hi there! how are you?
-
Dan sekarang, kedua pria itu duduk di sofa ruang tengah. Salah satu di antara mereka menggendong bayi kecil itu, sambil meminumkan bayi itu susu hangat dengan menggunakan botol yang ia pegang.
"Kau, sudah memiliki anak tetap saja menyusahkanku," gerutu Seb dengan pelan, takut membuat bayi yang ia gendong saat ini terganggu acara minum susunya.
"Aku masih belum mengerti cara merawat bayi, dan jangan mengeluh di depan keponakanmu," balas Hans yang memerhatikan Seb di sebelahnya.
"Sekarang, cobalah untuk menggendong bayimu sambil memberikannya susu. Ini tidak sesulit kelihatannya." Seb kemudian memindahkan bayi kecil itu dari gendongannya ke gendongan Hans. Hans menerimanya dengan sangat hati-hati. Terlihat bayi itu merasa terganggu sedikit, tapi dia tidak sampai menangis.
Hans fokus memerhatikan bayi di gendongannya. Entah ada badai apa di dalam kepalanya, namun ia benar-benar berpikir dengan keras. "Seb, apa kau yakin ini benar-benar anakku? Maksudku bisa saja kan dia melakukannya dengan orang lain kemudian memberikan bayi ini padaku," ucap pria itu. Terdengar keraguan pada saat ia berbicara.
"Entahlah tapi kurasa itu tidak mungkin. Lihat! Dia memiliki warna rambut sama denganmu, bukan ibunya. Dan juga matanya, warnanya sama dengan matamu. Jadi aku tidak yakin kalau ini bukan anakmu." Mendengar itu, Hans menjadi semakin fokus menatap bayi di gendongannya.
Lauren memiliki rambut berwarna hitam dan mata berwarna safir cerah. Namun bayi itu memiliki warna rambut cokelat terang, sama dengan warna rambutnya. Dan matanya, berwarna hazel terang. Dan warnanya juga sama dengan kedua mata pria itu. Dan benar apa kata Lauren, Hans dapat melihat pantulan wajahnya di kedua mata bayi itu.
"Kalau kau ragu, kau bisa melakukan tes DNA," ujar Seb memberikan saran. Namun Hans tetap diam menatap bayi itu. Menatap ke arah pantulan dirinya yang ada di mata bayi itu. Sejenak ia mencari kemiripan antar bayi itu dan mantan kekasihnya, dan ia menemukan kemiripan mereka terletak di hidung dan bibir.
Acara minum susunya telah selesai, dan Hans telah meletakkan botol kosong tersebut di atas meja. "Tidak, aku tidak peduli ini bayiku atau bukan, namun sekarang aku ayahnya!" ucap Hans kemudian mencium dahi bayi kecil tersebut. Mendapatkan kontak dengan pria itu, bayi itu tersenyum kecil. "Lihat betapa lucunya bayiku!" pekik pria itu.
"Kau menjadi ayah terlihat lebih menjijikkan daripada kau tidak menjadi ayah, tapi aku tidak peduli. Urus bayi itu, besarkan ia dengan baik, rawat ia dengan tulus dan penuhi semua kebutuhannya!" ucap pria yang telah memiliki anak laki-laki berumur delapan tahun itu.
Keduanya diam saat bayi itu terlihat mengantuk, untuk menciptakan atmosfer yang tenang sehingga malaikat kecil itu dapat tidur dengan tenang pula. Hans mengelus rambut halus bayi itu. Ia tidak dapat mendeskripsikan perasaannya kini. Ia senang, namun ia juga takut. Ia takut kebahagiaannya kali ini akan dihancurkan kembali, oleh orang lain atau bahkan orang yang sama dengan masa lalunya.
Ia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Ia berjalan masuk ke kamar utama di apartemen itu. Kemudian menidurkan malaikat kecilnya di atas ranjangnya. Setelah memastikan bayi kecil itu tidur dengan nyaman, ia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Memastikan tidak ada kuman yang tersisa di tubuhnya, agar bayinya tidak terkena penyakit akibat kuman.
***
Pria itu terbangun dengan keadaan yang sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Ranjang yang luas, tumpukan bantal, selimut yang berantakan, dan tentu saja dirinya seorang diri. Ia berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya. Kemudian ia merasakan ada sesuatu yang aneh.
"DIMANA BAYIKU?"
Ia langsung bangkit dari tempat tidurnya, kemudian berlari keluar dari kamarnya. Ia terkejut dengan begitu ramainya ruang tengah saat ini, namun orang-orang di ruang tengah itu lebih terkejut lagi dengan penampilannya yang berantakan.
"Ternyata kau baru bangun, Tuan Pemalas! Mulailah untuk bangun lebih pagi sekarang!" hardik seorang wanita yang terlihat cantik meskipun telah berumur. Wanita itu kini sedang menggendong bayi kecil yang sempat membuatnya panik.
"Bagaimana bisa kau tetap menjadi dirimu yang lama setelah memiliki bayi? Sungguh memalukan!" bentak seorang pria yang duduk di sebelah wanita itu.
"Mom, Dad, sejak kapan kalian datang?" tanya Hans bergabung dengan mereka.
"Tentu saja sejak kau masih mendengkur. Ya Tuhan kenapa aku memiliki anak yang pemalas begini?" celoteh wanita yang dipanggil Mom tadi. Mendengar itu Hans hanya tertawa kecil, dan menggaruk belakang kepalanya yang bahkan tidak gatal sama sekali.
"Ubahlah kelakuanmu, ingat kau sudah dewasa. Dan sekarang kau tinggal bersama cucu keduaku," pria yang dipanggil Dad tadi menimpali ucapan istrinya. Mendengar itu Hans menyimpulan bahwa kedua orang tuanya telah mengetahui fakta mengenai bayi kecil yang digendong ibunya.
"Kenapa kalian tiba-tiba ada disini? Natal masih seminggu lagi." Hansel memanda kedua orang tuanya dengan ekspresi penuh tanya.
"Aku yang menelepon Mom dan Dad, karena aku tahu kau pasti tidak akan bisa mengurusnya dengan baik di hari pertama," ucap Seb yang datang dari arah dapur sambil memegang dua cangkir teh. Satunya ia minum, dan satunya lagi ia berikan kepada ayahnya.
Entah apa yang harus ia ucapkan pada kakaknya, terima kasih atas bantuannya menelepon kedua orang tuaya atau memakinya karena ia akan mendengar segala ucapan ibunya yang merepotkan. Tidak, Hans bukan anak yang durhaka pada orang tuanya. Hanya saja, ibunya sedikit rumit.
"Sekarang, masuklah ke dalam kamar mandimu dan bersihkan dirimu, Tuan Pemalas! Setelah itu aku akan mengajarimu cara mengasuh bayi mungil ini." Mendengar perintah ibunya, ia langsung meninggalkan ruang tengah dan segera masuk ke kamarnya. Ia tidak mau membantah, atau mengulur waktu. Bukankah ia telah mengatakan bahwa ibunya merupakan wanita yang rumit?
-
tbc
YOU ARE READING
Healing (COMPLETED)
General Fiction[Book 2 of Walking on Earth Trilogy] "Itu artinya, kita telah selesai." Terdengar nada dingin pada ucapan pria tersebut. Mendengar itu, wanita itu terkaget dan langsung menatap pria itu. "Let's act like the word 'we' is never existed!" - - Semuanya...