Part 12 - Forgive Me, Dad

1.2K 72 13
                                    

Author POV

Prilla mencoba membuka matanya yang terasa sangat berat, lalu kedua tangannya beralih mengucek matanya agar bisa terbuka. Dia menguap sambil melihat ke arah jam yang terletak di meja samping kasurnya.

Lantas, mata gadis itu membulat saat jam menunjukkan pukul 13.00. Dia langsung bangkit, dan pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Setelah wudhu, dia langsung mengambil sejadah dan mukena di dalam lemarinya.

Lalu dia memakai mukenanya dan mulai melaksanakan sholat dzuhur di atas sejadah. Setelah selesai menunaikan empat rakaatnya, Prilla mengangkat kedua tangannya untuk berdo'a. Air matanya mulai bercucuran saat ia mulai meminta ampunan dan petunjuk serta keteguhan hati pada-Nya.

Lalu, setelah selesai berdo'a dan melipat kembali mukena serta sejadahnya, Prilla bergegas untuk mandi karena badannya sudah terasa sangat lengket dan wajahnya sudah sangat jelek akibat tangisannya.

Setelah beberapa menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit untuk mandi dan bersolek, terdengar suara ketukan di pintu kamarnya serta suara bunda yang menyuruh Prilla untuk segera makan. Prilla langsung membuka pintu kamar dan mendapati bundanya.

"Hayu sayang, kita makan dulu. Kamu tèh kan dari pulang teu acan makan"

Mendengar ajakan bunda, Prilla lantas tersenyum dan mengangguk. Lalu mereka -Prilla dan Bunda- berjalan bersamaan menuju meja makan.

Di meja makan sudah tersaji beberapa makanan, diantaranya ada perdekel kentang dan sayur sup. Mata Prilla langsung berbinar saat melihat kedua makanan kesukaannya itu.

Prilla duduk di kursi yang biasa ia tempati saat belum pergi ke Korea. Lalu tak lama kemudian, Ayah datang dan duduk di kursi ujung yang tepat di sebelah kiri Prilla. Kursi itu khusus untuk Ayah--sebagai kepala keluarga. Sedangkan Bunda duduk di kursi yang ada di depannya.

Tubuh Prilla menegang seketika, dia masih belum siap bertemu Ayahnya sendiri setelah kejadian tadi.

Bunda mulai mengambil nasi dan lauk pauk untuk Ayah dan Bunda sendiri. Lalu, saat Bunda ingin mengambil nasi dan lauk untuk Prilla, Prilla menahannya dan mengambil nasi dan lauknya sendiri.

Sebelum makan, mereka berdo'a terlebih dahulu yang di pimpin oleh Ayah. Setelah selesai berdo'a barulah mereka memulai makan dengan khidmat.

Saat makan seperti ini, tidak boleh ada yang berbicara. Karena Ayah pasti akan langsung memerahi orang itu.

Sesudah selesai makan, Prilla membawa semua piring kotor kemudian pergi ke dapur untuk mencucinya.

Setelah selesai mencuci dan meletakkan kembali pada rak piring. Prilla tak tau harus pergi kemana. Haruskah ia pergi kembali ke kamarnya? Atau duduk berkumpul bersama Ayah dan Bunda nya di ruang keluarga?

Prilla merasa serba salah sekarang. Jika dia pergi ke kamarnya, nanti ia akan mengkhawatirkan Bundanya. Tapi, jika dia pergi ke ruang keluarga, dia belum siap bertemu dengan Ayahnya.

Prilla juga tidak menyangka, bahwa kedatangannya akan di sambut oleh amarah sang Ayah atas kelakuannya. Tapi mau bagaimana pun, disini dia yang salah.

Setelah memikirkannya matang-matang, Prilla akhirnya memutuskan untuk pergi ke ruang keluarga. Bagaimana pun, masalah itu harus di selesaikan, bukannya malah lari dari masalah sendiri seperti pengecut.

Prilla duduk di samping Bunda yang sedang merajut. Lalu, di kursi depannya ada Ayah yang sedang menonton tv sambil ditemani segelas kopi. Prilla pun ikut menonton tv.

Setelah cukup lama tidak ada percakapan, akhirnya Ayah pun memulai pembicaraan.

"Ayah mau minta maaf sama kamu" ucapan Ayah membuat Prilla beku seketika.

Lalu dengan cepat Prilla mengendalikan ekspresinya.

"Minta maaf buat apa yah?" tanya Prilla sedikit gugup.

"Soal tadi, Ayah tahu kamu belum siap berjilbab. Tapi Ayah mau, sebelum Ayah meninggal, kamu sudah berjilbab, jadi tanggung jawab Ayah tidak terlalu berat di akhirat nanti" ucap Ayah

Prilla tak bisa menahan air matanya. Prilla menangis lagi. Di dalam benaknya, muncul pertanyaan-pertanyaan untuk dirinya sendiri.

'Kenapa aku begini? Kenapa aku sangat lalai dalam ibadah? Kenapa aku belum bisa membuat Bunda dan Ayah bangga? Kenapa aku terus menyusahakan dan membebani mereka? Kenapa? Kenapa?'
Batin Prilla berkecambuk.

Lalu Bunda mengusap-ngusap punggung Prilla, untuk menenangkannya.

"Ma-afin Illa Yah, Bun, hikss. Illa belum bisa ngebang-gain Bun-dah, sama Ayah, hikss. Illa akan coba buat be-rubah" ucap Prilla dalam tangisnya sambil terbata-bata.

"Udah sayang, ulah nangis wae atuh. Bunda sama Ayah tèh sayang sama Illa. Bunda sama Ayah gak mungkin biarin kamu terjebak dalam jalan yang salah" ucap Bunda menenangkan.

Bunda membawa Prilla kedalam pelukannya. Prilla pun membalas pelukan Bunda dan menyembunyikan wajahnya di bahu Bunda.

"Ayah gak bermaksud bikin Illa sedih. Maaf, kamu baru dateng udah langsung di kasih nasehat sama Ayah. Ayah seneng pisan Illa pulang, tapi Ayah juga kaget pas liat pakean kamu yang kaya gitu" jelas Ayah.

Prilla melepaskan pelukannya dari Bunda, lalu berjalan mendekati Ayah dan memeluk erat Ayahnya.

"Maafin Illa yah.. Hikss" ucap Prilla dalam pelukan Ayah sambil masih menangis.

"Stttt.. Ayah ngerti kok, tapi Illa harus janji sama Ayah, nanti kedepannya harus lebih baik, mencoba buat nutup aurat walaupun sedikit-sedikit, perbaiki sholatnya, ya?" ucap Ayah sambil mengelus rambut Prilla.

Prilla mengangguk dalam pelukan Ayah.

"Udah ah, ulah nangis wae, Ayah teu gaduh coklat atau eskrim buat illa" ucapan Ayah membuat Prilla tersenyum dan menghapus air matanya.

Seketika Prilla menjadi ingat masa kecilnya. Jika dia menangis, dia tidak akan berhenti kecuali jika ia di beri coklat atau eskrim kesukaannya.

Dan sekarang, Prilla merasa lega saat masalah keluarganya sudah selesai.

"Oh iya Illa, tadi Reni nanyain kamu sama Bunda pas Bunda lagi ke warung. Cenah dia mau main sama kamu" ucapan Bunda membuat Prilla tersenyum.

"Reni? Illa kangen banget sama dia" ucap Prilla sumringah.

Prilla dan Reni adalah sahabat sejak kecil, rumah mereka tidak terlalu jauh, hanya terhalangi empat rumah saja.

"Yaudah sore kamu main aja ke rumah dia" ucap Ayah

"Boleh yah?" tanya Prilla meyakinkan.

Ayah mengangguk, yang membuat senyum Prilla semakin lebar.

"Tapi, kalo Illa sama Reni pergi ke Alun-alun gak papa yah? Kan kalo di rumah Reni udah biasa" ucap Prilla

"Emangnya kamu mau ngapain ke Alun-alun?" tanya Ayah kembali

"Ya mau jalan-jalan aja sih, soalnya kan udah lama juga Illa gak ke Alun-alun"

"Yaudah boleh, tapi kalian harus hati-hati ya. Sebelum magrib harus udah pulang"

"Siap komandan" ucap Prilla sambil hormat pada Ayahnya.

Yang membuat Bunda dan Ayah terkekeh. Putri mereka masih aja seperti anak kecil.

Hello Guyss...
Kok makin kesini vote🌟 nya main kurang yaa:(

Disaat aku lagi semangat-semangat nya Update, Vote nya malah turun:( Tapi gapapa lah, aku berterima kasih banget sama kalian yang masih baca cerita ini.

Dan makasii juga buat para Readers yang udah nyemangatin aku buat lanjutin cerita ini..

I Love You All♥️♥️

Prilla🍭

You & Islam [Park Chanyeol EXO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang