42.cinta mati?

2K 105 0
                                    

Malam ini mereka semua melaksanakan sholat magrib berjamaah. Mereka sholat di mushola rumah sakit. Hana menangis dengan tangan mengadah keatas.

"Semua yang engkau rencanakan tidak bisa aku tebak. Tapi aku mohon yaallah, tempatkanlah Kak Davit ke tempat yang engkau rindhoi, tempatkanlah dia di surgamu. Tolong beri dia tempat yang nyaman. Yallah, ampuni dosa-dosa Kak Davit." Hana berdoa dengan hati tulus. Dia memejamkan matanya sebentar, dadanya terasa nyeri ketika dia harus kehilangan seorang lelaki yang sudah dia anggap sebagai kakaknya sendiri.

"Han, ayo kesana. Bukannya kata Om Bagas sehabis magrib Angga akan di operasi. Kamu gak mau kesana?"ajak Zahra, dia memegang pundak Hana. Dengan langkah lunglai, Hana berjalan di belakang Zahra.

Dokter Farhan dan para suster sudah masuk ke ruang operasi. Abim dan Fathur juga berada di ruang operasi. Mereka ikut membantu Dokter Farhan, memang ini bukan keahlian mereka berdua, tapi mereka tahu tentang alat untuk operasi.

Hana dan semua orang yang berada disini sedang berdoa dengan harap-harap cemas. Mereka takut operasi ini akan gagal.

"Pa, Angga tidak akan ikut pergi ninggalin kita seperti Davitkan?" Tanya Bila, dengan wajah sendu. Bagas menggeleng, dia mencoba menenangkan istrinya.

"Yallah, jangan engkau ambil anakku lagi. Kasihani kami yaallah."Doa itu keluar begitu saja dari bibir seorang ibu yang baru saja di tinggal oleh anaknya pergi. Hana menangis di pelukan Zahra, dia takut Angga akan meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.

Alan berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi, sahabat karibnya sedang berjuang di antara hidup dan mati. Sebagai sahabat Alan merasa gagal. Andai dia kemarin malam pergi ke rumah Angga untuk sekedar bermain, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi.

Penyesalan selalu datang diakhir. Alan menonjok dinding rumah sakit, rasanya semua ini sangat menyiksanya. Sahabatnya sedang melakukan operasi disana, tapi disini dia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa.

"Kenapa Dokter tidak kunjung keluar? Kenapa lama sekali?" Hana meremas gamisnya, dia duduk di lantai. Semua tempat duduk sudah penuh.

"Sabar, Han." Ucap Zahra, menenangkan.

***

Abim menatap Angga dengan tatapan kasihan. Kenapa nasib dia sampai seperti ini? Dia pasti akan terpukul setelah mengetahui kepergian kakaknya.

"Ambilkan kapas." Suruh Dokter Farhan, Dokter Fathur langsung mengambilkan kapas untuk Dokter Farhan. Mereka saling membantu disini.

"Semoga operasinya berjalan lancar." Doa tulus keluar dari bibir Abim untuk Angga.

Dokter Farhan menjahit luka Angga, orang yang tidak terbiasa melihat seperti ini akan merasa ngeri. Tapi tidak dengan Dokter Fathur, Abim, Farhan, dan para suster lainnya. Mereka sudah terbiasa melihat seperti ini. Darah, gunting, kapas, jarum, dan alat-alat lainnya sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Sudah hampir 3 jam, tapi para dokter dan suster belum ada satu pun yang keluar dari ruang operasi.

"Apa operasinya sudah selesai dok?" Tanya Abim, mendekat. Dokter Farhan menggeleng pelan.

"Kurang dikit, tinggal menjahit luka bekas operasi saja." Jawab Dokter Farhan, Abim mengangguk mengerti.

"Kayaknya luka Angga tidak separah lukanya Davit." Fathur angkat bicara, walau terdengar lirih di telinga Abim.

"Iya, ini lukanya masih bisa di tolong, kalau Davit sudah sangat parah." Abim mengingat-ingat luka yang berada di tubuh Davit.

Derita Cinta Pernikahan ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang