02 ◎ Kembali

38 8 0
                                    

Gerimis membungkus pagi ini.
Andhara melihat pantulan dirinya dicermin, jauh dari dalam lubuk hatinya ia masih menyukai Leo. Namun, hatinya sudah terlanjur kecewa. Juga gengsinya.

"Dhar, turun sini!" suara mama membuyarkan lamunan Andhara dan segera turun menemui mamanya.

Ia menuruni satu persatu anak tangga dengan cepat dan lihai. "Kenapa mah?" tanya Andhara sambil melihat mamanya membuat teh.

"Tolong anterin dong, Dhar." Andhara yang di perintah pun menurut saja.

"Siapa sih yang dateng pagi pagi gini?" gumamnya sedikit keras. "Gue, kenapa?" wajah Andhara menunjukan lipatan di dahi nya.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Andhara sarkas. Sambil menaruh teh hangat di atas meja.

"Ya jemput lo lah, ngapain lagi." Leo menyeruput teh hangat sedikit sedikit.

Dadanya menghangat. Ucapan Leo membuat dadanya berdebar.

"Kenapa kok diem aja?" Andhara mengerjap matanya tersadar dari lamunannya.

"Mah! Andhara berangkat dulu," ucap Andhara sedikit berteriak, bergegas berlari ke arah angkot yang sedang melintas.

Tangan Leo dengan cekatan menarik tangan kanan Andhara. "Apaan sih!" ucap Andhara ketus.

"Lo bareng gue! Nggak ada penolakan!" sambil menyalimi tangan Rinda. Mama Andhara.

"Duluan ya, Tante." Leo mengulum senyum, terlihat manis.

****

Motor vespa antik mulai memasuki area parkiran di samping sekolah. Leo melepas helmnya sambil melihat wajah Andhara yang bersungut-sungut. Ia tertawa pelan.

"Nggak turun nih? Apa perlu gue gendong?" tawar Leo yang tersenyum jahil.

"Mimpi lo ketinggian!" kata Andhara sambil melepaskan helmnya, lalu memberinya ke tangan Leo.

"Iya, itu mimpi gue supaya lo balik sama gue!" Andhara yang sedang berbalik hanya menahan senyumnya dengan wajah yang merona.

"Eh Leo, ngapain lo senyum senyum sendiri?" Hafis anak kelas sebelah bertanya keheranan. Menatap bingung ke arah Leo. Kedua alisnya bertautan.

"Eh gue? Nggak papa kok," sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Gue duluan ya!" Leo berlari meninggalkan cowok berkacamata itu sendiri.

****

"Oke anak-anak jangan lupa belajar ya! Minggu depan ulangan harian ya!" Guru berkharisma itu tersenyum lalu meninggalkan kelas.

Semua murid di seluruh kelas keluar berbondong bondong untuk mengisi perut atau sekedar mengobrol.

Andhara yang tengah menikmati bakso yang kuahnya merah itu harus terhenti ketika Leo dan temannya memasuki kantin.

"Duh, Sha. Ke kelas yuk!" ajak Andhara kepada Shana sambil menarik lengannya.

"Ih, bentar gue mau makan bakso nih!" balas Shana sambil memasukkan bakso ke dalam mulutnya.

"Habis gue!" kata Andhara sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangan.

"Eh, Dhar. Ngapain lo nutupin muka lo? Entar cantiknya nggak keliatan." Leo menerbitkan sepasang lesung pipi di wajahnya.

"Cielah, Le. Dhara klepek klepek noh," Shana cekikikan membuat Andhara mendelik sebal.

Andhara meninggalkan mereka di kantin dan mulai menyusuri lorong panjang menuju perpustakaan. Pintu bercat hijau menjadi daya tarik tersendiri. Ia melepas sepatunya dan menaruhnya di rak.

Keramik putih yang diinjak Andhara terasa dingin. Andhara memandang langit langit perpustakaan yang terdapat sarang laba-laba. Sebelumnya ia belum pernah mengunjungi ruangan yang penuh dengan rak rak berjejer berisikan buku buku tebal.

"Cari apa, Mbak?" wanita paruh baya bertanya halus.

"Anu mau lihat lihat dulu, Bu." Balas Andhara sopan.

Ibu itu tersenyum. Andhara mulai mengelilingi rak dengan semangat. Netra coklatnya mulai menyisir puluhan rak rak.

Buku bersampul merah membuatnya tertarik namun, buku itu terlalu tinggi untuk Andhara gapai. Ya, mungkin Andhara terlalu pendek?

"Gitu aja nggak sampai," Andhara berdecak sebal. Suara itu lagi.

"Ngapain sih lo di sini!" wajah Andhara sudah muak.

"Nemenin lo baca buku," Leo membalasmu dengan wajah kelewat santai.

"Nih buku yang lo mau," buku bersampul merah sekarang berada di tangan Andhara, ia memilih untuk duduk sambil membaca buku itu.

"Ngapain lo masih di sini?!" Andhara berkata ketus akan tetapi Leo menanggapinya dengan santai.

"Sama sama." Andhara hanya diam. Tak membalas, memulai membaca lembar pertama buku bersampul merah.

***
Waktu pulang sekolah hampir tiba, tinggal dua menit lagi.

Andhara menopang dagunya dan akhirnya suara bel terdengar nyaring membuat para murid berteriak heboh.

"Bu, udah pulang nih."

"Bu, saya belum makan tadi bu pulang dong bu."

"Bu, kucing saya lagi hamil bu belum di kasih makan bu."

Begitulah celotehan yang di keluarkan murid murid agar cepat pulang.

"Baik anak anak kalian boleh pulang."

Andhara memasukan alat tulisnya asal asalan, ekstrakulikuler yang ia ikuti akan di mulai sepuluh menit lagi, ia harus bergegas.

Sekarang bajunya di lapisi celemek agar tidak kotor dan tangannya memegang kantung besar berisi peralatan melukis.

Andhara tengah duduk manis menghadap ke depan itu mulai mengisi bidang kosong di kanvasnya, menuangkan apapun yang ada di kepalanya.

"Andhara kamu sangat keren!" puji perempuan bertopi merah marun, khas pelukis.

"Makasih, Miss."

***

Kegiatan ekstrakulikuler telah usai sepuluh menit yang lalu, Andhara yang tengah sibuk dengan ponselnya terkejut dengan suara klakson mobil.

"Ikut gue pulang yuk!"

***

Yang teliti pasti tau 😂
Bingung mau nulis apa,wkwkwk.

-Widya

AndharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang