Part 12

13.9K 2K 212
                                    






-




-




Jeno menatap kepergian Jaemin dengan kening semakin berkerut. Kemudian obsidiannya beralih menatap Jiyeon.

"Apa yang sudah Jaemin bicarakan padamu, Noona?"

Pertanyaan Jeno menyentak lamunan Jiyeon. Dia lupa jika telah mengatakan hal yang tidak-tidak. Habislah Jaemin jika Jeno mengetahui jika dirinya tengah hamil. Bisa-bisa Jaemin di berhentikan secara tidak hormat dan Jiyeon tentu akan merasa bersalah pada pemuda manis itu.

'Jaemin-a... maafkan Noona'



-



-

Mark berjalan tergesa bahkan nyaris terlihat sedang berlari. Andaikan saja dirinya tidak berada di perusahaan Ayahnya sudah di pastikan Mark akan berlarian tanpa peduli siapapun orang yang di tabraknya. Karena ini adalah perusahaan yang tengah di pimpin si Bungsu, mau tidak mau Mark harus bersikap seperti orang-orang yang sedang bertamu, tidak peduli dengan kenyataan jika dirinya adalah kakak dari Bos mereka sendiri.

Mark menuju sebuah lift khusus yang di sediakan untuk Presdir mereka.
Tujuan Mark hanya satu, menemui sang Adik yang terus menolak panggilan telepon darinya. Mark tidak pernah peduli pada apapun tetapi mendengar jika sesuatu terjadi di luar dari rencana mereka membuat Mark harus meminta penjelasan pada Jeno. Isi kepalanya sudah sangat penuh dengan sumpah serapah dan ingin melampiaskannya pada si Bungsu yang tidak memenuhi janji.

'Brak'

Jeno mengalihkan pandangan dari layar laptop di depannya menuju satu-satunya pintu masuk yang ada di ruang kerjanya. Disana kakak keduanya berdiri dengan nafas terengah juga tatapan mata yang sangat tajam sedang menatapnya.

"Jiyeon dan suamimu tidak ada di meja kerjanya." Ujarnya menjelaskan kenapa dia bisa masuk dengan mudah tanpa adanya pemberitahuan. Mark menutup pintu di balik punggungnya dan langsung menguncinya.

Jeno menaikkan alisnya merasa kebingungan. Tidak biasanya Mark mau menginjakkan kakinya di perusahaan Jeno.

"Mengapa kau tidak mengangkat telponku? Ingin Menghindariku? Huh?" Tuduhnya. Mark mendekati meja kerja Jeno dan menduduki kursi di seberangnya.

Tatapannya tidak lepas menatap Jeno.

Jeno memandang Mark dengan tenang tidak merasa terganggu apalagi terpancing atas kemarahan Hyungnya itu karena Jeno sudah mengerti apa yang membuat Mark terlihat sangat marah.

Jeno melepas kacamata bacanya. Menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil menarik nafas.

"Ini tidak di rencanakan. Sungguh Hyung... Aku tidak tahu akan terjadi hal seperti ini."

Mark mendengus.

"Kau berjanji padaku tidak akan melakukannya-"

"Ck... kenapa tidak Hyung saja yang menikahinya?" Jeno menyela merasa marah karena Mark tampak menyalahkannya atas semua hal yang terjadi. Jeno hanyalah sebuah perantara, dia hanya menjalankan tugas dan sedikit menikmati perannya. "Bukankah Hyung mencintainya? mengapa Hyung membiarkanku menjadi boneka Ayah untuk mengendalikan Jaemin? Kurasa Ayah akan dengan senang hati membiarkan Hyung bersama dengan Jaemin. Tidak perlu membuatku harus menerima Jaemin dan berpura-pura telah menerima kehadirannya."

Mark menatap Jeno lurus. Pandangannya sangat dalam dan terlihat mengintimidasi.
Mark tidak pernah salah menilai sesuatu. Jeno, Jaemin dan Jaeri kedua matanya tidak pernah salah dalam menilai orang-orang, jika Mark telah melakukan kesalahan, maka seharusnya Jaemin tidak berada di sini diantara mereka dan masih bernafas.

No Longer [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang