Ratna, aku ingin melihatmu tersenyum. Tersenyum nyata bukan karena paksaan semata. Hampir setiap hari aku tidak melihat ketulusan dari senyuman yang kamu torehkan. Seperti senyum itu memiliki rahasia yang menyakitkan.
Aku tau keluargamu tidak harmon...
#Backsound :BTS – We are the bulletproof |Piano Cover
#Tekan bintang terlebih dahulu sebelum membaca ya - cuma ngingetin kok :)
Selamat membaca💚
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✓✓✓
Sejak kejadian tadi, kami menjadi canggung. Apa aku salah karena mencium pipinya secara tiba-tiba?
"Lo mau langsung gue anter ke rumah?" Tanyanya selagi memboncengku.
Aku bahkan lupa jika sebelumnya aku kabur dari rumah karena marah. Kalau pulang ke rumah rasanya seperti mempermalukan diri sendiri karena kemarahanku yang meluap tadi.
"Gue nggak mau pulang," balasku dengan tegas.
Saka menghentikan sepedanya kemudian menoleh ke belakang, ke arahku. "Kenapa?" Tanyanya.
"Gue tadi kan kabur dari rumah, ya kali balik lagi." Jawabku sekenanya.
Aku lihat dia menggelengkan kepalanya pelan, "Sekarang pikir aja begini, dengan lo kabur dari rumah, bukannya lo malah jadi pengecut."
Ucapan Saka yang tajam dan tiba-tiba, rasanya menusuk sanubari ku. Memang yang diucapkan Saka ada benarnya, aku memang pengecut. Yang hanya bisa berlari dan pergi tanpa solusi.
"Kalo lo terus-menerus lari dari masalah, masalah akan terus mengejar. Dan pada akhirnya masalah lo nggak akan ada habisnya." Jelasnya lagi padaku.
Aku terdiam, kata-kata Saka tepat sasaran hingga rasanya aku teramat berdosa. Ditambah aku yang tidak bersikap baik kepada orang tuaku. Padahal seburuk-buruknya kelakuan mereka, mereka tetaplah orang tuaku. Aku hadir karena mereka, tak sepantasnya aku seperti ini.
"Saka, lo bener. Gue akan turun disini dan pulang ke rumah," Ratna langsung turun dari kursi boncengan Saka.
"Kok turun sini? Gue kan bisa anterin lo sampai rumah." Saka menahan Ratna yang akan pergi.
"Rumah gue deket kok, nggak sampe 3 menit kalo jalan kaki. Mending lo langsung pulang udah hampir malam juga. Makasih ya untuk hari ini." Ratna melambaikan tangan kanannya.
Saka terdiam, dia bahkan tidak membalas lambaian tangan gadis itu. Matanya terus menatap ke arah Ratna saat pergi dari hadapannya.
Mungkin dia cemas, Ratna tahu Saka orang yang seperti apa. Tapi jangan risau Saka, Ratna yang kamu andalkan ini akan baik-baik saja.
••
Langkah Ratna terhenti sejenak di depan gerbang rumah bercat abu-abu itu. Mendadak dirinya merasa dilema. Dipikirannya hanya ada satu pertanyaan
"Apa yang akan dia katakan nanti saat berhadapan dengan mama dan papa?".
Ratna menarik napas panjang kemudian dihembuskan perlahan, langkahnya memberanikan diri. Ratna mulai masuk ke halaman rumah.
Tak terdengar suara apapun dari dalam rumah, seperti rumah kosong yang begitu hening. Lampu rumah juga tidak dinyalakan. Sehingga terlihat gelap gulita dibanding rumah tetangganya yang lain.
Ratna mengetuk pintu dua kali dan tidak ada jawaban. Sepertinya benar jika orang tuanya tidak di rumah sekarang.
Cklekk...
Pintu rumah tidak dikunci sehingga Ratna bisa masuk. Dugaannya tepat sekali, begitu sepi.
Ratna menyalakan seluruh lampu di sudut ruangan rumah. Tanpa berlama-lama dia langsung menjatuhkan tubuh ke atas sofa ruang tamu karena badan yang terlalu lelah. Hari ini begitu berat, kalau bukan karena Saka pasti Ratna sudah hilang entah kemana. Harapan agar keluarga kecilnya bisa harmonis seperti dulu mungkin percuma saja.
Satu-satunya cara untuk melupakan pertengkaran harian di rumah sepetak itu hanyalah pergi ke sekolah. Dengan sekolah, Ratna bisa melupakan setidaknya setengah dari beban pikirannya.
"Sekali lagi aku berharap, buatlah aku bahagia." Gumamnya pelan.
☁☁☁
Suara ayam jago bersautan terdengar lumayan kencang hingga masuk menembus celah-celah dinding rumah Ratna. Betapa terkejutnya Ratna saat mendapati dirinya tertidur di sofa semalaman setelah memakan mie instan. Badannya terasa tidak nyaman, hingga tulang-tulang dibawah kulit itu berbunyi nyaring ketika diregangkan.
"Jam berapa nih?" Gadis itu melihat ke arah 90° dimana sekarang jam dinding menunjukkan pukul 06.30 WIB.
"Mampus! Gue kesiangan!" Dengan gesit Ratna berlari ke kamarnya untuk mandi dan bersiap.
Lima belas menit berlalu, Ratna keluar dari kamar sambil berlari kecil menuruni tangga rumah. Pakaiannya terlihat kusut karena tidak disetrika. Sepertinya tak ada cukup waktu untuk sarapan. Sebaiknya tidak usah, karena Ratna biasanya jarang sarapan.
Ibu dan Ayahnya? Jelasnya mereka belum pulang, entah kemana dan dimana. Mungkin nanti sepulang Ratna sekolah mereka sudah ada di rumah.
Ratna berjongkok mengikat tali sepatunya, dia bersiap untuk lari menuju sekolah dengan target 5 menit sampai.
Tapi disaat dia baru membuka pintu, seseorang berdiri di hadapannya. Orang itu lebih tinggi hingga bayangan tubuhnya yang menghalangi sinar matahari menutupi hampir seluruh tubuh mungil Ratna.
Ratna mengernyitkan dahinya kemudian bertanya dengan lirih, "Kamu?"
— Saka POV
Ciuman kecil Ratna yang mendarat di pipi kirinya tidak bisa dia lupakan dengan segera. Baru kali ini ada seorang gadis yang berani seperti Ratna. Walaupun Saka tahu jika ciuman itu sekedar ucapan terima kasih.
Tapi tetap saja mereka adalah lawan jenis. Sebaik-baiknya kepribadian Saka, terkadang dia juga bernafsu sama seperti cowok kebanyakan. Bukan nafsu negatif, melainkan nafsu untuk mencintai seseorang.
Saka memandangi wajahnya yang terpantul dari cermin. Sesekali dia mengelus-elus pipi kiri, harap-harap dia bisa mengulang kejadian tadi.
Senyum Saka begitu merekah sekarang, walaupun tadi sore dirinya tampak malu-malu saat di depan Ratna. Ditambah Ratna adalah teman perempuan pertamanya, jadi kalau memiliki rasa suka sepertinya tidak mustahil untuk terjadi.
"Ada apa sama gue?" Gumam Saka dengan raut wajah yang berubah mendatar.
Ratna Ayudia ArsakaHanggana
To Be Continued-
#Cerita ini hanya fiktif belaka, apabila terdapat kesamaan nama, tempat, dan kejadian mohon dimaafkan :)