Chapter 2 : What is Love?

143 24 5
                                    

Hana masih membatu. Tak bisa ucapkan apa-apa lagi, terlampau kaget dengan serangkaian peristiwa yang ia alami belakangan ini.

Begitu jam olahraga selesai, Hana dan Eunbin kembali ke kelasnya. Namun, untuk pertama kali pikiran dan perasaannya dipenuhi segudang beban yang mengganjal. Eunbin sempat menanyakan apa yang membuat Hana tiba-tiba menjadi pendiam. Yah, walau kepribadiannya memang seperti, tetapi kali ini Hana jauh lebih diam daripada biasanya. Aneh sekali.

Hal itu berlangsung sampai pulang sekolah. Usai bel pulang berbunyi, Hana masih tak bergerak dari kursinya. Malah memilih untuk menyandarkan tubuhnya, mengehela napas berkali-kali, kemudian berpikir keras.

"Hana!" Eunbin berseru kencang. Kelas sudah sepi. Tak apa kalau ia harus menyadarkan lamunan Hana dengan suara emasnya.

Lain hal dengan Eunbin, pemilik manik hitam itu sontak mengalihkan pandangan. Hampir gendang telinganya ikut pecah. "Jangan mengejutkanku, Eunbin."

Eunbin merotasikan mata, malas. Hana itu kadang bisa terlampau cerdas, namun bisa juga kelewat bodoh. Dan apakah hari ini Eunbin menghadapi Hana yang bodoh? Lihat saja nanti.

"Kau kenapa?"

Hana mengernyit. "Aku? Aku kenapa?"

Oke, ini Hana yang bodoh. Batin Eunbin. "Jangan membalikkan pertanyaan, sayang. Aku bertanya padamu, kau kenapa? Setelah pelajaran olahraga kau tak pernah fokus. Jadi kutanya sekali lagi Kim Hana, kau kenapa?"

Hana terdiam sebentar. Ragu untuk bercerita, namun ia juga tak bisa diam saja karena Eunbin itu sahabatnya. Satu-satunya kawan baik yang bisa Hana percayai sejak empat tahun lamanya. Haruskah ia cerita sekarang?

"Perasaanku kacau," jawab Hana lirih.

Sedang Eunbin hanya mendelik tak percaya. Ia menggebrak meja. "Yang betul? Sejak kapan kau suka seseorang?"

"Hei, jangan membuat kesimpulan seperti itu!" sergah Hana. Sedetik kemudian, ia kembali mendesah pelan. Hana memijit pangkal hidungnya. Astaga, harusnya Hana fokus untuk kelulusannya. "Aku cuma tak tahu. Seumur-umur tak pernah begini juga."

"Memangnya siapa? Maksudku, siapa yang mengacau pikiran dan perasaanmu itu?"

Hana hendak menjawab. Namun aneh, mulutnya terasa kelu. Atmanya ikut membatu. Jantungnya berdebar dengan tak tentu. Berkali-kali, Hana menggelengkan kepalanya. Berusaha menepis gagasan tidak masuk akal yang menghampiri pikirannya.

Eunbin menyadari perubahan aneh itu. "Kenapa?"

"Choi Sungyoon," ucap Hana pelan.

Pemuda itu benar-benar mengobrak-abrik isi hatinya.

* * *

Hana tiba di rumah. Percakapannya dengan Eunbin terakhir itu mau tak mau harus berhenti saat supir pribadi Eunbin datang menjemput. Usai makan malam dengan sebungkus ramyun yang dibelinya saat pulang sekolah tadi-Hana belum sempat belanja, jadi maklum saja-Hana masuk ke kamarnya.

Sebuah suara panggilan telepon berdering tak lama setelah ia merebahkan diri di kasur. Panggilan dari Eunbin. Entahlah, guru-guru belum ada yang memberi tugas. Hana sampai hafal apa saja alasan yang Eunbin gunakan saat menelepon dirinya malam hari.

"Ya, kenapa?"

"Yah, bukan apa-apa, sih. Aku cuma masih penasaran dengan ceritamu pulang tadi. Hana, kau serius?!"

Hana mengerutkan dahinya. Eunbin menghubunginya hanya karena penasaran? "Hei! Kau membuang-buang waktuku, Eunbin. Jangan berbasa-basi."

"Aku tak berbasa-basi. Mungkin waktunya kau melepas masa lajang?" sahut Eunbin dari jauh.

"Bercandamu tak lucu."

"Apa aku seperti bercanda?" balas Eunbin tegas. Benar, Eunbin sama sekali tak bercanda. "Dengar, harusnya kau bersyukur karena masih normal."

"Mulut. Sembarangan kalau bicara. Kau pikir aku yang mau semua ini terjadi? Aku tak menyukainya. Aku cuma-"

"Berdebar saat memikirkannya? Ah, aku ingat, di jam olahraga tadi Sungyoon tersenyum ke arah kita. Mungkin itu untuk kau?"

"Hahaha, jangan mengada-ada. Dibanding dengan dia, aku itu apa? Kentang? Aku juga tidak tahu seperti apa dia."

"Oh, kau penasaran? Oke. Karena aku baik, jadi catat ini baik-baik. Aku tahu dia, yah sekadar nama, sih. Dia temannya Lee Jangjun. Kau tahu, kan? Yang pernah kau wawancara waktu kelas sepuluh lalu? Nah, mereka satu kelas. Namanya Choi Sungyoon, anaknya sepertinya rajin, dan baik hati. Tampan lagi. Setahuku, dia tergabung dalam klub atletik Seoul. Banyak kejuaraan yang dia menangkan. Intinya, Sungyoon itu pelari handal. Dia tampak keren kalau sudah ikut turnamen."

Atlet lari? Jujur saja, Hana sangat awam kalau soal cinta-cintaan. Hidupnya selalu penuh dengan latihan dan pelajaran, dan kini Hana tertarik dengan pemuda dan cinta? Wah, kemajuan besar Hana!

Saat itu, tiba-tiba Hana mematikan panggilan teleponnya dengam Eunbin. Tak bisa menahan lagi godaan demi godaan yang terus Eunbin lontarkan kepadanya. Hana menenggelamkan wajahnya diantara bantal dan boneka di atas kasurnya. Mengumpati dirinya sendiri, terus merajuk karena suasana hati yang tak keruan sejak siang tadi.

Hana frustrasi. Tak paham dengan masalah yang melanda hati. []

[✓] FantasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang