Ratna, aku ingin melihatmu tersenyum. Tersenyum nyata bukan karena paksaan semata. Hampir setiap hari aku tidak melihat ketulusan dari senyuman yang kamu torehkan. Seperti senyum itu memiliki rahasia yang menyakitkan.
Aku tau keluargamu tidak harmon...
#Tekan bintang terlebih dahulu sebelum membaca ya - cuma ngingetin kok :)
Selamat membaca💚
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✓✓✓
Jam istirahat kedua Ratna menemui Bu Sinta, wali kelasnya yang juga pengurus administrasi sekolah. Setelah mengetahui jika dirinya diminta menemui wanita 40 tahunan itu, pasti ada kaitannya dengan pembayaran SPP kelas XII yang memang belum Ratna bayar.
Ratna masuk ke ruang tata usaha. Tempat duduk Bu Sinta paling jauh dari pintu masuk jadi Ratna harus melewati beberapa guru tata usaha lainnya.
"Ibu memanggil saya?" Tanya Ratna berbasa-basi.
Wanita itu tersenyum ramah hingga kerutan di sekitar matanya tampak begitu jelas, "Kamu pasti sudah tau kan apa yang akan ibu omongkan?"
Ratna meneguk salivanya kemudian mengangguk kecil.
Bu Sinta melanjutkan, "Sebenarnya Ibu tidak enak membicarakan masalah ini karena Ibu juga tau bagaimana kondisi keluarga kamu. Sebentar lagi kan Ujian Nasional, kalau administrasi sekolahnya tidak segera dibayar maka kamu tidak akan bisa mengikuti ujian. Apalagi teman-teman kamu yang lain sudah 80% lunas."
Ratna tidak bisa berkata-kata, memang salah orang tuanya juga yang tidak mengurusi anaknya hingga pembayaran sekolah tidak pernah dibincangkan. Mereka selalu menyibukkan diri dengan pertengkaran labil tak berfaedah itu.
Bu Sinta mencoba memberikan pengertian kepada Ratna karena takutnya masalah ini akan semakin membebani gadis itu.
Ditambah rumor yang beredar jika kedua orang tuanya terus bermasalah. "Coba nanti kamu bicarakan dengan orang tua ya, semoga mereka bisa mengerti keadaan kamu."
Di sepanjang koridor Ratna terus berjalan tertunduk. Matanya tak henti menatap lantai putih yang terus ia pijaki.
Pikirannya begitu keruh, setiap ruang di dalam otaknya hanya berisi masalah dan konflik. Tidak di rumah, tidak di sekolah, semua hanya menjadi beban untuknya.
Langkahnya terhenti secara mendadak sebelum kakinya menginjak sepasang sepatu yang tiba-tiba berada tepat di depannya.
Mata Ratna bergerak melihat dari bawah ke atas hingga akhirnya dia tahu siapa pemilik kaki ber-sepatu yang menganggu jalannya, "Lo ngapain si Ka?" Ya. Saka dengan tampang tak bersalahnya terkekeh tanpa sebab.
"Ka, gue lagi nggak pengen diganggu." Pinta gadis itu tetap tidak membuat Saka goyah.
"Lo kenapa lagi?" Saka membungkuk hingga wajahnya berada tepat di depan wajah gadis 17 tahun itu.