Stadion yang digunakan untuk turnamen olahraga antar sekolah ramai oleh sorak sorai para pendukung tim itu sendiri. Kemenangan telah diraih beberapa cabang, tak terkecuali untuk cabang lari yang diikuti oleh beberapa pelari, salah satunya Choi Sungyoon.
Perlombaan estafet 4 × 100 meter dimenangkan tim Sungyoon sendiri dengan mendali emas dan sebuah piala yang bisa dibanggakan. Kemenangan tim atletik menandakan bahwa tugas wawancara Hana akan betul-betul jadi kenyataan.
Hana menunggu di salah satu tribune sampai diizinkan oleh pelatih tim pelari untuk melakukan tugasnya. Tak pernah dalam bayangan terliar Hana kalau hari ini akan sungguhan terjadi. Padahal baru beberapa hari yang lalu Hana berkenalan secara resmi dengan pemuda bertopi biru itu. Padahal baru beberapa hari yang lalu Hana mulai bisa mengendalikan perasaannya sendiri.
Nah, soal perasaan. Mungkin yang Eunbin katakan benar. Segala tentang urusan hati sama sekali tidak bisa menipu. Dan mungkin pula itu semua benar, bahwa Hana sudah jatuh hati sangat dalam.
* * *
Tak ada yang bisa Hana ceritakan kali ini. Semuanya terasa seperti mimpi. Wawancara berlangsung sempurna. Hana bertanya, dan Sungyoon menjawab. Lancar tanpa halangan. Seolah mereka adalah dua orang insan yang sudah saling kenal, dan sedang berbicara untuk melepas rindu.
Turnamen itu berakhir dengan sportif. Pukul empat sore, mobil-mobil yang membawa tim dan klub jurnalis dan fotografi--yang bertugas menjepret untuk mading--tiba di area sekolah. Diperbolehkan pulang dan beristirahat.
Hana duduk di halte. Menunggu bus lewat dan cepat-cepat sampai di rumah karena seluruh tulangnya sudah hampir retak.
"Hana!" Seseorang memanggil dari kejauhan. Tak asing di matanya, Sungyoon dengan topi biru sudah melangkah mendekati dirinya. Senyum merekah, tipis memang tapi siapa pun yang lihat bisa jadi akan pingsan. "Mau ikut aku?"
Hana mengerutkan dahi. "Kemana?"
"Hari ini ada pasar malam di taman. Mau kesana berdua? Aku ada sesuatu untuk kamu juga."
Hana terdiam. Sungyoon mengajaknya pergi berdua ke pasar malam? Tolong, siapapun bantu Hana. Ini bukan mimpi, kan? Gagasan tentang mereka akan dekat karena kebetulan sama sekali tak pernah terlintas dalam benaknya.
"Bagaimana?" tanya Sungyoon memastikan. Dan tanpa ragu, Hana mengangguk.
"Oke, nanti aku jemput jam 7 ya!"
* * *
Waktu berjalan dengan cepat. Tiga jam berlalu bagaikan daun yang diterbangkan angin. Hana sudah bersiap-siap, memakai celana jins hitam dan kaos putih sederhana bergambar abstrak yang dimasukkan ke dalam celana. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai, poninya sudah memanjang.
Setelah mengirimkan alamat pada Sungyoon, pemuda itu akhirnya tiba di depan apartemen tempat Hana tinggal. Sempat bertanya-tanya juga, rupanya rumah mereka tak cukup jauh. Bahkan Sungyoon hanya menempuh waktu lima belas menit dengan berjalan kaki untuk tiba di apartemen Hana.
Pemuda itu memakai koas juga, namun warnanya hitam. Berbanding balik dengan Hana yang putih terang. Sebuah kalung tanpa bandul menggantung di lehernya. Astaga, Sungyoon tampan sekali dan aku malah berdandan seperti kentang?!
"Siap?"
Hana mengangguk kikuk. Sebenarnya agak minder juga jika berjalan dengan Sungyoon. Pikirnya, mana ada sebuah berlian yang mau berdampingan dengan butiran debu? Semoga tidak ada yang mengecamku. Semoga tidak ada yang mengecamku.
Lantas, keduanya berjalan bersama menuju pasar malam dengan Sungyoon sebagai pemandunya. Banyak obrolan acak yang terlontar. Apa saja agar tidak canggung, dan mereka sama sekali tak pernah canggung karena pasti selalu ada saja topik yang menggantikan topik.
Cocok sekali.
* * *
Pasar malam itu ramai. Setahu Hana memang sudah dibuka sejak dua hari yang lalu. Hana senang karena ia berkesempatan untuk datang di salah satu hari dan menikmati setidaknya dua atau tiga wahana yang ada disana.
Sungyoon pun nampaknya tahu isi hatinya. Lantas dibawanya Hana dan menawarkan beberapa wahana untuk dinaiki. Entah itu bianglala, rumah hantu, atau bahkan dibelikan sebuah permen kapas pelangi.
Entah sejak kapan mereka jadi dekat seperti ini, namun Hana sungguh bahagia. Amat sangat bahagia.
"Hana."
"Ya?"
Sungyoon membawanya menepi. Menuju salah satu bangku taman dan duduk disana. Hana tak mengerti, namun raut wajah Sungyoon jauh lebih serius ketimbang beberapa menit yang lalu.
Tak ada yang salah, kan?
Pemuda itu merogoh saku celananya. Dan betapa terkejutnya Hana tatkala ia tahu apa yang kini ada di genggaman tangan Sungyoon.
Sebuah liontin dengan permata biru safir terpampang di hadapannya. Hana bergeming. Senang, terharu, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia jauh melebihi harapannya.
Lantas Sungyoon segera mengalungkannya. Ia tersenyum saat kalung itu tergantung cantik di leher Hana. "Simpan kalung ini untukku, ya."
"Sungyoon.... I-Ini terlalu mahal."
"Hei." Pemuda itu menangkup kedua tangannya di pipi Hana. Membuat telinga si empunya mendadak merah dan memanas. Rona di wajahnya temaram sebab hari sudah malam. "Jangan pernah dilepas, oke?"
Hana membeku, lidahnya ikut kelu. Netranya beradu tatap dengan lawan biaranya. Malam itu, mungkin adalah malam paling indah baginya. Benar-benar seperti kisah di negeri dongeng.
"Aku menyukaimu, Hana." []
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Fantasia
Hayran Kurgu[ COMPLETED ] 𝒇𝒕. 𝒈𝒐𝒍𝒅𝒆𝒏 𝒄𝒉𝒊𝒍𝒅'𝒔 𝒀. dalam hati Hana, muncul rasa yang membelenggu diri. Sampai ia akhirnya tersadar, selama ini, semuanya adalah mimpi yang sangat sulit ia raih. fanfiction. ©lunariasticz, 2019