hello there! stay safe and stay at home!
.
"Make a wish, sweetheart!"
Eva menutup kedua matanya, berdoa di dalam hati. Beberapa detik kemudian, ia meniup lilin-lilin kecil yang tersusun di atas cake yang dihiasi dengan krim berwarna putih dan biru itu. Aksinya itu disambut dengan tepukan tangan dari Lauren, dan senyuman tipis dari Hansel.
"Apa yang kau doakan tadi?" tanya Lauren dengan ekspresi penasaran. Gadis kecil itu tersenyum, namun ada sedikit ekspresi malu di wajahnya.
"Aku berdoa kepada Tuhan agar aku diberikan seorang ibu," ucap gadis kecil itu dengan nada polos. Hansel yang tadinya hanya memandang ke arah langit penghujung musim gugur itu, sontak menaruh atensinya seratus persen pada anak satu-satunya. Sementara Lauren hanya bisa tersenyum sendu sambil menunduk.
"Jangan mengharapkan apa yang mustahil untuk kau dapatkan, Eva!" Pria itu membentak gadis kecil yang ada di ruangan itu. Bentakan itu tidak hanya membuat gadis kecil itu terkaget, wanita dewasa di ruangan itu juga terkaget.
"Dan apa salahnya dari harapanku? Aku hanya ingin menjadi seperti teman-temanku di sekolah! Aku juga ingin punya ibu! Aku ingin ibuku datang sekarang!" teriak gadis itu kemudian menghempaskan cake yang ada di hadapannya hingga berserakan di lantai ruangan itu. Gadis itu berlari meninggalkan keduanya dengan mata yang berair.
"Kembali ke kursimu, Eva! Aku belum selesai berbicara!" teriakan pria itu membahana di dalam apartemen itu. Gadis itu tidak mengacuhkan teriakan ayahnya. Pria itu hendak bangkit menyusul Eva, namun Lauren menahan tangannya.
"Bukan begitu caranya berbicara kepada anakmu! Kau punya pilihan untuk diam, mengapa kau memilih untuk berbicara kasar pada anakmu? Dia baru saja meniup lilin berbentuk angka 6!" Lauren akhirnya angkat suara.
"Diamlah! Ini sama sekali bukan urusanmu!" bentak pria itu.
"Kukira kau telah berubah, namun tetap saja kau pria yang kekanak-kanakan, yang suka berbicara kasar bahkan pada orang terdekatmu!" wanita itu menghakimi pria dihadapannya.
"Kau! Kau pergi begitu saja, dan datang begitu saja setelah bertahun-tahun hanya untuk menceramahiku? Tahukah kau posisimu saat ini? Kau bukan siapa-siapa! Meskipun kau mendengar apa yang Eva katakan tadi, tetap saja aku tidak membutuhkan siapapun! Aku tidak membutuhkan wanita manapun untuk menjadi ibunya! Aku tidak membutuhkanmu sama sekali!" raung pria itu lagi. Hansel terlihat kesulitan mengontrol nafasnya.
Atmosfer di tempat itu semakin memanas. Wanita itu, yang mendapat hantaman bertubi-tubi dari pria di hadapannya, tak kuasa untuk menahan tangisannya.
"Kukira kau telah menjadi orang yang lebih lembut, setidaknya sedikit saja... Kau masih pria yang memiliki banyak kata-kata tajam. Kau tidak berubah sama sekali. Begitu pula aku yang tidak berubah sama sekali... masih memiliki perasaan yang sama sejak enam tahun yang lalu, dan sialnya lagi pada orang yang sama," rintih wanita itu.
Pria itu tertegun mendengar rintihan wanita itu. Ia tidak tahu bagaimana caranya menanggapi ucapan terakhir wanita itu. Kalimat itu, terdengar seperti keinginan yang selama ini ia semogakan, hanya saja tidak pernah ia ucapkan pada siapapun. Bahkan ia menyangkal keinginannya sendiri.
"Apa yang dapat kau lakukan, saat ayahmu yang sudah sakit bertahun-tahun memintamu untuk meninggalkan kekasihmu saat ini? Dapatkah kau melakukannya?" Air mata wanita itu mengalir semakin deras.
"Apa yang dapat kau lakukan, saat kau berusaha untuk memenuhi keinginan ayahmu, ayahmu malah pergi untuk selamanya? Dan apa yang dapat kau lakukan, kalau calon pengantinmu juga ikut pergi menyusul ayahmu?" lanjut wanita itu masih dengan air mata yang terus mengalir.
Pria itu masih diam, mencerna semua informasi yang ia terima. Ini begitu mengejutkannya. "Kau pasti berpikir bahwa aku memang berniat untuk meninggalkanmu, kan? Kau pasti mengira aku memang sama sekali tidak menyimpan perasaan lagi padamu, kan? Kau salah! Sangat salah, Hansel!" teriak wanita itu lagi.
Wanita itu terlihat mengontrol nafasnya, seperti ia ingin mengeluarkan ultimatum lain. Pria itu masih terdiam, entah mulai memikirkan ucapan wanita itu atau masih tetap dalam keegoisannya.
"Bisakah kau bayangkan bagaimana rasanya melahirkan seorang diri? Tentu saja kau tidak dapat merasakan sakitnya, mengingat itu tidak akan pernah terjadi! Cobalah untuk melihat keadaan orang lain melalui kacamata orang tersebut, Hansel!"
Runtuh sudah pertahanan seorang Hansel Lancaster. Ia memikirkan tentang kalimat Lauren tadi, mengenai ia yang selalu mengatakan kata-kata kasar bahkan pada keadaan yang tenang sama sekali.
Ia mengingat ia pernah membentak ibunya karena ia tidak setuju dengan universitas yang ditawarkan ibunya, yang sebenarnya ia tidak perlu membentak ibunya. Ia mengingat bahwa ia pernah memarahi Lauren hanya karena ia salah memesan makanan di restoran cepat saji, yang bahkan tidak perlu dibesar-besarkan di tempat umum seperti itu. Ia mengingat bahwa ia pernah membentak Eva hanya karena gadis itu menginginkan sebuah boneka beruang, padahal ia sudah memeluk boneka unicorn-nya yang baru. Ia mengigat ia pernah menghardik seorang petugas kebersihan kamar hanya karena ia meninggalkan satu sampah snack di kamar hotelnya.
"Kau... Kau menghancurkan hari ulang tahun anakku! Tahukah kau kalau kau adalah ayah yang sangat buruk? Berhentilah menjadi orang yang tidak memperdulikan perasaan orang lain, Hansel! Kumohon..." lirih wanita itu. Di satu sisi, ia merasa puas karena akhirnya ia meluapkan segala yang ada di dalam dirinya. Bahkan hal itu sudah ia pendam jauh sebelum perpisahan mereka enam tahun yang lalu. Namun di sisi lain, ia merasa bahwa ia adalah wanita terkejam di dunia ini.
"Aku... Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan... Aku gagal, Laurie. Aku gagal," lirih pria berambut cokelat terang itu. Ia menunduk, berniat untuk menyembunyikan air matanya. Sekeras apapun ia menahan isakannya, namun getaran di bahunya dapat memberitahukan kepada seluruh dunia bahwa seorang Hansel Lancaster sedang menangis saat ini.
.
.
tbc
p.s. okay honestly im not good at making conflict, but i wish this is good enough.
YOU ARE READING
Healing (COMPLETED)
General Fiction[Book 2 of Walking on Earth Trilogy] "Itu artinya, kita telah selesai." Terdengar nada dingin pada ucapan pria tersebut. Mendengar itu, wanita itu terkaget dan langsung menatap pria itu. "Let's act like the word 'we' is never existed!" - - Semuanya...