—Untuk Yanti Nura
Kita selalu membuat puisi tentang kita yang berjalan di gang-gang sempit, dan di tempat di mana nenek kita sedang batuk dan pilek dan menulis tentang ia yang selalu sendirian sambil disepatu dan menangis saat kita dipindahkan ke Pusat Perlindungan Anak.
Tubuhmu roboh di samping nenekmu, sedangkan kucing-kucing kita tidak pernah mau pipis di kamar mandi. Nenek kita hanya membulatkan tanggal terbit koran dan berkata ini adalah tanggal aku tenggelam dan dijual untuk kepentingan politik, bukan untuk cerpen dan puisi untuk anak-anak yang gemar dan tidak gemar membaca. Sementara pemerintah tetap duduk di bangkunya sambil minum kopi, bahkan saat bangunan tempat neneknya pernah mati roboh saat hakim sedang ketuk palu.
Akhirnya kita dibawa ke Lembaga Masyarakat karena mencuri uang di dompet ibu untuk membeli teh tarik. Sementara ayah dan ibu kita tetap memanen padi dan mengangkut truk sampah ke kamar kita dan tetap membuat puisi dan cerpen dan novel yang tidak pernah menghasilkan apa-apa. Kita tahu semua orang tua adalah seorang penulis, mereka menulis dan membuat karya yang hidup dan memiliki nasib, bahkan saat kita tidak jadi dilahirkan ke bumi. Nenek kita tetap membulatkan tanggal-tanggal di mana pun tanggal itu tertera dan tetap menulis kita yang berlarian di gang-gang sempit.
(Yogyakarta, 2019)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayahmu Tumbuh di Halaman Belakang
Poesiaayahmu tumbuh di halaman belakang. ia belajar memanen ubi, memelihara anjingnya yang tinggal satu dan membuat telur paskah palsu. ia membenci anaknya yang tinggal satu. setiap sore kepalanya menjadi sekolah yang tidak belajar. ia tumbuh harum menjad...