Esoknya pun, hari tak berjalan dengan begitu baik. Eunbin masih sering menggodanya. Seharian sampai pulang sekolah. Demi apapun, Hana rasanya ingin melempar gadis itu ke rawa-rawa. Untung saja Hana masih tahan. Sabar-sabar ia menghadapi si Park Eunbin itu.
Pukul delapan malam. Bagi Hana yang hidupnya jauh dari kampung halaman, ia tak bisa diam saja dan menerima uang bulanan yang dikirim oleh ibunya. Untuk jaga-jaga, Hana bekerja di salah satu supermarket dekat apartemennya. Selalu dapat shift malam tiap hari selasa, kamis dan sabtu sampai pukul dua belas malam nanti.
Kini, Hana sampai di tempat kerjanya. Setelah mengucap salam pada penjaga sebelumnya, Hana segera memakai seragam resmi dari tokonya. Ia meletakkan tasnya dibawah meja kasir. Bersiap-siap, sambil melayani beberapa pembeli yang belum menyelesaikan belanjaannya.
Selagi melayani pembayaran di kasir, suara khas pintu dibuka terdengar sampai pendengarannya. Hana melirik sejenak jam tangannya, sudah pukul sembilan malam saat itu. Bukan tentang seberapa lama Hana menjaga toko itu di shift malamnya. Namun tentang ia yang datang tepat pelanggan terakhir keluar toko.
Supermarket itu sepi sekarang. Hanya ada Hana dan pemuda itu. Iya. Siapa sangka kalau sekarang takdir sedang mempermainkan perasaannya. Takdir itu membuatnya kebingungan. Kalang kabut dalam pikiran. Hingga akhirnya, terbuyar-lah lamunan. Ia, Sungyoon, berdiri sambil menatap di hadapan.
"Kamu pasti perempuan es kopi dari stasiun Busan. Benar, kan?" Hana menahan napas. Ia mengangkat wajahnya, mengisyaratkan ketidakpahaman. Sungyoon mengenalnya?
"Ah, iya, itu aku," jawabnya gugup. Jujur, Hana sama sekali tak mengerti. Kenapa dirinya begitu. Biasanya juga biasa saja, kan, kalau bicara dengan orang lain? Ini ada apa, hei?! Lalu, tiba-tiba saja Hana teringat pada sesuatu. Saputangan itu!
Sambil melayani pembayaran Sungyoon, Hana mencuri pandang. Raut wajah pemuda itu tegas, tak tampak sama seperti pada saat di sekolah. Dan Hana jadi semakin takut. "S-Soal saputangan.... Akan kukembalikan besok. Itu masih di rumah, aku tak membawanya."
"Tak apa," jawabnya singkat. Hana mangut-mangut. Tidak ada topik yang bisa ia bahas. Jadi, Hana dengan cepat menyelesaikan tugasnya.
Ia menyerahkan belanjaan yang dibeli pemuda itu. Beberapa makanan ringan, sekotak susu, bahan memasak, bahkan sampai segulung perban, plester, dan obat tempel--koyo. Hana yakin, tiga barang itu sudah pasti untuk Sungyoon sendiri. Mengingat seperti kata Eunbin kemarin malam, Sungyoon itu seorang atlet lari.
Dikira Sungyoon akan pergi setelah melakukan pembayaran, rupanya pemuda itu masih setia berdiri. Menarik atensi Hana, membuat tanda tanya imajiner muncul di sisi kanan kepalanya.
"Sendirian?"
Pertanyaan Sungyoon membuat Hana memiringkan kepalanya. Dahinya berkerut. "Y-Ya? Kenapa memang?"
Sungyoon menggelengkan kepala. "Hanya penasaran. Kamu tak apa sendirian seperti ini?"
Entah mengapa, suara merdu pemuda itu candu di telinganya. Hana tersenyum tipis. Tidak tahu kenapa dirinya merasa berdebar. "Aku sudah biasa. Lagian tak apa-apa juga. Aku juga tak bisa mengandalkan uang bulanan dari Busan."
"Aahh...." Sungyoon mangut-mangut, seolah ingat jelas pertemuan pertama mereka. "Kamu asal Busan, ya?"
"iya. Kamu sendiri darimana?"
"Gyeongsang. Aku liburan ke Busan dan menemui kawan lama. Omong-omong, kita satu sekolah, tapi kenapa aku tak pernah melihatmu?"
"Aku jarang keluar kelas. Yah, keluar pun kalau ada perlu saja. Aku bukan tipe orang yang suka jalan-jalan keliling sekolah."
Sesaat, Sungyoon terkekeh pelan. Hei, Hana tak sengaja menyelipkan guyonan receh seperti itu. Mana tahu kalau Sungyoon benar-benar tertawa karena hal itu.
Obrolan demi obrolan lancar terlontar selama beberapa menit ke depan. Hingga akhirnya Sungyoon memilih untuk lekas pulang sebelum dicari keluarganya. Lantas, ia mengucapkan terima kasih, berbalik dan keluar supermarket, dan pergi.
Hana menatap punggung kekar yang berlapis jaket hitam, perlahan mulai hilang dari pandangannya. Sesaat, Hana masih bergeming. Ia baru bicara dengan Sungyoon, lihat itu?! Hana menghela napas panjang. Dirinya sama sekali tak mengerti. Kali ini, apakah permainan rasa dimulai juga?
* * *
Hana tiba di rumah, tengah malam. Lelah, ia segera merebahkan diri di atas kasur kamar dengan pencahayaan yang minim. Hampir terlelap, kalau Hana tidak tiba-tiba ingat alasan perkasa sebab apa ia bisa pada pemuda bernama Choi Sungyoon itu.
Tubuh Hana terangkat tiada niat. Ia tergesa menuju meja belajarnya. Mengungkung diri sampai mendapatkan sesuatu yang ia cari-cari dengan gusar.
Saputangan itu.
Dirinya mulai hiperbola. Melonjak kesenangan saat telah menemukannya. Hana kembali berbaring di kasurnya. Menatap lamat benda yang telah berpindah di tangannya, lalu terus-terusan menghela napas sedang jantung berdegup tak keruan.
"Baiklah, akan kukembalikan besok." []
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Fantasia
Fanfiction[ COMPLETED ] 𝒇𝒕. 𝒈𝒐𝒍𝒅𝒆𝒏 𝒄𝒉𝒊𝒍𝒅'𝒔 𝒀. dalam hati Hana, muncul rasa yang membelenggu diri. Sampai ia akhirnya tersadar, selama ini, semuanya adalah mimpi yang sangat sulit ia raih. fanfiction. ©lunariasticz, 2019