Melihat kebelakang, beberapa bulan yang lalu (2019) mungkin lebih tepatnya setahun yang lalu (2018) atau lebih (201X). Aku sendiri lupa haha..Tapi yang paling aku ingat, bulan-bulan musim penghujan di tahun 2018 dan saat memasuki tahun 2019.
Bayangan ketakutan di 2019, yang kusimpan sendiri -sampai hari ini- terputar hampir di setiap mimpi dalam tidurku, dalam diamku, bahkan dalam aktivitas terpadatku di 2018.
Ku sebut itu ketakutan karena pada dasarnya aku takut menghadapi apa yang akan terjadi di 2019, belum terlihat tapi logika memberi peringatan dini tentang kekuatan, kemampuan, dan persiapanku dalam menghadapi ketakutan itu bahkan belum mencapai batas 50%.
Aku Ketakutan
Tiap doaku di akhir tahun 2018, aku belum siap Tuhan tolong jangan sekarang, aku belum mampu Tuhan tolong jangan sekarang, aku gak sanggup Tuhan tolong jangan sekarang.
Tapi Sang Waktu dengan senyum tak dapat diartikan itu berkata
"Siap tidak siap aku datang"2019 mau tak mau Dia datang
Akhirnya kita berhadapan dan aku tidak siap, banyak bumbu-bumbu yang membawaku jatuh lebih dalam tapi kupaksakan tersenyum saat orang bertanya dengan tulus
"Kamu ga papa?"Akhirnya kita berhadapan dan aku tidak mampu, kurangnya persiapanku melemahkan kepercayaan diriku dan yang ku lihat jalan buntu tapi kupaksa tersenyum saat orang berkata dengan gimik yang dipaksakan
"Kamu pasti bisa"Tepat seperti dugaanku, aku tidak siap, aku tidak mampu, tapi dugaan ku meleset jauh pada aku tidak sanggup.
Triwulan pertama di 2019 ternyata aku masih sanggup berdiri, masih sanggup tersenyum, masih sanggup bernapas walau cukup banyak luka dan lebam di seluruh jiwa dan raga.
Aku bersyukur dengan pencapaian ini, cukup kaget, dan sedikit berbangga. Tapi tidak pernah lupa jika ketakutan ini belumlah berakhir.
Rasa syukur itu membantuku mengingat banyak hal. Salah satu yang menjadi penggingat ku untuk tetap berdiri adalah bukan hanya di 2019, tapi bahkan 1 tahun sebelumnya, 2 tahun sebelumnya, 3 4 5 dan sekian banyak tahun yang ku lewati sejatinya tidak pernah mudah.
Ketika rasa syukur itu mulai menggerogoti ketakutan ku, di situ aku mulai melihat banyak peluang, banyak pintu yang terbuka, banyak jalan keluar, dan ternyata banyak orang tulus di sekitar ku. Orang-orang yang tidak pernah kusadari keberadaannya ketika aku hanya melihat ketakutan itu.
Pertengahan triwulan ke dua.
Keadaanku masih sama seperti triwulan pertama.Masih berjuang.
Yang berbeda adalah sudut pandangku dalam menghadapi ketakutan itu, yang berbeda adalah aku melihat orang-orang tulus di sekitarku ikut berjuang untuk mengalahkan ketakutan ku -yang mereka klaim menjadi ketakutan bagi mereka juga-
Aku masi tersenyum sesekali tertawa, kali ini tanpa paksaan karena rasa syukur hampir menggerogoti habis ketakutan itu.
Mendekati akhir batas waktu, ketakutan masi unggul di atasku. Sampai batas waktu ketakutan masi unggul. Orang-orang tulus mulai berkurang populasinya. Bahkan sekarang yang datang adalah orang-orang yang hidupnya hampir habis digerogoti ketakutan.
Orang-orang yang hampir habis itu, datang dan meminta bantuan padaku. Yaa pada ku yang juga butuh bantuan.
Aku Menimbang
Kuberi bantuan atau aku memposisikan diri sepertinya meminta bantuan. Meminta atau memberi. Aku butuh. Orang itu juga butuh. Aku terdesak. Orang itu juga terdesak. Lalu kupilih untuk menerapkan metode tabur tuai.
Aku memberi bantuan.
Faktanya batas waktuku terlewati, faktanya aku berjuang semampuku, faktanya aku tertinggal, faktanya aku mulai dilupakan, faktanya aku mulai jadi bahan pembicaraan, faktanya belum ada tuaian yang terlihat dari sekian banyak benih kutabur, dan fakta terakhir yang ku lihat aku belum menyerah.Hari terakhir versiku, kusiapkan diri untuk mendengar kabar terbaik maupu kabar paling buruk itu datang. Dan...
Kabar Baik Datang
Serentetan selamat diucapkan, aku bahagia. Sungguh.
Akhirnya ketakutan itu menghilang seperti membalikan telapak tangan sendiri.Tapi aku tidak lupa ketika telapak tangan terbalik aku masi melihat punggung tanggan ku, tidak jauh berbeda dari telapak tanganku. Tapi aku bersyukur karna di 2019 aku belajar bahwa telapak tangan maupun punggung tangan itu masih menjadi bagian dalam diriku, yang perlu aku usahakan dan ku perjuangkan sebagai milik ku.
Jangan Lupa Bahagia Hari Ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Peculiar
Short StoryIni hanya sepenggal kerisauan yang ga bisa saya ungkapkan ke sahabat, teman, ataupun jenis hubungan sosial antar manusia lainnya.