Part 5

15.4K 2.1K 239
                                    

Bagian bercetak miring adalah flashback

-

Makan malam itu berjalan dengan tenang, Jaemin dan Jaeri sibuk berbagi cerita di masa kecil mereka, mengingat beberapa kenangan yang mungkin terasa indah bagi keduanya. Jaemin mencoba mengimbangi antusias Jaeri ketika menceritakan bagaimana dia untuk pertama kalinya mendapatkan nilai sempurna.

Mereka menjalani masa sekolah dasar bersama-sama, namun ketika mereka memasuki Sekolah Junior Jaeri mendapatkan kesempatan untuk lompat kelas dan Jaeri tentu sangat senang. Jaemin terpaksa harus terlambat satu tahun mengejar sosok Jaeri.
Hari itu, untuk pertama kalinya mereka berpisah setelah mereka selalu berjuang bersama.

Pada dasarnya, memang Jaemin memiliki hati yang sangat lapang, Jaemin selalu bisa merasakan kebahagiaan Jaeri dan itu juga mempengaruhi dirinya secara tidak langsung, meskipun jauh di dalam lubuk hatinya Jaemin menginginkan hal serupa ia akan lebih memilih menutup mulutnya.

Ketika Jaeri kembali mendapatkan kesempatan untuk loncat kelas saat memasuki Sekolah Senior, Jaeri tentu saja menerima tawaran itu, Ayahnya tentu saja dengan sangat bangga terus membawa nama Jaeri dimanapun dia berada.

Bagaimana dengan Jaemin?

Menarik nafas dalam Jaemin lalu menghembuskannya perlahan.

Ayahnya mungkin lupa jika memiliki satu orang anak lagi dalam keluarga mereka.

Sampai disini Jaemin kembali tertinggal, kali ini ia tertinggal sangat jauh... sebanyak dua langkah.
Terkadang Jaemin bertanya, mengapa mereka berbeda? Mengapa mereka tidak di lahirkan dengan keberuntungan yang sama. Mengapa hanya Jaeri yang bisa mendapatkan segalanya dengan mudah, mengapa Jaemin tidak bisa sepertinya?

"Aku selesai..." Jeno menghentikan ocehan panjang Jaeri.
Dua saudara kembar itu menatap ke arah Jeno bersamaan. Jaemin sungguh merasa bersalah, ia mengabaikan Jeno sejak tadi, Jaemin tidak bermaksud. Sesungguhnya Jaemin sudah beberapa kali meninggalkan meja makan hanya untuk membuat Jeno bisa leluasa berbicara dengan Jaeri, namun usaha Jaemin tidak menghasilkan apapun. Jaemin pikir, Jeno sungkan mengajak Jaeri berbicar karena ia disana, namun semua tidak benar. Jeno memang hanya memakan makanan di depannya dengan sangat lahap tanpa menghiraukan Jaeri yang selalu mencuri-curi pandang pada suaminya.

Kembali, Jaemin berpikir jika Jeno memang berubah aneh.

Jaeri meninggalkan kediaman Jaemin pada jam sembilan malam. Kini hanya tertinggal Jaemin bersama suaminya yang bersikap sangat aneh seharian penuh.

Setelah membereskan dapur Jaemin kembali ke kamarnya, disana Jaemin menemukan Jeno sudah tertidur dalam keadaan posisi membelakanginya. Niatnya untuk bicara pupus sudah, sepertinya Jeno memang terlihat sangat lelah.

Setelah membersihkan diri, Jaemin mengambil posisinya untuk tidur. Mengecek ponselnya dan mendapati pesan Renjun yang mengingatkan Jaemin untuk datang di pesta pertunangannya. Jaemin mengulum senyum. Renjun selalu menulis pesan yang sama semenjak beberapa hari lalu. Takut Jaemin melupakannya.

Jaemin mematikan lampu dan menggantinya dengan penerangan minim, ia menarik selimut dan sudah hampir memasuki mimpinya ketika sebuah tarikan lengan di pinggangnya membuat Jaemin berjenggit. Punggungnya menepel pada dada bidang milik Jeno tanpa cela. Meski Jeno sudah sering melakukannya, tetap saja rasa terkejut itu masih tidak bisa hilang.
Mereka tak bersuara, Jaemin memilih menutup mata, ia mengurungkan niatnya mengajak Jeno bicara, lagipula Jaemin tidak ingin mengganggu Jeno dengan segala macam pertanyaan di saat suaminya itu terlihat sangat lelah.

Mereka masih memiliki waktu yang sangat panjang esok hari.

-


Paginya seperti biasa Jaemin terbangun lebih dulu, ia menyiapkan sarapan untuk Jeno dan untuk dirinya sendiri. Suara langkah kaki di belakang punggungnya membuat Jaemin berpaling dan mendapati Jeno yang sedang memandangnya. Raut wajah Jeno jelas tak terbaca seperti biasanya.

No Longer [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang