Chapter 12

5.3K 396 5
                                    

Jia berdiri di depan kaca besar lemarinya. Menatap Alpha yang sejak tadi terlihat gelisah, Jia tidak mengerti apa yang membuat pria itu sangat tidak tenang. Dia hanya akan menemani Jia mandi, jika itu masalahnya maka jelas pria itu berlebihan.

"Al," panggil Jia menyadarkan pria itu dari kegelisahannya sendiri. Pria itu memperhatikannya. "Lepaskan baju Jia."

Alpha mengerjap. Dia sedang duduk di pinggir ranjang dengan mata memperhatikan gadis itu. Permintaan gadis itu menari di kepalanya. Mencoba menyadarkan dirinya sendiri kalau Jia memang meminta seperti yang di dengarnya. Sulit untuk meyakininya karena Alpha baru pertama kali ini memiliki pengalaman di mana gairahnya lebih mendominasi dari pada kegilaan otaknya menginginkan darah.

Gairahnya benar-benar membuat dia kewalahan. Jika dia menginginkan darah maka akan dengan mudah dia mendapatkannya. Hanya menyakiti orang lain dan itu cukup. Tapi gairahnya gilanya berperang dengan kewarasannya yang mustahil untuk dibantah. Sebentar lagi gadis itu akan membuat dia gila. Pastinya.

"Al," panggil Jia lagi. Kali ini dengan penuh penekanan.

Tangan gadis itu jelas tidak sampai ke punggungnya jadi dia meminta bantuan Alpha. Itu hal lumrah untuk dilakukan. Hanya Alpha di dalam kamar itu jadi pastilah harapannya cuma Alpha.

Pria itu mendatangi Jia dengan enggan. Berdiri di belakangnya dan melihat betapa pendeknya gadis itu. Tapi betapa berkuasanya ia pada selangkangannya. Ini gila. Kini otak gilanya pun sadar kalau situasi itu akan semakin merugikan dia sendiri.

"Tarik, Al."

Alpha mengerjap. Melihat tangan gadis itu yang memberitahunya apa yang harus dilakukan. Hal yang tidak perlu tentu saja. Jelas Alpha tahu mana yang harus dia buka untuk membebaskan gadis itu dari bajunya. Tapi konsekuensi untuk itu yang tidak siap diambil oleh Alpha.

Tangannya sudah terangkat. Dua jarinya telah ada di resleting baju itu. Hanya satu kali tarikan kuat darinya maka segalanya akan beres. Tidak ada yang perlu dia khawatirkan. Gadis itu akan masuk ke kamar mandi dan segalanya berkahir. Itu adalah cara menghibur diri yang sungguh tidak berhasil.

Alpha menelan ludahnya. Tangannya telah bergerak. Tatapannya teralih kesembarang arah, asal tidak pada mata atau bagian tubuh manapun dalam diri Jia. Dia sekuat tenaga segera menurunkan resleting itu dan segera menjauh saat dia menyelesaikan tugasnya.

Jia tersenyum dengan penuh terimakasih. Segera membuka dress itu dan menurunkannya hingga benda itu ada di kakinya. Hanya menyisakan bra tanpa tali dan celana dalam dengan warna senada. Dia menelan ludahnya melihat sendiri beberapa luka gores di tubuhnya.

Mata coklat itu memperhatikan Alpha di cermin. Pria itu tidak sedang menatapnya. Jelas menghindar dari menatapnya. Kesedihan meliputi diri Jia.

Dia tadinya sengaja mencoba melihat reaksi Alpha pada tubuhnya. Dia takut Alpha akan langsung lari ketakutan. Tapi jelas dugaannya salah. Alpha tidak berlari, dia diam di kamar ini.

Hanya saja tetap itu bukan hal yang akan menyenangkan dirinya. Pria itu menghindar dari menatapnya. Dia hanya menatap langit-langit kamar dan itu jelas bukan gaya Alpha. Pria itu tidak akan berlaku demikian kalau tubuh Jia cukup bagus untuk di tatap. Salahnya. Andai dia tidak mengukir luka di perutnya juga di punggungnya maka sekarang Alpha akan menatapnya dengan kagum. Mungkin.

Tapi pastinya Alpha tidak akan begitu saja mengalihkan pandangan darinya. Dari tubuhnya yang buruk.

Jia segera mengambil handuk di dalam lemari. Membalut tubuhnya dengan handuk dan berlari ke kamar mandi. Dia mengunci kamar mandi. Menatap ke kamar mandi dengan hampa. Warna putih di kamar mandi benar-benar membuatnya ingin mengalirkan darahnya di sana. Dia benci keputihan suci cat kamar mandi.

"Jia," panggil Alpha dari luar.

Jia tidak menggubrisnya. Dia membuka seluruh kain yang ada di tubuhnya. Menatap air shower dengan luka di matanya.

"Jia, kamu bilang ingin aku menemani. Kenapa kamu kunci?"

Jia tetap tidak meladeni tanya itu. Dia sibuk menatap shower. Kini dia telah telanjang dan siap menyongsong rasa sakit yang akan diberikan air shower. Dia akan membuat tubuhnya menerima rasa sakit yang pantas di dapatnya. Salah tubuhnya yang menyisakan bekas luka menjijikkan.

"Jia!!" Gedoran.

Itu tidak berpengaruh pada gadis itu. Dia terlalu larut dalam khayalnya pada rasa sakit yang akan diterimanya.

"Jia, buka sekarang atau aku mendobrak pintunya!! Kau tahu aku tidak pernah main-main. JIA!!!"

Gadis itu telah ads di bawah shower. Siap memutar keran dan segalanya akan membaik. Semuanya tidak akan seburuk ini. Luka yang dirasakan hatinya akan dia sembuhkan dengan mengalihkan rasa sakitnya pada tubuhnya. Itu selalu berhasil dan kali ini juga akan berhasil.

Jia tersenyum dengan pedih. Mereka yang menyayanginya telah meninggalkan dia. Dia buruk dalam hubungan kasih sayang. Sama buruknya saat dia bersama dengan Alpha. Pria itu tidak akan memberikan perbedaan. Sesuatu yang tidak seharusnya membuat dia terbebani tapi mampu mengalihkan akal gilanya.

Benarkah karena tubuhnya Alpha tidak menatapnya? Kalau benar begitu, kenapa Alpha tidak lagi saat melihat tangannya?

Gadis itu mundur dari air shower yang belum dia putar. Dia meraih handuknya dan melilitkan benda itu di tubuhnya. Saat lilitan terakhir barulah pintu terdobrak.

Gadis itu terkejut bukan main. Tapi jelas masalahnya tidak akan selesai sampai di sana. Mata pekat itu mengatakan banyak hal mengerikan yang tidak akan bisa di ungkapkan dengan bibirnya. Kejam dan mengancam.

You Are Not My Submissive ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang