14.Aku yang terluka

1.8K 117 0
                                    

Hana tidak pulang ke apartemen Angga. Dia berjalan tanpa tujuan. Kakinya yang sudah terasa lelah membuat dia mengambil keputusan untuk duduk di kursi taman.

Hidupnya sudah hancur, hatinya sudah retak, semuanya terasa sangat menyakitkan. Entah berapa banyak air mata yang jatuh membasahi pipinya? Dia merasa perjalanan hidupnya terasa berat.

Sesungguhnya Hana tidak kuat menjalani kehidupan seperti ini, tapi mau berbuat apalagi? Pernikahan yang tanpa di dasari cinta memang akan berakhir dengan luka. Apa yang Hana harapkan dari seorang Angga Leonald? Cinta? Mungkin dimata Angga, Hana hanyalah benalu yang menempel di kehidupan dia.

Melihat pasangan muda-mudi berjalan di depannya, membuat hatinya berdenyut sakit. Mereka begitu terlihat bahagia, tertawa layaknya dunia milik berdua.

"Nangis aja terus, sampai kota jakarta ini banjir." Suara berat milik seorang lelaki di sampingnya membuat Hana beringsut takut. Ini jakarta, dimana penjahat berada dimana-mana.

"Tenanglah, aku bukan lelaki pecundang yang akan menculik perempuan yang sedang menangis sepertimu." Lelaki itu berkata sambil menerawang keatas. Walaupun langit terlihat indah di malam hari, tapi bagi Hana seindah apapun dunia, tidak akan membuat senyumannya kembali.

"Jangan terus menangis, lihat tatapan mereka yang terarah pada kita, seakan-akan aku sedang melucuti pakaianmu disini dan kamu menangis setelah aku lecehkan." Nada suara santai milik lelaki itu membuat Hana melotot tajam. Apa dia bilang tadi? Melicuti pakaian? Apa dia kehilangan akal? Mengapa dia sampai berfikir demikian.

"Aku tidak membawa tisu, kenapa kamu terus menangis? Yatuhan, haruskan aku bertingkah layaknya orang tidak waras untuk menghiburmu?" Suara lelaki itu yang terdengar frustasi membuat Hana diam-diam tersenyum.

"Kamu tidak perlu melakukan itu, aku pergi dulu." Ucap Hana, dia beranjak dari duduknya.

"Ayolah nona, aku hanya bercanda. Duduklah sebentar, perkenalkan namaku Davit." Cegah Davit, sambil mengulurkan tangannya. Hana mengantupkan tangannya sembari berkata,

"Aku Hana, maaf, aku tidak terbiasa bersalaman dengan lawan jenis, terkecuali keluargaku." Hana begitu sopan, dia memberi alasan mengapa dia tidak menjaba uluran tangan lelaki itu?

Lelaki tampan yang memiliki mata biru laut serta rahang yang kokoh, membuat banyak perempuan yang berjalan melewati Hana dan lelaki itu menoleh dengan mata berbinar. Lelaki itu memang sangat tampan, kemeja yang di gulung asal, dua kancing kemeja teratas terbuka begitu saja, serta jas yang dia letakkan di pundak, membuat semua perempuan yang berlalu lalang berhenti bernafas sebentar.

"Mengapa kamu menangis sendirian?Dimana kekasihmu?" tanya Davit, dia menyandarkan kepalanya kesandaran kursi taman.

"Aku sudah menikah." Setelah Hana berkata seperti itu, Davit terjengkit kaget. Sungguh ekspresi terkejut Davit membuat Hana tertawa.

"Kamu masih muda? Tapi..." Davit menggantungkan kalimatnya, dia tidak habis fikir dengan perempuan di depannya.

"Haduh, sepertinya aku harus ke rumah sakit setelah bertemu denganmu." Lanjut Davit, sambil memegang dadanya. Hana sangat terkejut, sungguh dia sangat khawatir. Apa Davit punya riwayat jantung? Ayolah, Hana bukan Fathur kakaknya yang bisa mengobati orang.

"Aku akan telepon ambulance untukmu." Ucap Hana, sangat panik.

"Untuk apa?" Davit bertanya dengan kerutan di keningnya.

"Aku tidak mau di tudun sebagai pembunuh. Aku juga tidak mau allah murka kepadaku hanya karena membiarkan umatnya mati tanpa menolongnya." Sontak ucapan Hana, membuat Davit tertawa lebar.

Derita Cinta Pernikahan ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang