Chapter 02

57 26 1
                                        

Fara menatap lelaki asing yang sedang tidur di depannya, kedua lengan dijadikan sebagai bantal. Ia tak tahu namanya, tadi saat lelaki itu berkenalan ia sedang di kamar kecil.

Ia merogoh tas berwarna abu miliknya, mengambil beberapa lembaran kertas dan sebuah ballpoint. Ia beranjak menuju perpustakaan, tempat kesukaannya setelah kelas pada waktu istirahat yang notabene sangat sepi. Linda, sahabat satu-satunya tidak hadir hari ini. Seperti biasa, staff perpustakaan menyambutnya ramah sembari menyodorkan album khusus absen pengunjung.

Setelah menyelesaikan urusan absen, ia menuju lorong rak yang selalu ia kunjungi demi mengambil sebuah bank soal matematika yang sudah digelutinya sejak kelas satu sekolah menengah atas. Benar, ia terobsesi pada pelajaran menghitung itu sejak dirinya duduk di bangku sekolah dasar, kemampuannya sudah terlihat sejak kelas dua. Tak heran jika nilai pelajaran matematikanya selalu tinggi dibanding siswa yang lain hingga kelas dua sekolah menengah atas sekarang.

"Berapakah determinan C jika diketahui matriks A dan B sebagai berikut," gumamnya ketika membaca sebuah soal mengenai materi matriks, jemarinya bergerak lincah menulis angka-angka pada kertas. Sebenarnya, materi ini belum diajarkan di kelasnya. Namun, ia telah memepelajari duluan melalui penjelasan beberapa bimble online di YouTube.

"Dapat!" Ia berdecak senang, meski suaranya berbisik. Jika saja buku itu miliknya sendiri, tentu benda itu akan penuh dengan coretan.

"Udah perayaannya?" Alvin si ketua kelas berdiri di sampingnya.

Fara tidak menggubris, dan terus menjawab beberapa soal lainnya. Ia sudah mengetahui tujuan lelaki itu datang padanya.

"Eh! Lo dengerin gue gak? Gue ke sini buat ngasih tahu lo, guru fisika udah di kelas. Jadi lebih baik lo ...."

"Udah tau, lo duluan aja," potongnya cepat.

"Gak! Lo tau kalo Bu Mega gak akan mulaiin pelajaran kalo siswa di kelas gak lengkap. Jadi, cepetan!" terangnya lagi dan berbalik meninggalkan wanita itu.

Fara mendengus sebal, lima belas menit waktu istirahat di sekolah ini terlampau pendek menurutnya. Ia berjalan keluar menyusul Alvin setelah menaruh buku kembali ke tempatnya, tak lupa membawa kertas dan ballpoint miliknya.

Di kelas sudah ramai oleh siswa-siswi, sedangkan Bu Mega duduk dengan tenang di singgasananya. Pelajaran belum dimulai sedikut pun. Semua mata menatapnya, ada yang menatapnya dengan tatapan amarah. Setelah diizinkan masuk, ia melangkah ke arah bangku miliknya yang berada di deretan paling depan. Ia melirik seseorang yang tidur berjarak beberapa meja darinya lantas mendudukkan diri.

"Saya tidak akan memulai pelajaran, karena di belakang sana ada yang tidur," ujar Bu Mega lantang. Gincu berwarna merah terang memenuhi bibir penuhnya.

"Au!" Lelaki asing itu meringis, setelah satu pukulan yang tidak terlalu kuat mendarat di punggungnya. Itu adalah kelakuan Alvin si ketua kelas.

"Bangun! Pelajaran udah mo dimulai," ucap Alvin dan kembali ke bangkunya.

Lelaki asing itu mencebik sebal, jemarinya mengucek mata pelan. kemudian mengeluarkan buku yang masih bersih oleh tinta, pelajaran pun di mulai.

Putri Malu (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang