Chapter 9

5.8K 419 7
                                    

Jia menatap jalanan dengan hati berbunga senang. Melihat taman tepat di depan gedung rumah sakit itu dengan perasaan bahagia. Disini begitu tenang dan menentramkan hatinya. Dia tidak pernah mengalami hal seperti ini selama hidupnya. Dia selalu terkurung di kamarnya. Ibunya jarang membiarkan dia keluar untuk bermain.

Dia menjadi gadis yang super penurut.

Bahkan mungkin jika saja ibunya terlalu kaya dan bisa memakai uangnya. Hal pertama yang akan dia lakukan pada Jia adalah membayarkannya guru privat agar dia bisa sekolah di rumah.

Kalau sampai hal itu hebat terjadi, Jia bisa membayangkan betapa bosannya dia pada hidupnya. Hanya berputar di sekitar dunianya dan dunia ibunya.

Kini ia harus mengatakan kalau dia beruntung sekali karena ibunya mengirim dia kemari. Dia bisa menikmati taman ini sepuas hatinya. Dia juga bertemu dengan dokter yang sangat menyayanginya. Bagaimana tidak, sepanjang malam dokter itu memeluknya.

Alpha mendekapnya dengan erat dan tidak melepaskannya. Dia merasakan hangat kulitnya sepanjang malam saat bersama dengan Alpha. Tidak ada dingin dan tidak ada kesendirian. Kini Alpha bersama dengannya. Segalanya tidak akan seperti biasa lagi.

Tapi harusnya dia tawa. Dibalik tawa itu kerap ada badai yang siap melibasnya tidak bersisa. Badai itu telah muncul dan berdiri di hadapannya. Menatap dia dengan mata menyala penuh amarah peringatan.

Jia terlalu senang dengan sekitarnya hingga dia tidak sadar apa yang akan datang padanya. Ibunya.

"Jia!"

"Ma?"

Jia bangun. Berhadapan dengan wanita yang terlihat memerah murka padanya.

Mata Alenta menatap putrinya tercengang. Bagaimana bisa Jia memakai pakaian seperti itu di tempat seramai ini. Semua orang berlalu-lalang. Memang tidak ada yang memperhatikan tapi bagaimana kalau dia menjadi buah bibir orang lain?

Direnggutnya lengan putrinya dengan kasar.

"Apa yang kamu pakai ini? Apa Mama izinkan kamu pakai baju kayak gini, hah?"

"Ma, maafin Jia. Tapi Jia suka--"

"Kamu mau semua orang menertawakan kamu? Melihat lenganmu yang mengerikan? Kamu mau mereka menyebutmu monster, hah?"

Jia menggeleng. Airmata telah ada di pelupuk matanya. Gadis itu berkaca-kaca dan siap meneteskan air matanya dengan deras. Mamanya akan selalu begini. Dia terlalu takut kalau Jia akan disebut monster. Segalanya membuat Jia sadar kalau mamanya sendiri menganggapnya monster. Mamanya sendiri tidak menerima dirinya dengan baik. Mamanya yang membuat dia seperti ini. Mamanya yang membuat dia membenci dirinya sendiri.

"Sekarang lepas pakaian itu dan pakai baju yang sudah mama bawakan. Siapa yang memberikanmu pakaian mengerikan itu?"

"Ma, Jia suka baju ini."

"Jia! Sejak kapan kamu bantah mama?"

"Ma, maafin Jia. Tapi Jia benar-benar suka dengan baju ini."

Alenta hilang sabar. Putrinya tidak pernah seperti ini padanya. Dia tidak pernah membantah dan selalu mengikuti apa yang dia inginkan tapi sekarang sosok yang ada di hadapannya seperti bukan orang dia kenali. Atau itulah yang dia pikirkan.

"Jia buka sekarang atau mama rusak bajunya. Jia pilih..."

Jia terisak. Menatap ibunya dengan tidak percaya. Ibunya akan merusak baju seindah ini? Bagaimana bisa ibunya begitu tega...

Hanya satu orang yang mengerti dirinya. Hanya satu orang yang akan bisa membelanya. Jia membutuhkan orang itu dan dia selalu ada saat Jia memanggilnya dalam hati.

Alpha.

Dagu Jia terangkat. Matanya mencari dan detik itu juga dia menemukannya. Mata pekat itu tengah balas menatapnya. Ada senyum yang sedikit terangkat di bibirnya dan Jia tidak bisa mengatakan kalau dia suka senyum itu.

Tentu saja bukan senyum Alpha yang menjadi masalahnya. Tapi sepertinya Alpha tidak menyadari dia tengah bermasalah. Ibunya memaksa kehendaknya pada Jia. Lagi.

Jia tertekan. Merasa diri paling kerdil dan itu membuat Jia tidak bisa menikmati senyum itu.

"Nyonya Alenta."

Alpha angkat suara. Setelah dia dekat dengan dua perempuan itu. Ibu dan anak.

Alenta berbalik dengan marah. Dia melepaskan Jia dari pegangannya karena siap melemparkan bom kemarahan pada dokter yang telah merubah anaknya tersebut. Hanya dalam waktu semalam. Bayangkan saja.

Tapi Alenta harus menahan dirinya saat kejutan lain datang padanya. Putrinya yang berharga meninggalkan dia dan berlari kearah Alpha. Tanpa segan memeluk pria itu dan bersembunyi di dada bidang pria yang memakai kemeja biru langit tersebut. Yang lebih mengejutkan adalah Alpha sendiri tidak terganggu dengan apa yang dilakukan putrinya. Dia mengelus kepala Jia dengan lembit. Memberikan ketenangan seakan Alenta adalah penjahat yang datang mengusik hidup putrinya sendiri.

"Kau harusnya tidak merusak ketenangan pasienku, Nyonya."

Alpha berkata dengan tenang. Sangat tenang hingga terdengar rendah.

"Dia putriku. Aku bisa melakukan apapun yang aku mau padanya. Kau tidak berhak..."

"Bukankah kau tidak suka dengan perhatian? Sekarang kau malah menciptakan perhatian yang cukup mengganggu di sini. Maukah kau ikut ke kantorku saja? Kita bisa bicarakan semua ini di sana."

Alenta menatap sekitar mencari tahu kebenaran dari kalimat Alpha. Tentu saja dia temukan dengan mudah. Semua mata menatap kearah mereka dengan penasaran. Tadi Alenta terlalu marah hingga tidak sadar, kini rasa malu membeludak di dadanya.

"Kita bicara di kantormu," ujar Alenta.

Alpha memberitahukan jalan baginya. Alenta hanya bisa berjalan dengan tatapan putrinya yang takut-takut padanya.

You Are Not My Submissive ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang