Bagian 5

4.4K 521 75
                                    

7 january 2020

-----
Bismillah dulu.

••••

Renjun menitikkan air matanya. Ia terduduk kaku sembari menangis dalam diam, raut wajahnya tenang mengisyaratkan emosionalnya yang sangat dalam, air mata bertubi-tubi membasahi pipi tembamnya.

Hatinya sakit, benar-benar sangat sakit. Mengingat apa yang sudah terjadi dua hari ini. Terasa seperti ada belati berhasil menembus bagian tubuhnya, terasa seberti besi panas menyiksa pernafasannya saat ini. Hatinya seolah disayat, Renjun tidak mengerti lagi mengapa sang Kuasa memberikannya takdir seperti ini.

Rasanya Renjun ingin bertemu dengan kedua orang tuanya saja.

Renjun memandang lurus keluar dinding kaca yang menampilkan jajaran kendaraan di bawahnya, sesekali melihat kelipan lampu-lampu yang menghiasi kota Seoul di sore hari. Ia terduduk kaku di sudut ranjang mewah berukuran besar dan berwarna putih, masih mengenakan tuxedo pernikahannya. Ia menunduk, menangis tersedu-sedu, sesekali menggigit bibirnya menahan isakan, rasa tembaga mulai menguasai indera perasanya. Renjunn tidak tahu, tidak perduli, ia hanya ingin menangis. Dan ingatannya terputar di kejadian dua hari lalu.

Seharusnya ia tahu, bahwa sosok Lee Jeno tidak pernah main-main dengan keinginannya.


— Flashback —

Sepulang dari membeli cincin, Jisung dan Renjun mengantarkan Ibu kembali ke rumah. Setelahnya Jisung mengantar Renjun ke rumahnya. Pasalnya Renjun tidak mau meninggalkan atau menjual rumahnya karena rumah itu memiliki banyak kenangan.

Jisung memarkirkan mobilnya kemudian turun, membukakan pintu mobil untuk Renjun dan kemudian keduanya berjalan menuju teras rumah Renjun.

"Kau mampir kan?" tanya Renjun.

"Tidak, aku ada urusan sebentar. Nanti malam aku akan kesini jika sempat." jawab Jisung.

Tapi kenapa terasa...

Dingin?

Renjun mengangguk paham dan kemudian Jisung memberikan kecupan singkat di dahinya. Jisung langsung berlalu. Renjun bingung melihat tingkah Jisung yang agak berubah, terlebih lagi sang Ibu. Saat di perjalanan pulang tadi, ketiganya hanya memakan keheningan di dalam mobil, dingin dan menusuk. Bahkan Renjun tidak berani untuk sekedar membuka pembicaraan melihat Jisung dan Ibu yang saling terdiam, Renjun fikir ada yang tidak beres dengan keduanya tetapi Renjun tetap memutuskan untuk mengunci mulutnya dan berniat untuk menanyakannya kepada Jisung nanti.

Malam harinya tepat pukul 11.30 KST, pintu rumah Renjun terketuk. Renjun berjalan kedepan dan membukakan pintu rumahnya, menampilkan Jisung yang masih mengenakan pakaian tadi, namun sedikit berantakan, dan jangan lupakan raut wajah Jisung yang dalam dan muram.

"Jisung kau kena—"

"Bisa kita bicara di dalam?"

Renjun terdiam, ia mempersilahkan Jisung untuk masuk dan duduk di sofa ruang tamunya. Renjun ingin membuatkan minuman namun Jisung menahannya, memerintahkan Renjun untuk tetap disisinya. Renjun pun mengiyakan dan mendudukkan diri di samping Jisung. Baru hendak bertanya, Jisung sudah terlebih dulu berkata. Membuat hati Renjun mencelos, seolah tercipta lubang yang sangat dalam sampai menembus dasar hatinya.

"Renjun, kita tidak bisa menikah."

Tuhan..
Ini mimpi burukkah?

"M-maksudmu? Jisung jangan permainkan aku, ini tidak lucu. Ada apa?" Renjun berucap gusar, ia menggenggam tangan Jisung namun sang pemilik melepaskan genggaman itu.

Destinació || Noren [Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang