Aku memilih untuk bertahan, tahu seberapa bodohnya aku? Aku pergi pun sebenarnya tak akan berdampak besar untuknya, justru aku yang merugi. Sangat. Orang bilang aku cantik, nyatanya cantik tak bisa membuat seorang tak berpaling untuk apa? Cantik juga tak bisa membuat nyaman dan tinggal untuk apa? Aku kalah, tak punya apa-apa hanya kesetian untuk berada disisinya sebagai teman.
Park Jinyoung, dia yang memberiku sebuah tempat agar tak bisa pergi. Aku sudah mengenalnya saat menempuh pendidikan dibangku sekolah dasar. Kini aku sedang berada di semester tiga, jurusan psikolog. Sedangkan Jinyoung ia merupakan kakak tingkatku, kami terpaut usia dua tahun. Ia menempuh pendidikan di salah satu univ ternama, jurusan Hukum.
Namun, anehnya pertemanan kami tak seperti pertemanan diluaran sana yang mempunyai batas, kami tak terbatas apapun namanya kami benar-benar bisa menghancurkan pertemanan ini dengan sesuatu yang gila. Kami saling membutuhkan, menginginkan, dan melukai.
"Irene," panggilnya. Aku meliriknya sebentar lalu mulai fokus pada laptop yang berada diatas pangkuanku.
"Kamu tak seharusnya begini," lihat? Siapa dia beraninya bicara seperti sangat perhatian. Senyumku terbit. Menatap matanya dengan malas.
"Apa masalahmu? Aku baik-baik saja," kembali aku alihkan fokus menuju laptop namun sialnya susah! Wajahnya terlihat merah memedam kemarahan sangat tampan ditambah pakaian kasual pria itu memperjelas aura maskulinnya.
"15 panggilan, 34 pesan, apa menurutmu baik-baik saja?" Jinyoung terdengar menggeram. Sial sial kupingnya gatal ingin mengatai bahwa itu sangat seksi! Tunggu, apakah sebanyak itu? Aku menggambil handphone yang ada digenggamannya, kemudian melihat notifikasi. Pantas aja pria ini marah, ia mengabaikannya. Hal yang tak ia sukai, matilah kau irene pabbo!
Brakk
Itu suara vas bunga miliku yang dilempar dan aku baru menggantinya minggu lalu! Seakan sudah terbiasa ya sialnya aku tak menjerit seperti pertama kali ia melampiaskan kemarahannya dengan memecahkan piring pajangan yang antik. Hanya karena waktu itu aku tak menunggunya dijemput. Dia benar-benar mengerikan!
Ia berlalu dari apartemenku, apa yang aku harapkan dari pria itu? Balasan cinta? Bukan aku tak mau itu, aku hanya ingin pertemanan yang biasa saja. Tak menuntut dan tak berlebihan.
***
Suara hingar bingar dan dentuman musik saling beradu menghentakan telinga hingga menjalar keseluruh tubuh. Wangi khas minuman beralkohol tercium hingga terasa pening. Pria berjas, berpakaian kasual maupun wanita berpakaian minim berlalu lalang dari pandangan.
"Tumben, pak bos!" Pria itu menepuk bahu Jinyoung ringan. Sang empu terlihat tak suka, ia meneguk gelas hingga tandas.
"Kenapa? Coba gue tebak hm masalah tugas? No, kayaknya bukan. Masalah uang? No, anak konglomerat gak mungkin. Ah, sial masalah cinta!" Teriaknya tanpa sadar sedikit menarik perhatian meskipun suasana sangat berisik. Jinyoung memukul lengan pria itu dengan keras.
"Shit, ngebucin lo sekarang!" Seru pria itu, sambil mengusap-usap tangannya. Jinyoung menatapnya dengan tajam.
"Oke-oke, slow bro gue kesini cari jihyo. Mba-mba penjaga bar yang hotnya naudzubillah," ucapnya sambil meneguk gelas jinyoung.
"Sesat lo," umpat Jinyoung.
"Btw gue liat irene sama si suho anak fk, kemaren. Gue gatau mereka ngapain mungkin bisa jadi informasi buat lo," jinyoung bergeming, ia mengepalkan kedua lengannya. Kembali menegak gelas dan mengeluarkan sebatang rokok. Mukanya tampak mengeras dan memerah entah menahan amarah atau sudah terlalu mabuk.
"Bro, hey!" Panggil pria itu.
"Wah, teler nih anak"
"Daniel, shut up dan anterin gua pulang!" racau jinyoung.
"Sial nih anak, jihyo belom mangkir dan gue harus ngurusin lo,"
"Gue tunggu konpensasi dari lo," maki daniel sambil memapah jinyoung dengan kasar.
Mereka sampai mobil jinyoung, daniel menatapnya gusar. Separah apa masalah teman ini. Membawa jinyoung masuk keda
"Oke, lo mau pulang kemana?" Tanya daniel dengan tidak sabaran.
"Irene," ucapnya pelan.
"Wah, gatau diri nih anak. Oke gue anter! Kalo diusir lagi, fix gua tinggalin lo dijalanan sekalian jadi gelandangan!" Omel daniel membanting setir dengan kasar.
Mereka sampai, dengan sedikit kesopanan daniel mengetuk pintu apartemen irene. Demi rasa persahabatan ia rela meninggalkan tambatan hatinya. Sial, jinyoung.
"Sebentar," teriakan dari dalam.
Ceklek
"Kang Daniel! Jinyoung!" Teriak irene kelepasan.
"Irene tanpa mengurangi rasa hormat, gue membawa seorang yang akan sedikit merepotkan, please kali ini terima, dia rada hangover," pinta daniel. Sial liat dirinya sudah menjatuhkan berapa kali harga dirinya demi sahabat yang tak tahu diri ini.
Irene sudah hapal betul kelakuan dua manusia didepannya, setiap akhir pekan sudah jadi rutinitasnya mendengar pertolongan daniel demi jinyoung yang bahkan jinyoung tidak peduli dengan daniel.
"Kali ini gue terima, besok-besok jangan harap!" Ancam irene. Ia mengambil alih badan jinyoung yang sekeras besi.
"Thank you, hati-hati ya dia agak liar sehabis ini. Bye!" Pamit daniel. Tak memperdulikan ucapan daniel, irene membawa jinyoung menuju kasurnya.
"Huh, badan besi kerjaan mabuk-mabukan, dasar orang kaya!" Umpat irene. Mencoba membuka sepatu beserta kaos kaki, selanjutnya membuka jas formal juga dasinya yang terasa mencekik.
Cup
Jinyoung mengecupnya dengan cepat dan tidak sadar. Irene memerah, sialan ini bukan pertama kalinya. Tapi kenapa rasanya seperti waktu pertama kali? Dadanya terus berdebar dengan kupu-kupu yang bertebangan diperutnya. Sangat geli dan menyenangkan. Namun, ia tak bisa membiasakannya ini sangat salah.
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE YOU GO || Jinyoung × Irene
FanfictionIrene bukan seorang peramal yang bisa menebak perasaan orang lain. Ketika diperkenalkan hanya seorang teman, bahkan teman tidak cukup menggambarkan segilanya hubungan mereka. Irene menyadari bahwa ia harus pergi, jauh dan menghilangkan perasaan yang...