikit malu.
"Kau seperti sedang membentak seseorang. Yang kuingat kau berbicara seperti ini, 'Kau ingin membawaku ke mana? Lepaskan aku!' apa yang kau mimpikan?" terangnya, ia mempraktekkannya dengan baik meski terkesan sedikit lucu.
"Oh, semalam aku bermimpi dibawa oleh seorang wanita baya, namanya Lintang. Dia membawaku ke sebuah perkampungan, lalu wanita itu mengatakan bahwa orang-orang di sana adalah clan Hepsin, di alam kita disebut Landak." aku menenggak setengah gelas kopi, tenggorokanku sedikit kering. "Sudahlah. Tidak ada yang penting, itu hanya sebuah mimpi yang aneh ," sambungku.
"Justru karena aneh, mungkin saja mimpi itu ingin menunjukkan sesuatu untukmu." Kemal menimpali, jemarinya mengusap dagunya mungkin sedang berpikir.
"Haha ... mengapa terlalu serius? Itu hanya mimpi." Lihatlah, mereka terlampau serius dalam menanggapi sesuatu, padahal itu hanya sebuah mimpi. "Ah, Kemal. Ngomong-ngomong dalam mimpiku semalam, aku bisa mendengar percakapan dengan sangat jelas bahkan orang itu berbisik sekecil-kecilnya. Hebat, 'kan?"
"Benarkah? Memangnya siapa yang berbisik? Dan apa yang mereka bisikkan?" Yusa memotong cepat. Tak kusangka mereka begitu tertarik dengan mimpiku.
"Aku mendengar kakek tua yang bernama Jlis mengatakan 'Dia manusia? Mengapa kau membawanya ke rumahku?' setelah itu aku menyela dan terbangun."
"Yah! Mengapa kau menyela mereka, padahal kau bisa mengetahui sesuatu dari mereka." Wajah Yasa tampak kecewa.
"Sudahlah, kalian terlalu serius! Ayolah, ini hanya mimpi."
"Tidak-tidak. Apa kau pernah bermimpi sesuatu yang aneh juga sebelum ini?" selidik Kemal.
"Ada, beberapa kali. Aku seperti diperlihatkan kembali aktifitasku seharian, dan keesokaan harinya aku bermimpi ada seekor elang hitam berukuran sangat besar mengikuti kita sewaktu pulang bersama. Hanya itu." Tentu saja aku tak mengatakan tentang satu mimpi yang sangat bodoh itu, tak terbayang akan seperti apa tanggapan Kemal nantinya jika kuceritakan.
Keempat pemuda itu tampak serius, tak terkecuali Rival.
"Elang hitam besar? Coba kau ingat lagi, mungkin ada sesuatu yang aneh pada mimpimu yang pertama," saran Yusa, Kemal dan Yasa mengangguk.
Kembali otakku membuka file-file pada memori, mencari kejanggalan pada mimpi pertama. Namun, aku tak menemukan satu pun keanehan. "Tidak ada."
"Hmm ... aku yakin ada sesuatu di balik mimpi-mimpi itu. Kau tertarik menceritakan kami jika bermimpi kembali? Ini menarik menurutku." Yasa menyesap kopinya hingga tandas, "ngomong-ngomong kopi buatanmu sangat enak." Pemuda yang lain ikut mengiyakan, menurutku biasa saja.
"Ya, bisa saja. Tapi aku yakin, mimpi seperti itu tidak akan datang lagi. Karena yang sebelumnya mungkin hanya kebetulan. Jadi, selamat menunggu ... terima kasih," balasku sedikit mengejek.
Mereka terkekeh mendengar elakkanku, suasana menjadi sedikit ramai dan tentunya hangat. Selepas itu mereka berpamitan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beta & Omega (On Going)
RandomTidak ada penjabaran. Langsung cek aja, pasti kepincut sama cerita ini :" Best cover karya @seaaddison 💕 221219