Sayangnya, sampai hari ini pun Hana masih belum sempat mengembalikan saputangan itu. Semalam setelah benda itu ketemu, Hana buru-buru mencucinya ulang. Untung saja masih sempat kering. Dan seharian, Hana sama sekali tak temukan Sungyoon.
Salahnya juga karena tak berani datangi langsung kelas pemuda itu. Yang Hana lakukan ialah berdiam diri di dekat kelas pemuda itu, menunggu kalau Sungyoon keluar dari kelas. Namun, usahanya sama sekali tak berbuah. Nyatanya Sungyoon tak pernah hinggap di sudut netra sampai bel pulang sekolah berbunyi.
Selama beberapa saat, Hana terus merutuki bahwa ia terlalu gengsi. Pikirnya, astaga ... ia hanya perlu mendatangi kelas di sebelah dan memanggil siswa bernama Choi Sungyoon, kemudian bicara singkat dan mengembalikan saputangan itu, selesai! Tapi kenapa kakinya jadi berat untuk melangkah?
Benar-benar keterlaluan, Hana pun tak tahu mesti bagaimana lagi. Meminta bantuan pada Eunbin? Oh, itu ide buruk. Bukannya dibantu, Eunbin malah akan semakin gencar menggodanya. Kalau saja Eunbin tahu mereka pernah bertemu di stasiun kereta Busan, mungkin gadis itu akan cerita panjang lebar tentang takdir cinta. Menggelikan.
Apalagi Eunbin dekat dengan kawannya Sungyoon. Siapa namanya? Jangjun? Ah, itu intinya. Kalau Hana cerita ke Eunbin, lalu Eunbin cerita ke Jangjun, dan Jangjun cerita ke Sungyoon, maka tamatlah sudah. Mau dibuang kemana wajah merah padam Hana nanti?
Iris tajamnya beradu dengan jam dinding, berkutat sejenak sebelum ia bangkit dan menuju ruang rapat. Hana tergabung dalam klub jurnalis. Kecintaannya pada sastra memang telah terlihat sejak dini. Sebabnya, tulisan ia begitu cantik. Jadi, tolong jangan iri.
"Sampai ketemu besok, Hana!"
Eunbin mengucap salam. Ia melambaikan tangan sebelum tubuhnya hilang di kerumunan orang yang juga hendak kembali ke rumah.
Hana tinggal sendiri di kelas. Lantas segera bangkit dan menuju ruang rapat khusus klub jurnalisnya di lantai satu. Tak begitu jauh dari kelasnya. Di perjalanan, tak ayal Hana menyapa orang-orang yang ia kenal selagi ia melangkah.
Tanpa Eunbin pun, sebenarnya Hana sudah cukup terkenal. Prestasinya, di akademik atau di kegiatan jurnalistiknya. Kemampuan berbicara di depan banyak orang membuat decak kagum siswa angkatan bahkan junior seniornya.
Tapi anehnya, untuk masalah kali ini Hana benar-benar dibuat kewalahan.
Rapat jurnalis hampir dimulai saat Hana tiba. Begitu duduk di salah satu kursi, ketua klub itu mulai menjelaskan beberapa hal. Tentang turnamen olahraga antar sekolah yang akan diadakan beberapa minggu lagi.
Karena itu, pembagian tugas untuk wawancara eksklusif dibagi secara merata. Klub jurnalis berbeda dengan klub mading, namun begitu mereka melakukan kerja sama. Anak jurnalis melakukan wawancara, dan nanti diserahkan ke anak mading untuk disebar dan dipajang sebagai penghias majalah sekolah.
Tahun ini adalah tahun terakhir Hana untuk ikut setiap kegiatan klub sebelum sibuk dengan ujian semester depan. Dan entah sebuah keberuntungan atau apa, untuk pertama kalinya Hana mendapatkan bagian wawancara untuk tim pelari sekolah.
Dan itu artinya, Hana akan kembali bertemu Sungyoon.
Kebetulan kah?
* * *
Hana tak punya gagasan tentang rentetan kejadian yang ia timpa belakangam hari ini. Bertabrakan dengan Sungyoon yang ternyata satu sekolah, satu kelas di mata pelajaran olahraga, bertemu di shift malamnya, sampai tugasnya mewawancarai anggota pelari sekolah.
Semua itu tentang Sungyoon. Tentangnya.
Untuk kesekian kali, jantungnya tak henti berdebar. Pikirannya meracau, terbang kesana-kemari tanpa tentu arah. Di halte bus, Hana menunggu kendaraan roda empat itu tiba dan mengantarnya pulang.
Pukul 5.45 sore.
Hana mendengus. Hampir malam, dan belum ada bus yang searah dengannya lewat? Hampir dua puluh menit Hana duduk di pelataran halte, dan ia terus-terusan menatap puluhan mobil mewah berlalu-lalang di jalan raya. Bosan menyerang dirinya, kalau saja tak ingat rumah mungkin Hana sudah tidur.
Ponselnya mati total, dan Hana tak sempat bawa charger. Kebanyakan temannya sudah pulang, tak ada kegiatan klub seperti Hana tadi. Sungguh malang sekali nasib seorang Kim Hana yang harus menunggu bermenit-menit tidak jelas sambil memperhatikan jalanan lepas.
Selama beberapa saat, mungkin tidak ada yang menarik untuk Hana perhatikan. Sampai akhirnya di seberang jalan, di halte bus yang lainnya, Hana menemukannya. Memakai hoodie hitam yang membalut seragamnya dan juga sebuah topi biru di atas kepalanya.
Sungyoon.
Pemuda itu tak sadar kalau sudah diperhatikan Hana lekat-lekat. Dibawah sinar matahari senja, ia baru sadar bahwa Sungyoon terlihat sempurna. Bak pangeran turun dari angkasa.
Saputangan! Hana baru ingat sekarang. Mungkin ini kesempata untuk mengembalikan saputangan itu ke pemilik aslinya. Alhasil, ia memutarbalik ransel merah mudanya. Tergesa-gesa mengambil saputangan putih dengan bordiran bertuliskan 'CS'.
Hana beranjak berdiri, hendak berjalan menyeberang. Namun sayang, tubuhnya kaku bergeming. Dua pasang netra kelam itu saling beradu tatap. Lagi dan tak melekang. Sungyoon tersenyum tipis. Manis sekali. Sampai Hana pun tak mampu untuk berkutik lagi.
Pada akhirnya, Hana lah yang tetap luluh.
Sampai sebuah bus melintas di masing-masing halte dan menghalangi pandangan, barulah Hana kembali sadar. Mungkin bukan sekarang waktu yang tepat untuk mengembalikan benda itu. []
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Fantasia
Fanfiction[ COMPLETED ] 𝒇𝒕. 𝒈𝒐𝒍𝒅𝒆𝒏 𝒄𝒉𝒊𝒍𝒅'𝒔 𝒀. dalam hati Hana, muncul rasa yang membelenggu diri. Sampai ia akhirnya tersadar, selama ini, semuanya adalah mimpi yang sangat sulit ia raih. fanfiction. ©lunariasticz, 2019