Part 2

21.4K 2.4K 290
                                    

Bagian yang bercetak miring adalah flashback

-

"Kau serius menerimaku bekerja di tempatmu?" Tanya Jaemin ketika mereka baru menyelesaikan sarapan.

Jeno memberikan anggukan sebagai jawaban.

"Bukan aku yang menerimamu, staffku yang telah memilihmu. Sampai kapanpun kantorku tidak akan melakukan kecurangan dengan memasukkan sembarang orang untuk bekerja di perusahaan." Katanya dengan suara tegas. Jeno terlihat sangat membanggakan perusahaannya.

"Itu bagus. Setidaknya aku memang layak bekerja disana." Komentar Jaemin. "Tidak ada yang mengetahui statusku bukan?"

Jeno menggeleng. Ia meraih tas kerjanya dan berjalan menuju pintu depan.

"Selamat bekerja. Dan pulanglah tepat waktu!"

Seruan Jaemin terdengar di telinganya. Diam-diam Jeno menyembunyikan senyum. Setidaknya, Jaemin memiliki sesuatu yang membuat Jeno tidak merasa risih karena berada di dekatnya.

-



"Katanya Ibu mereka meninggal karena mempertahankan Jaemin."

"Dia tidak seharusnya hidup, pembawa sial"

"jangan dekati dia. Jika kau tidak ingin tertimpa sial."

"Saudara kembarnya mengalami kecelakaan ketika mereka memutuskan pulang bersama. Memang tidak seharusnya dia hidup. Hanya membawa petaka."

"Kelahirannya telah membunuh ibunya. Bagaimana mungkin sang Ayah mau menerima kehadirannya?"

Setiap cibiran itu Jaemin hanya mendengarkannya.
Kedua telinganya memang terpasang airpods namun sebenarnya tidak ada satupun lagu yang Jaemin dengarkan. Jaemin sengaja melakukannya, ia ingin tahu, seberapa banyak orang-orang mulai mencibirnya.

Bohong jika Jaemin tidak merasakan sakit, bohong jika Jaemin menganggap dirinya baik-baik saja. Terkadang Jaemin sudah ingin menyerah, namun ketika kedua matanya melihat potret indah sang Ibu yang telah berjuang untuk hidupnya yang tidak pasti Jaemin merasa dirinya bisa bertahan. Mungkin Jaemin kurang bekerja keras, Jaemin kurang berusaha membuat sang Ayah bahagia.

Lagi pula, Jaemin tidak sendiri, dia masih memiliki saudaranya. Jaemin masih memiliki seseorang yang selalu mengasihinya.

".....Aku memanggilmu sudah seperti orang hutan. Tapi kau menutup telingamu!"

"Akh.... Jaeri...." Jaemin meringis. Punggungnya sakit sekali mendapat pukulan keras dari saudaranya. Jaeri tidak pernah main-main saat melayangkan tangannya.

"Lemah....kau itu laki-laki." Ujarnya setengah kesal. "Kenapa meninggalkanku!" Teriak Jaeri murka. Wajahnya sudah sangat merah. Kedua tangannya menyerang Jaemin.

"Aduh... kau kasar sekali jadi perempuan. Nanti tidak ada yang menyukaimu." Jaemin melindungi wajahnya dari serangan Jaeri sambil tertawa.

"Aku kan memilikimu. Aku tidak perlu siapapun lagi."

Jaeri sudah menghentikan serangan pukulannya. Mereka berjalan beriringan di koridor sekolah yang ramai.

Jaemin tersenyum. Jaeri memang sangat manis, dia ceria dan penuh semangat. Berbeda dengan dirinya yang tertutup dan tidak memiliki aura yang menyenangkan.

"Kita tidak akan selalu bersama. Lihatlah... kau bahkan loncat kelas. Kau akan meninggalkanku sebentar lagi." Jaemin mengatakannya dengan penuh rasa bahagia tidak ada kesedihan disana.
Tentu saja.
Jaemin selalu bangga dengan apa yang selalu di lakukan Jaeri. Saudaranya itu penuh dengan kejutan.

No Longer [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang