1

280 22 11
                                    


hello again, dont forget to grab some snacks and drinks, and enjoy your reading!

-


Desember 2015

"28 tahun dan kau masih saja memintaku untuk membantumu menghias pohon natalmu?" tanya pria itu kepada pria yang satunya. Terdengar nada kesal pada ucapannya. 

"Jika kau tidak bersedia untuk membantuku kau bisa pulang sekarang juga," ucap pria satunya dengan nada yang tak kalah kesal.

"Bukan begitu, aku ingin membantumu, tapi bagaimana ya, aku bingung untuk mengatakannya," ucap pria itu membela diri. 

"Bilang saja kau kasihan pada adikmu, yang sudah mulai berumur tapi masih belum memiliki siapapun dalam kehidupannya. Kau terlalu manis karena berusaha untuk tidak mengucapkannya, Sebie!" ucap Hans pada kakaknya.

"Berhenti memanggilku dengan nama itu, aku sudah tidak berusia delapan tahun lagi!" teriak pria yang tadi disebut sebagai Sebie. 

"Terserah padamu, kau kakak yang menyebalkan, dan tingkahmu tidak jauh berbeda dengan Chris anakmu," ejeknya disertai dengan tawa singkat.

"Pantas saja tidak ada yang mau berkencan denganmu, mulutmu begitu jahat saat menghina orang lain!" ucap Sebastian, nama asli pria yang dari tadi dipanggil Sebie. 

"Aku tidak peduli dengan kencan, atau apa pun itu, Seb! Aku senang dengan kehidupanku yang seperti ini, bebas dan tidak terikat!" Pria itu melambungkan tangan kanannya yang terkepal ke udara.

"Bebas namun menyusahkanku," cibir Seb lagi. "Aku menyumpahi kehidupanmu yang bebas ini tidak akan lagi menjadi bebas malam ini!" ucap Seb lagi. Sesaat setelah Seb mengucapkan itu, terdengar suara angin yang kencang di luar. Menandakan bahwa badai salju akan datang.

"Sepertinya aku akan terjebak di apartemen jelekmu ini malam ini, melihat di luar seperti akan ada badai salju," ucap Seb sambil memerhatikan cuaca di luar melalui jendela besar. 

"Baiklah, silahkan! Silahkan tidur dimana saja kau mau."

Hans masih fokus menghias pohon natalnya, sementara Seb meninggalkan ruangan itu. Sebenarnya ia sangat malas untuk melakukan dekorasi, namun mengingat keluarganya–ayah, ibu, serta keluarga kecil Seb–akan merayakan natal bersama di tempat tinggalnya, ia terpaksa harus membuang sekian dollar hanya untuk membeli pohon plastik beserta hiasannya.

Saat ia sedang terfokus untuk menaruh bintang besar di bagian teratas pohon, ia mendengar bel apartemennya yang berbunyi. "Seb, tolong lihat ada siapa di depan!" teriaknya pada Seb yang sedari tadi sudah memasuki kamar tamu. 

"Aku sedang bersiap untuk mandi! Kenapa kau tidak meninggalkan sebentar pohon bodoh itu dan membuka sendiri pintu itu dengan tanganmu!" teriak Seb yang bergema dari dalam kamar mandi.

Dengan itu, Hans turun dari tangga yang ia gunakan untuk meletakkan bintang itu, kemudian berjalan ke pintu masuk apartemennya. Ia membuka pintunya, namun tidak dapat melihat siapapun di depannya. Ia mendengar pintu lift yang berdenting, menandakan bahwa baru saja ada orang yang masuk ke dalam lift.

Saat ia hendak menutup kembali pintunya, ia tersadar bahwa ada tumpukan kain yang tergeletak di depan kamarnya. Dan juga tas ukuran sedang yang terlihat penuh. Tumpukan kain itu terlihat bergerak teratur, seperti bernafas. Hans berjongkok dan mendekati tumpukan kain itu. Tidak! Kain itu benar-benar bernafas! Maksudnya, ada bayi di dalam tumpukan kain itu!

Hans menggendong bayi itu, serta tas itu juga, kemudian membawanya masuk. Dia meletakkan bayi itu di atas karpet, di dekat perapian. Ia melihat ke dalam isi tas tersebut, berisi beragam kebutuhan bayi seperti botol susu, susu bubuk, popok, beberapa pakaian bayi, dan peralatan kebutuhan bayi lainnya.

Saat ia hendak bangkit meninggalkan bayi itu, ia melihat selembar surat di dalam selimut yang bayi itu gunakan. Diikuti oleh rasa ingin tahu, ia mengambil kertas itu dan membacanya.

Selesai membaca, ia bergegas masuk ke dalam kamar tamu untuk berbicara dengan Seb. "Kau benar-benar mengutukku!" ucap Hans pada Seb yang sedang sibuk mengeringkan rambutnya. 

"Apa?" gerutu Seb tidak menaruh minat. Hans berjalan ke arah kakaknya, dan menyerahkannya selembar kertas yang sedari tadi ia pegang.Dengan malas, Seb menerima kertas itu dan membaca isinya. Ia terkejut ketika mengetahui apa yang tertulis di dalamnya.


Dear Hansel,

Apa kabarmu? Sudah berbulan-bulan kita tidak bertemu. Dan jujur, aku masih merindukanmu. Tindakan bodohku, membuat kita berpisah. Ah sudahlah, tidak usah dipikirkan. Aku akan melaksanakan pernikahanku di musim panas tahun depan. Aku berharap kau bisa datang, dengan orang yang spesial bagimu tentunya.

Apa kau masih mengingat, ucapanku saat itu? Sebelum pergi? Aku berjanji akan memberikanmu sesuatu. Sesuatu yang spesial. Dan inilah yang ingin kuberikan padamu! Dia perempuan. Cantik, kan? Kau harus melihat langsung ke matanya, dan kau akan melihat pantulan dirimu karena kejernihan matanya.

Bukan aku tidak bertanggung jawab, hanya saja aku merasa aku adalah ibu yang buruk. Aku tidak yakin dapat membesarkannya. Aku tidak memiliki kepercayaan diri. Namun kau, aku yakin kau dapat menjadi ayah yang hebat! Tentu saja! Aku yakin kau bisa melakukannya.

Maukah kau, melakukan permintaanku yang satu ini? Aku berjanji tidak akan memisahkan kalian berdua kelak di kemudian hari. Karena aku sudah menghancurkan kebahagiaanmu, dan aku tidak mau lagi menghancurkan kebahagiaanmu yang lain. Dan aku yakin putri kecil kita akan menjadi kebahagiaanmu juga.

Semoga berbahagia,

Lauren

p.s. Dia belum memiliki nama. Kau hebat dalam memilih nama!


"Kau– Kau menghamili mantan kekasihmu?!" Sekarang atensi Seb benar-benar terfokus pada selembar kertas yang ia pegang. 

"Aku– Aku tidak tahu. Ia tidak mengatakan apa pun ...." Pria itu berkeringat dingin tanda ia sangat terkejut akan peristiwa yang baru saja ia alami.

"Dan sekarang apa yang akan kau lakukan?" tanya Seb pada adik satu-satunya. Hans bingung, apa yang harus ia lakukan. 

"A– Aku tidak tahu, Aku bingung, ini sangat mengejutkan ..." lirih pria itu.

Mendadak ia mendapat jitakan kecil dari kakaknya. "Tentu saja kau harus bertanggung jawab, bodoh! Tidak kau lihat, dia menyerahkan bayi itu padamu. Oh Tuhan, bayi itu anakmu! Bahkan ia belum punya nama dan sekarang kau bingung mau kau apakan bayi itu!"

"Tentu aku akan bertanggung jawab! Hanya saja aku masih terkejut," ucap pria yang dalam beberapa menit terakhir baru saja dinobatkan sebagai ayah. Saat keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing, terdengar suara tangis bayi. Suara tangisan yang menandakan bahwa kehidupan bebas seorang Hansel Lancaster telah berakhir.

-

tbc

Healing (COMPLETED)Where stories live. Discover now